Kata moral berasal
dari bahasa Latin “mos” yang mempunyai kebiasaan. Kata mos jika
akan dijadikan kata keterangan atau kata nama sifat lalu mendapat perubahan
pada belakangnya, sehingga kebiasaan jadi moris, dan moral adalah
kata nama sifat dari kebiasaan itu, yang semula berbunyi moralis.
Moral
menurut Salam (2000: 12) adalah ilmu yang mencari keselarasan
perbuatan-perbuatan manusia (tindakan insani) dengan dasar-dasar yang
sedalam-dalamnya yang diperoleh dengan akal budi manusia.
Adapun
moral secara umum mengarah pada pengertian ajaran tentang baik buruk yang
diterima mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, budi pekerti, dan sebagainya.
Remaja dikatakan bermoral jika mereka memiliki kesadaran moral yaitu dapat
menilai hal-hal yang baik dan buruk, hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak
boleh dilakukan serta hal-hal yang etis dan tidak etis. Remaja yang bermoral
dengan sendirinya akan tampak dalam penilaian atau penalaran moralnya serta
pada perilakunya yang baik, benar, dan sesuai dengan etika, Selly Tokan (dalam
Asri Budiningsih, 1999: 5).
Moral
merupakan pengetahuan yang menyangkut budi pekerti manusia yang beradab. Moral
juga berarti ajaran yang baik dan buruk perbuatan, dan kelakuan (akhlak).
Demoralisasi berarti kerusakan moral. Moral juga dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu :
a. Moral murni, yaitu moral yang terdapat
pada setiap manusia, sebagai suatu pengejawantahan dari pancaran ilahi. Moral
murni disebut juga hati nurani.
b. Moral terapan, adalah moral yang didapat
dari ajaran pelbagai ajaran filosofis, agama, adat yang menguasai pemutaran
manusia (Agus, 2011)
Kata moral
selalu mengacu kepada baik buruk manusia. Sikap moral disebut juga moralitas
yaitu sikap hati seseorang yang terungkap dalam tindakan lahiriah. Moralitas
adalah sikap dan perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih dan hanya
moralitaslah yang dapat bernilai secara moral.
Nilai
moral dapat diperoleh di dalam nilai moralitas. Moralitas adalah kesesuaian
sikap dan perbuatan dengan hukum atau norma batiniah, yakni dipandang sebagai
kewajiban.
Menurut
Kohlberg (1977: 5) penalaran atau pemikiran moral merupakan faktor penentu yang
melahirkan perilaku moral. Oleh karena itu, untuk menemukan perilaku moral yang
sebenarnya dapat ditelusuri melalui penalarannya. Artinya pengukuran moral yang
benar tidak sekadar mengamati perilaku moral yang tampak, tetapi harus melihat
pada penalaran moral yang mendasari keputusan perilaku tersebut.
Bila
dikatakan bahwa karya sastra itu semata-mata tiruan alam, maka dengan
sendirinya sastra itu bisa dipandang sebagai sesuatu yang tidak memperjuangkan
kebenaran. Dalam kenyataan ukuran kebenaran merupakan ukuran yang sering
digunakan dalam menilai suatu karya sastra. Pembaca sering mempertanyakan
tentang sesuatu yang diungkapkan pengarang itu mempunyai hubungan dengan
kebenaran. Nilai-nilai moral atau lainnya dalam kehidupan sehari-hari, sikap
dan tingkah laku tokoh tersebut hanyalah model-model atau sosok yang sengaja
ditampilkan pengarang sebagai sikap dan tingkah laku yang baik atau diikuti
minimal dicenderungi oleh pembaca.
Dengan
demikian aspek moral adalah segala aspek yang menyangkut baik buruknya suatu
perbuatan. Dalam hal ini mengenai sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, dan
susila.
Adapun
bentuk-bentuk moral sebagai berikut:
a.
Sosial
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, sosial adalah segala sesuatu yang berkenaan
dengan masyarakat, suka memperhatikan kepentingan umum, suka menolong, dan
sebagainya (Suharso dan Ana Retnoningsih, 2009: 498).
Manusia
dijadikan Allah swt., dalam bentuk yang tidak hidup sendirian, karena tidak
dapat mengusahakan sendiri seluruh keperluan hidupnya baik untuk memperoleh
makanan, memperoleh pakaian, dan semuanya. Dengan demikian manusia memerlukan
pergaulan dan saling membantu.
b.
Akhlak
Secara
bahasa kata akhlak jamak dari khuluqin yang diartikan tabiat, kebiasaan, adab.
Sedangkan secara istilah adalah sifat yang mantap di dalam diri yang membuat
perbuatan, yang dilakukannya baik atau buruk, bagus atau jelek (Islamwiki,
2008).
Oleh
karenanya, apabila amal dan pikiran seseorang sholeh (baik) maka
sholeh pula diri dan akhlaknya, dan sebaliknya apabila amal dan pikirannya
rusak maka rusak pula dirinya dan akhlaknya.
Akhlak
dapat dirumuskan sebagai suatu sifat atau sikap kepribadian yang melahirkan
tingkah laku perbuatan manusia, dalam usaha membentuk kehidupan yang sempurna
berdasarkan kepada prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh Allah. Dengan
kata lain, akhlak ialah suatu sistem yang menilai perbuatan lahir dan batin
manusia baik secara individu, kumpulan, dan masyarakat dalam interaksi hidup
antara manusia dengan baik secara individu, kehidupan masyarakat dalam
interaksi hidup antara manusia dengan Allah, manusia dengan sesama manusia,
manusia dengan hewan, dengan malaikat, dengan jin, dan juga dengan alam
sekitar.
c.
Etika
Istilah
etika berasal dari kata Latin: Ethic (us), dalam bahasa
Inggris: Ethikos = a body of moral principles or values. Ethic =
arti sebenarnya, ialah kebiasaan, habit, custom. Jadi dalam pengertian aslinya,
apa yang disebutkan baik itu ialah yang sesuai dengan kebiasaan masyarakat
(dewasa itu). Lambat laun pengertian etika itu berubah, seperti pengertian
sekarang. Etika ialah suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau
tingkah laku manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang dapat dinilai
jahat (Burhanuddin, 2000: 3).
d.
Susila
Secara
kebahasaan perkataan susila merupakan istilah yang berasal dari bahasa Sansekerta. Su berarti
baik atau bagus, sedangkan sila berarti dasar, prinsip,
peraturan hidup atau norma. Jadi, susila berarti dasar, prinsip, peraturan atau
norma hidup yang baik atau bagus.
Selain
itu, istilah susila pun mengandung pengertian peraturan hidup yang lebih baik.
Istilah susila dapat pula berarti sopan, beradab, dan baik budi bahasanya.
Dengan demikian, kesusilaan dengan penambahan awalan ke dan
akhiran an sama artinya dengan kesopanan.
boleh dicantumkan daftar pustakanya?
ReplyDeleteterimakasih
Thx ya infonya
ReplyDeleteInfo nya sangat komplit
ReplyDeletebermanfaat
ReplyDeleteterima kasih telah berkunjung di blog kami.
ReplyDelete