Cerita Rakyat sebagai Genre Sastra

Post a Comment
cerita rakyat indonesia

Cerita Rakyat sebagai Genre Sastra
Aoh K.H. (dalam Muryanto, 2008: 4) mendefinisikan bahwa cerpen adalah salah satu ragam fiksi atau cerita rekaan yang sering disebut kisahan prosa pendek. Cerita pendek adalah seni, keterampilan menyajikan cerita. Penulis harus memiliki ketangkasan menulis, menyusun cerita menjadi menarik. (Sumardjo, 2004: 84). Cerpen sebagai karya fiksi dibangun oleh unsur-unsur pembangun yang sama. Cerpen dibangun dari dua unsur intrinsik dan ekstrinsik. Cerpen memiliki unsur peristiwa, plot, tema, amanat, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Karena bentuknya yang pendek, cerpen menuntut penceritaan yang serba ringkas, tidak sampai pada detil-detil khusus yang kurang penting yang lebih bersifat memperpanjang cerita. Cerpen sebagai karya sastra prosa memiliki unsur-unsur dalam (intrinsik) yang membangunnya (Aminuddin, 2007: 11).
Karya fiksi dapat dibedakan dalam berbagai macam bentuk baik itu roman, novel, maupun cerpen. Perbedaan berbagai macam bentuk dalam karya fiksi itu pada dasarnya hanya terletak pada kadar panjang pendeknya isi cerita, kompleksitas isi cerita, serta jumlah pelaku yang mendukung cerita itu sendiri (Aminuddin, 2009: 66).
Cerpen sebagai salah satu bentuk dari karya sastra fiksi yang dalam proses perwujudannya berawal dari imajinasi pengarang terhadap realitas dan fenomena-fenomena yang terjadi dari lingkungan masyarakat tertentu (Ariadinata, 2007: 17).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa cerita rakyat adalah bagian dari perwujudan sastra yang menceritakan masalah kehidupan manusia yang sudah diproses dengan imajinasi oleh pengarang untuk dinikmati oleh masyarakat pembaca. Cerpen merupakan penyajian suatu kondisi, suatu kelompok keadaan yang memberikan kesan yang tunggal pada jiwa pembaca. Disini cerita rakyat adalah produk kultural yang merepresentasikan masyarakatnya. Sebagai produk kultural, cerita rakyat tentu saja termasuk jenis karya sastra karena berwujud sebagai sistem yang secara umum bermediakan bahasa dan menyampaikan ide-ide sosial dalam bentuk estetika. Sebagai produk budaya, yaitu hasil cipta, rasa, dan karsa pengarang sebagai anggota masyarakat, maka cerita rakyat selalu merepresentasikan kenyataan sosial. Oleh karena itu, cerita rakyat pun mempunyai peran sosial karena sastra hakikatnya adalah produk tindakan sosial yang secara langsung ataupun tidak diciptakan untuk tujuan-tujuan sosial, yaitu dibaca oleh pembaca sebagai anggota masyarakat, dan kemudian mempengaruhi masyarakat. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Ian Watt (1964: 300) yang menjelaskan relasi sastra dengan masyarakat salah satunya melalui fungsi sosial sastra, yaitu mengenai relasi nilai sastra dengan nilai sosial dan nilai sastra dipengaruhi oleh nilai sosial, yang pada gilirannya nilai sosial sastra juga mempengaruhi nilai-nilai sosial masyarakat.
Penjelasan di atas menyiratkan hubungan antara cerita rakyat dengan sastra sangat erat. Sastra sebagai suatu produk sosial-kultural selalu berisi nilai-nilai dan norma moral sosial kultural yang sesuai dengan pandangan pengarangnya, dan sistem nilai dan norma moral yang dipahami pengarang bersumber dari kondisi sosial budaya yang melingkupi pengarang. Oleh karena itu, cerita rakyat dalam sastra selalu mencerminkan nilai-nilai dan norma sosial masyarakatnya, yaitu nilai dan norma moral yang telah dipersepsi pengarang.
Hal inilah yang kemudian menyiratkan bahwa cerita rakyat merupakan “dokumen sosial” yang di dalamnya ada sistem nilai yang dilembagakan oleh penulisnya. Karena penulisnya adalah anggota masyarakat, maka sistem nilai dalam sastra dipengaruhi dan diambil dari sistem nilai yang ada di masyarakat sebagai tempat penulis hidup, sehingga sastra merupakan menjadi salah satu media penyampai nilai-nilai, termasuk nilai moral.
Semoga bermanfaat….

Postingan Terkait

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter