Sejarah
perkembangan bahasa Indonesia tidaklah terjadi secara singkat. Sebelumnya saya
akan bahas mengenai pengertian dari bahasa itu sendiri. Apa itu bahasa? Bahasa
adalah salah satu alat atau media komunikasi antar individu guna menyampaikan
gagasan atau pikiran yang ingin disampaikan. Kita harus menyadari bahwa ilmu
pengetahuan akan diperoleh melalui perantara bahasa, baik bahasa lisan maupun
bahasa tertulis.
Bahasa
Indonesia merupakan bahasa pemersatu bangsa. Hal ini disebutkan dalam salah
satu ikrar Sumpah Pemuda. Bahasa yang menyatukan rakyat Indonesia dari Sabang
sampai Merauke yang kita ketahui kaya akan kebudayaan, suku, dan bahasa yang
berkembang. Bahasa di Indonesia kurang lebih ada sekitar 170 bahasa yang
berkembang dari Sabang sampai Merauka. Tanpa adanya bahasa pemersatu yakni
bahasa Indonesia kita akan susah dalam melakukan kegiatan di semua sendi-sendi
kehidupan.
Penggunaan
bahasa Melayu sebagai bahasa nasional merupakan usulan dari Muhammad Yamin,
seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada konggres
nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan bahwa:
“Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa
yang ada di Indonesia dan kesusastraanya, hanya ada dua bahasa yang bisa
diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dalam
dua bahasa itu, bahasa melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan
atau bahasa persatuan.”
Perkataan
Muhammad Yamin tersebut, yang menjadi pertimbangan terpilihnya bahasa Melayu
sebagai bahasa persatuan, bukan bahasa Jawa yang dipilih. Pertimbangan bahasa
Jawa tidak dipakai sebagai bahasa persatuan Negara Republik Indonesia antara
lain:
1. Suku-suku
bangsa atau pihak lain di Indonesia akan dijajah oleh Jawa yang merupakan
mayoritas di Indonesia.
2. Bahasa Jawa
jauh lebih sulit dipelajari karena mengenal adanya tingkatan yang dipergunakan
untuk orang yang berbeda dari segi usia, derajat, maupun pangkat.
3. Jika tidak
menguasai bahasa jawa akan menimbulkan kesan negatif.
Pertimbangan
bahasa Melayu dipilih sebagai bahasa persatuan Republik Indonesia, yaitu:
1. Bahasa
melayu sudah merupakan Lingua Franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan
perdagangan.
2. Sistem
bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena dalam bahasa melayu tidak
dikenal tingkatan bahaas (bahasa kasar atau halus)
3. Suku jawa,
suku sunda, dan suku-suku yang lain dengan sukarela menerima bahasa melayu
menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
4. Bahasa
melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti
yang luas.
Tiga
periode perkembangan bahasa Indonesia yaitu:
1.
Periode sebelum masa kolonial
2.
Periode kolonial
3.
Periode pergerakan kebangsaan
1. Periode
sebelum masa kolonial
Bahasa
Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Melayu sendiri merupakan bahasa
yang dituturkan di wilayah Nusantara dan di Semenanjung Melayu. Bahasa melayu
merupakan akar dari bahasa indonesaia yang kita gunakan ini. Dari bahasa melayu
bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang sampai sekarang. Meskipun logat (cara
pengucapan) dan ejaannya sudah tak sama dari bahasa melayu kuno namun sejarah membuktikan
bahwa bahasa melayulah yang menjadi dasar bahasa Indonesia.Bahasa melayu Riau
atau bahasa melayu pasar yang banyak dipakai oleh penduduk Nusantara waktu itu,
karena dari letak geografisnya Riau merupakan tempat strategis dalam proses
perdagangan. Para pedagang dari dalam Nusantara maupun dari luar Nusantara
banyak yang datang ke riau untuk melakukan proses perdagangan, maka tak heran
banyak penduduk Nusantara tidak asing dengan bahasa melayu riau ini.
Sejarah
mencatat bahwa penyebutan pertama istilah bahasa Melayu dilakukan pada sekitar
tahun 633-686. Penyebutan istilah Bahasa Melayu ini terdapat pada beberapa
prasasti yang ditemukan dan diteliti oleh para pakar sejarah. Setelah diteliti
terdapat tahun pembuatan prasasti yang menggunakan bahasa Melayu kuno dari
Palembang dan Bangka. Prasasti tersebut ditulis dengan Aksara Pallawa
atas perintah Wangsa Syailendra (Raja Kerajaan Sriwijaya).
Kerajaan
Sriwijaya sendiri merupakan kerajaan yang berjaya pada abad ke-7 dan ke-8.
Kerajaan ini merupakan kerajaan maritim yang memiliki banyak armada perkapalan
untuk kebutuhan perdagangan. Kerajaan ini meninggalkan beberapa prasasti.
Namun, ada juga prasasti dan tulisan yang membuktikan bahwa bahasa melayu sudah
menyebar dipakai di seluruh Nusantara pada waktu itu. Diantaranya:
a)
Tulisan pada Batu Nisan di Minye Tujoh, Aceh
pada Tahun 1380 M
b)
Prasasti Kedudukan Bukit, di Palembang Tahun
683
c)
Prasasti Talang Tuo, di Palembang Tahun 684
d)
Prasasti Kota Kpaur, di Bangka Barat Tahun 686
e)
Prasasti Karang Brahi Bangko, Merangi Jambi
Tahun 688
B. Periode
Kolonial
Periode
ini ditandai dengan datangnya bangsa-bangsa barat ke Nusantara tepatnya pada
abad ke XVI. Tujuan bangsa barat ke Nusantara adalah untuk melakukan
perdagangan, karena kita tahu bahwa Indonesia adalah salah satu negara kaya
penghasil rempah-rempah. Mereka mencari rempah-rempah untuk bumbu masakan.
Namun, pada akhirnya mereka melihat bahwa Nusantara memiliki potensi yang besar
sebagai suatu negara yang kaya raya dan makmur akan sumber daya alamnya.
Bangsa
Portugis dan Belanda menghalalkan segala cara untuk merebut Nusantara dari
pribumi. Bangsa Portugis dan Belanda yang pada mulannya ramah dan berbaur
dengan orang pribumi, lama-lama mereka ingin memiliki seutuhnya Nusantara.
Mereka berhasil menguasai nusantara dengan politiknya. Namun, politik yang
mereka jalankan di Nusantara tak selamanya berjalan mulus seperti yang mereka
harapkan. Bangsa Portugis dan Belanda yang telah mendirikan sekolah-sekolah
dengan harapan bahwa bahasa Portugis dan Belanda menggeser bahasa Melayu yang
digunakan oleh kalangan akademisi, ternyata tidak mampu membawa dampak yang
besar. harapan mereka pupus seketika, karena orang pribumi di sekolah-sekolah
sudah menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar pendidikan.
C. Periode
Pergerakan Kebangsaan
Pada masa
pergerakan, sudah ada kesadaran dari para pemuda-pemudi Indonesia untuk
mengukuhkan bahasan persatuan yang digunakan di Nusantara. Kesadaran ini timbul
karena sulitnya mempersatukan Nusantara dengan perbedaan bahasa yang digunakan.
Karena kita ketahui Indonesia kaya akan suku, kebudayaan, bahasa, adat
istiadat, dan Indonesia adalah negara kepulauan. Perbedaan tersebut yang
menjadikan para pemuda-pemudi Indonesia berpikir dan berniat untuk merumuskan
bahasa persatuan, guna mempermudah berkomunikasi antar suku yang ada di Nusantara.
Tanggal 28
Oktober 1928, menjadi sejarah baru bagi bangsa Indonesia karena pada tanggal
tersebut para pemuda-pemudi terbaik Indonesia berhasil menyelenggarakan
Konggres Pemuda Indonesia. Dalam konggres tersebut tercetuslah ikrar bersama
yang lebih dikenal dengan Sumpah Pemuda. Dikumandangkannya Sumpah Pemuda ini
yang menjadi dasar atas lahirnya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi Negara.
Sumpah
Pemuda telah dikonsep terlebih dahulu sebelum diikrarkan pada tanggal 28
Oktober 1928. Penyusunan ikrar sumpah Pemuda tersebut berlangsung saat rapat
panitia perumus Kongres Pemuda Indonesia yang pertama yakni pada tanggal 2 Mei
1926. Orang yang mengkonsep nama bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia
yakni M. Tabrani. Adapun cuplikan pidato M. Tabrani dalam rapat panitia
pengurus Konggres Sumpah Pemuda, beliau mengatakan:
“Kita
sudah mengaku bertumpah darah satu, tanah Indonesia.
Kita sudah mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia.
Mengapa kita harus mengaku bahasa persatuan, bukan bahasa Indonesia?...
“… Bahasa
persatuan hendaknya bernama bahasa Indonesia. Kalau bahasa
Indonesia belum ada, kita lahirkan bahasa Indonesia melalui Kongres Pemuda
Pertama ini.”
Bermula
dari rapat persiapan Konggres Sumpah Pemuda tersebut lahirlah ikrar bersama
Sumpah Pemuda yang sekarang sudah kita ketahui bersama. Isi ikrar Sumpah Pemuda
berisi tiga poin penting, yakni:
1. Kami putra dan putri Indonesia mengaku
bertumpah darah yang satu, Tanah air Indonesia.
2. Kami putra dan putri Indonesia mengaku
berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia.
3. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung
bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.
Setelah
Sumpah Pemuda, perkembangan bahasa Indonesia ternyata tidak berjalan dengan
mulus. Pengakuan terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dilihat
oleh Belanda yang notabene sebagai penjajah menganggap bahwa hal itu adalah
sebuah kerikil tajam yang dapat menghalangi penjajahan Belanda. Oleh karena
itu, Belanda mendatangkan seorang ahli pendidik Belanda yang bernama Dr. G.J
Niewenhuis dengan politik bahasa kolonialnya. Akibat politik yang
diterapkan oleh Belanda. Efek yang ditimbulkan bagi Indonesia cukup
mencenangkan. Banyak orang-orang pribumi yang berbondong-bondong mempelajari
bahasa Belanda, parahnya lagi tidak sedikit pula yang menginginkan pindah kewarganegaraan
menjadi warga negara Belanda.
Sebaliknya
pada masa pendudukan Dai Nipon (Jepang), bahasa Indonesia mengalami
perkembangan yang pesat. Tentara pendudukan Jepang sangat membenci semua yang
berbau Belanda. Dari tulisan-tulisan Belanda yang terpasang dalam plang-plang,
maupun tulisan-tulisan diinstansi sebagai nama kantor yang berbau Belanda
diganti dengan bahasa Indonesia atau bahasa Jepang. Sementara itu orang-orang
bumi Putra belum bisa berbahasa Jepang. Oleh karena itu, digunakanlah bahasa
Indonesia untuk memperlancar tugas-tugas administrasi dan membantu tentara Dai
Nipon melawan tentara Belanda dan sekutu-sekutunya.
Post a Comment
Post a Comment