Teks
merupakan bahasa (baik lisan maupun tulisan) yang terdapat di dalam suatu
konteks situasi dan konteks kultural. Teks membentuk suatu konstruk (bangunan)
melalui sistem fungsi atau makna dan sistem bentuk linguistik/kebahasaan secara
simultan (bersama-sama/pada waktu yang sama). Secara fungsional, teks digunakan
untuk mengekspresikan suatu tujuan atau fungsi proses sosial di dalam suatu
konteks situasi dan konteks kultural (Butt,
Fahey, Spinks, & Yalop, 1998; Halliday, 1994). Secara fungsional, teks
merupakan sejumlah unit simbol kebahasaan yang digunakan untuk mewujudkan
realitas pengalaman dan logika (ideasional), realitas sosial (interpersonal),
dan sekaligus realitas tekstual/ semiotik (simbol). Secara sistemik, sebagai
teks bahasa terdiri atas sejumlah sistem atau unit kebahasaan yang secara
hierarki bekerja secara simultan dan sistemik dari sistem yang lebih rendah
berupa fonologi/grafologi menuju ke sistem yang lebih tinggi berupa
leksikogramatika, semantik wacana, dan struktur teks. Tiap peringkat itu tidak
dapat dipisahkan karena merupakan organisme yang mempunyai peran yang saling
terkait dalam merealisasikan makna holistik atau tujuan sosial suatu wacana (Halliday, 1985a; Halliday, 1994).
Teks
selalu berada di lingkungannya atau konteksnya. Ada dua macam konteks, yaitu
konteks situasi dan konteks kultural. Konteks kultural merupakan sistem nilai
dan norma yang merepresentasikan suatu kepercayaan di dalam suatu kebudayaan.
Sistem nilai itu termasuk apa saja yang dipercaya benar dan salah, baik dan
buruk, termasuk di dalamnya ideologi, yang mengatur keteraturan sosial yang
berlaku umum dalam suatu kebudayaan (Philips
dalam Bhatt, 2002). Di pihak lain, norma merupakan realisasi sistem nilai
di dalam bentuk aturan yang mengawal proses sosial, apa yang harus dan tidak
harus, boleh dan tidak boleh dikerjakan anggota masyarakatnya di dalam
melakukan suatu proses sosial. Konteks situasi merupakan lingkungan langsung
yang berada di dalam teks. Menurut Halliday (1985; 1994; Halliday & Hasan 1985; Martin 1992), konteks
situasi terdiri atas tiga aspek: medan (field),
pelibat (tenor), dan sarana (mode), yang bekerja secara simultan
membentuk suatu konfigurasi kontekstual atau konfigurasi makna.
Hubungan
antara konteks kultural, konteks situasi, dan teks bahasa yang sedang
melaksanakan fungsi sosialnya dapat diilustrasikan seperti pada gambar berikut
ini.
Konfigurasi
kontekstual ini menentukan ekspresi (bentuk) dan makna kebahasaan (register) yang digunakan untuk
merealisasikan proses sosial. Medan (field)
merujuk pada suatu kejadian dengan lingkungannya, yang sering diekspresikan
dengan apa yang terjadi, kapan, di mana, dan bagaimana terjadinya. Pelibat (tenor) merupakan tipe partisipan yang
terlibat di dalam kejadian tersebut, status dan peran sosial yang dilakukan
oleh partisipan tersebut. Akhirnya, sarana (mode)
meliputi dua subaspek. Pertama, saluran (channel)
merupakan gaya bahasa yang digunakan untuk mengekspresikan kejadian tersebut.
Saluran ini meliputi aspek gaya bahasa yang digunakan untuk merealisasikan
kejadian tersebut (lisan atau tulis). Di samping itu, sarana juga meliputi
aspek medium yang digunakan untuk menyalurkan proses sosial tersebut. Medium
ini bisa berupa medium lisan atau tulis, medium audio, visual, atau audio-visual.
Jika digambarkan, konfigurasi ketiga aspek konteks situasi dapat dilihat pada gambar
berikut ini.
Post a Comment
Post a Comment