Kutipan Novel Bidadari Untuk Ikhwan

Post a Comment
“Akhi Khalid, antum sudah sholat dhuhur?” aku terbangun dari lamunanku saat Andi teman satu LDK (Lembaga Dakwah Kampus) menepuk pundakku.
“Akh, antum mengagetkan ana aja! Oh iya, ana belum sholat dhuhur nich!” aku menjawab sambil memakai tas ransel hitamku kembali, yang saat itu masih tergelatak dilantai.
“Akh, kalau gitu ayo kita kemasjid sekarang!” ajak Andi.
Aku hanya hanya menganggukkan kepala, sambil berdiri dan berjalan menuju masjid kampus yang jaraknya tidak begitu jauh dari fakultasku.
Hem, nikmat benar air wudhu yang membasahi kulit-kulitku ini. Terasa semua ringan dalam membasuh semua kotoran-kotoran dunia. Iqhomat sudah mengumandang, tanda sholat akan dimulai.
“Benar-benar cantik, wanita tadi! Siapa dia? Aku baru melihatnya sekarang!” lamunku.
“Allahu Akbar!” aku tersentak saat Imam mengucapkan takbir rukuk.
“Masya’ Allah, aku sedang sholat!” sertamerta pun aku langsung membuang jauh-jauh pikiran yang telah menjauhkan aku dari kekhusyu’anku dalam sholat.
***
Kebutuhan rohaniku telah aku laksanakan, sekarang waktunya untuk kebutuhan jasad ini. Dholim, jika aku mengacuhkan kebutuhan tubuh ini.
“Akhi, antum sudah makan?” tanyaku pada Ridwan teman satu LDK, yang sedang duduk-duduk diserambi masjid.
“Ana, belum makan Akh! Kenapa, mau ngajak makan? Tapi ingat Akh, ana kalau makan nggak suka kalau dikantin kampus kita ini!” ucap Ridwan aku tersenyum sambil mengatakan “nggak suka, apa kemahalan?”
“hehehe, antum sudah tahu rahasianya yach!” Ridwan mengatakan sambil tertawa
“Kita kan sama-sama mahasiswa, tahulah yang dipikirkan! dan kita kan Al-Ikhwan (saudara)! Jadi kita harus lebih mengetahui keadaan saudaranya sendiri!” kataku sambal bernada sok mengejek
Ridwan tertawa sambil mengatakan “antum ini, ada-ada saja! Benar juga, kita Al-Ikhwan
(saudara) jadi harus lebih tahu! Sekarang, Antum harus tahu kalau ana lagi boke’! Jadi antum harus mentraktir ana!”
 “Akh, antum! kapan punya uangnya? Boke’ kok terus! Ok lah, sekarang ana traktir” kataku sambil tertawa dan mengajak Ridwan disebuah warung. Tentunya yang murah dan enak.
***
Hem, sepi sekali dikontrakan! Mungkin teman-teman masih ngisih kajian atau mengikuti kajian pikirku dalam hati. Aku merogoh saku celana, mencari kunci kontrakan. “Ini dia!” kataku. Aku buka pintu sambil berucap salam, tetap tidak ada yang menjawab salamku. Mungkin memang teman-teman masih aktif dalam kegiatan masing-masing. Biasanya kalau jam-jam tidur siang ini, teman-teman masih lebih aktif untuk berdakwah. Biasanya Yanto, Deni, Heri dan Samsul selalu pulang sore, karena banyaknya aktifitas di SKI (Sie Kerohanian Islam) fakultas mereka. Alhamdulillah kegiatanku sekarang sudah tidak sepadat seperti mereka, mungkin teman-teman mengerti kalau aku sekarang lebih
disibukkan rencana untuk mengerjakan skripsi. Sehingga amanah-amanah dakwah, tidak begitu banyak dibebankan kepadaku. Dulu, saat masih banyak-banyaknya aktifitas dakwahku. Aku banyak sekali mempunyai binaan, mulai dari kajian anak-anak SD, SMP,SMA, anak-anak jalanan sampai kajian para preman yang sudah tobat. Tapi alhamdulillah sekarang lebih berkurang, sekarang aku hanya mengisi kajian ditempat para preman saja.

Pernah suatu hari, aku meminta tolong teman-teman untuk mengisi kajian para preman. Ternyata teman-teman banyak yang belum siap untuk mengembangkan dakwahdikalangan para preman. Sehingga kajian untuk para preman, masih tetap aku yang mengisi. Memang sangat unik sekali saat bertemu dengan preman-preman itu, saat-saat pertama mengenal mereka. Entah apa yang membuat para preman ini sadar, akan pentingnya mengenal Islam lebih dalam. Perjumpaan yang sangat unik, saat aku selesai mengisi kajian ditempat anak-anak yang kurang beruntung, aku berjalan sendirian diperkampungan kumuh itu.
Disebuah pinggiran kali, aku berpapasan dengan tiga para preman. Mereka melihatku dengan tatapan yang tajam, seakan aku adalah mangsa yang siap untuk diterkam, dan tentunya sangat lezat. Jantungku berdetak kencang, aku merasakan ketakutan saat berhadapan dengan para preman. Tak pelak aku pun beristikfar dalam hati dan meminta perlindungan kepada sang Maha pelindung. “Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya, karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman (Ali Imran 175).” Aku teringat dengan apa yang difirmankan Allah, sungguh dahsyat apa yang kurasakan setelah mengingat Ali Imran ayat 175. Tubuhku seakan siap menjadi tentara Allah yang akan menghadang para segerombolan kaum Bani Israil.
“Hai kamu! Kesini” teriak salah satu preman itu, memanggilku.
Dengan santai aku pun mendatangi ketiga preman itu “ada apa Bang?” jawabku.
(.................)

Postingan Terkait

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter