Chairil
Anwar merupakan salah satu penyair yang cukup terkenal di Indonesia. Penyair
yang dilahirkan di Medan, 26 Juli 1922. Ia merupakan putra dari Toeloes (ayah)
dan Saleha (Ibu). Ayahnya pernah menjabat sebagai Bupati Kabupaten Inderagiri,
Riau. Sedangkan ibunya berasal dari Situjug, Limapuluh Kota. Ia masih punya
pertalian kerabat dengan Soetan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia. Ia merupakan
anak tunggal dari pasangan tersebut. Sebagai anak tunggal yang biasanya selalu
dimanjakan oleh orang tuanya, namun Chairil Anwar tidak mengalami hal tersebut.
Bahkan ia dibesarkan dalam keluarga yang terbilang tidak baik. Kedua orang
tuanya bercerai, dan ayahnya menikah lagi. Chairil lahir dan dibesarkan di Medan.
Pada saat ia masih kecil, Nenek Chairil Anwar merupakan teman akrab yang cukup
mengesankan dalam hidupnya. Kepedihan mendalam yang ia alami pada saat neneknya
meninggal dunia.
Pada
saat Chairil Anwar berusia 19 tahun, ia pindah ke Batavia ( Jakarta) bersama
dengan ibunya pada tahun 1940. Pada saat itu ia mulai kenal dan serius
menggeluti dunia sastra. Puisi pertama yang telah ia publikasikan, yaitu pada
tahun 1942. Chairil terus menulis berbagai puisi. Puisinya memiliki berbagai
macam tema, mulai dari pemberontakan, kematian, individualisme, dan
eksistensialisme. Nama Chairil Anwar mulai terkenal dalam dunia sastra setelah
pemuatan tulisannya di “Majalah Nisan” pada tahun 1942, pada saat itu dia
berusia dua puluh tahun. Namun, saat pertama kali mengirimkan puisi-puisinya di
"Majalah Pandji" untuk dimuat, banyak yang ditolak karena dianggap
terlalu individualistis. Hampir semua puisi-puisi yang dia tulis merujuk pada
kematian. Puisinya beredar di atas kertas murah selama masa pendudukan Jepang
di Indonesia yang tidak diterbitkan hingga tahun 1945.
Chairil
Anwar mulai terkenal dalam dunia sastra setelah pemuatan tulisannya di Majalah
Nisan pada tahun 1942, saat itu ia baru berusia 20 tahun. Ia juga dikenal
sebagai “Si Binatang Jalang” dalam karya-nya, yaitu "Aku". Ia
telah menulis sebanyak 94 karya, termasuk 70 puisi. Bersama Asrul Sani dan
Rivai Apin, ia dinobatkan oleh H.B. Jassin sebagai pelopor Angkatan '45
sekaligus puisi modern Indonesia. Chairil Anwar bersekolah di
Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi
pada masa penjajahan Belanda. Dia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah menengah pertama Hindia Belanda,
tetapi dia keluar sebelum lulus. Dia mulai menulis puisi ketika remaja, tetapi
tidak satupun puisi yang berhasil ia buat yang sesuai dengan keinginannya. Meskipun
tidak dapat menyelesaikan sekolahnya, ia dapat menguasai berbagai bahasa asing
seperti Inggris, Belanda, dan Jerman. Ia juga mengisi jam-jamnya dengan
membaca karya-karya pengarang internasional ternama, seperti: Rainer Maria
Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, Hendrik Marsman, J. Slaurhoff, dan Edgar
du Perron. Penulis-penulis tersebut sangat memengaruhi tulisannya dan secara
tidak langsung terhadap tatanan kesusasteraan Indonesia.
Ketika
menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta, Chairil jatuh cinta kepada Sri Ayati
tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk
mengungkapkannya. Kemudian ia memutuskan untuk menikah dengan Hapsah Wiraredja
pada 6 Agustus 1946. Mereka dikaruniai seorang putri bernama Evawani Alissa,
namun karena masalah kesulitan ekonomi, mereka berdua akhirnya bercerai pada
akhir tahun 1948.
Kumpulan
puisinya antara lain: Kerikil Tajam dan yang Terampas dan yang Putus (1949);
Deru Campur Debu (1949), Tiga Menguak Takdir (1950 bersama Seniman Pelopor
Angkatan 45 Asrul Sani dan Rivai Apin), Aku Ini Binatang Jalang (1986), Koleksi
sajak 1942-1949", diedit oleh Pamusuk Eneste, kata penutup oleh Sapardi
Djoko Damono (1986); Derai-derai Cemara (1998). Buku kumpulan puisinya
diterbitkan Gramedia berjudul Aku ini Binatang Jalang (1986). Salah satu
puisinya yang paling terkenal dan sering dideklamasikan berjudul Aku ("Aku
mau hidup Seribu Tahun lagi!"). Selain menulis puisi, ia juga
menerjemahkan karya sastra asing ke dalam bahasa Indonesia. Dia juga pernah
menjadi redaktur ruang budaya Siasat "Gelanggang" dan Gema Suasana.
Dia juga mendirikan "Gelanggang Seniman Merdeka" pada tahun 1946.
Karya-karya
terjemahannya adalah: Pulanglah Dia Si Anak Hilang (1948, Andre Gide); Kena
Gempur (1951, John Steinbeck). Karya-karyanya yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris, Jerman dan Spanyol antara lain “Sharp gravel, Indonesian
poems”, oleh Donna M. Dickinson (Berkeley, California, 1960); “Cuatro poemas
indonesios, Amir Hamzah, Chairil Anwar, Walujati” (Madrid: Palma de Mallorca,
1962); Chairil Anwar: Selected Poems oleh Burton Raffel dan Nurdin Salam (New
York, New Directions, 1963); “Only Dust: Three Modern Indonesian Poets”, oleh
Ulli Beier (Port Moresby [New Guinea]: Papua Pocket Poets, 1969).
Post a Comment
Post a Comment