Biografi Sanusi Pane. Sanusi pane merupakan salah satu
penyair dari Indonesia. Ia dilahirkan di Muara Sipongi, Tapanuli, pada tanggal
14 Mei 1905. Ia meninggal di Jakarta pada tanggal 2 Juni
1968. Ia adalah kakak kandung Armijn Pane. Ia menuangkan ide-ide dalam
sajak-sajak dan karangan-karangannya. Ia sangat tertarik dengan kebudayaan dan
mistik, khususnya kebudayaan India dan kebudayaan Jawa. Pada tahun 1928 ia
berangkat ke tanah Hindu. Di negara tersebut ia menulis sajak-sajak dengan
dengan baik yang kemudian diterbitkan dengan judul Madah Kelana (1931). Setelah
ia kembali ke Indonesia, ia menerbitkan dan memimpin majalah Timboel edisi
bahasa Indonesia, aktif menulis dalam Poedjangga Baroe, terutama
karangan-karangan tentang sejarah, kebudayaan dan filsafat.
Sanusi Pane menempuh pendidikan
formal di sekolah HIS dan ELS di Padang Sidempuan, Sumatera Utara.
Pendidikannya dilanjutkan di MULO, Padang dan Jakarta, yang diselesaikannya
tahun 1922. Ia lalu melanjutkan studi ke Kweekschool (sekolah guru) di Gunung
Sahari. Ia menyelesaikan studinya pada tahun 1925. Kemudian ia mengajar di
sekolah tersebut, sebelum dipindahkan ke Lembang dan menjadi HIK. Ia juga
sempat kuliah di Rechtshogeschool dan mempelajari Ontologi. Pada antara tahun
1929-1930, ia mempunyai kesempatan mengunjungi negara India, yang selanjutnya
akan berpengaruh besar terhadap pandangan kesusastraannya.
Sajak-sajaknya mempunyai makna yang sangat dalam, meski
dalam beberapa hal iapun bisa pula riang-riangan. Persoalan-persoalan hidupnya
sendiri, bangsanya, dijadikannya persoalan semesta lambang dari manusia yang
mencari bahagia. Di antara para penyair sebelum perang, Sanusi adalah yang
terbesar dan penuh kesungguhan. Sajaknya Sijwa Nataradja adalah salah
sebuah sajak besar yang pernah ditulis dalam bahasa Indonesia. Karangan-karangannya
ialah:
Pantjaran
Tjinta (1926)
Puspa
Mega(1927)
Madah
Kelana (1931)
Kertadjaja (1932)
Sandhyakala
ning Majapahit(1933)
Manusia
Baru (1940)
Selain itu, iapun menulis dua buah sandiwara dalam
bahasa Belanda: Airlangga(1928) dan Eenzame Garoedavlucht (1929).
Dalam karyanya, Manusia Baruyang mengambil tempat berlakunya di India,
semua sandiwara-sandiwara Sanusi berdasarkan sejarah jaman Hindu di Jawa. Dia
memang mempunyai minat yang serius terhadap penulisan sejarah nasional
Indonesia. Ia menulis Sejarah Indonesia (1942) yang dilengkapkan enam
tahun kemudian (1948) dan Indonesia Sepanjang Masa (1952) yang
merupakan kritik terhadap cara penulisan sejarah Indonesia hingga saat itu.
Tahun 1934 ia memimpin Perguruan Rakyat di Jakarta dan
aktif dalam jurnalistik antaranya menjadi pemimpin harian Kebangunan,lalu
menjadi kepala pengarang pada Sidang Pengarang Balai Pustaka. Pada
masa inilah ia ikut dalam polemik mengenai masalah kebudayaan dengan Sutan
Takdir Alisjahbana, Dr. Soetomo, Poerbatjaraka, dan lain-lainnya.
Post a Comment
Post a Comment