Penilaian dalam Kritik Sastra

Post a Comment
paham kritik sastra

Beberapa paham penilaian dalam dunia kritik sastra. Pada dasarnya ada 3 (tiga) macam paham penilaian: 
1. Relativisme (Critical Relativism).
Paham relativisme beranggapan bahwa nilai suatu cipta sastra itu bergantung kepada masa cipta sastra itu diterbitkan dan kemudian tidak dimungkinkan adanya penilaian lagi. "That aesthetic value is not inherent in the work, but dependent upon the approval of an individual, social group, historical period, or culture". Jadi penilaiannya yang relatif berlaku pada suatu tempat dan zaman tertentu dianggap berlaku untuk umum di segala tempat dan jaman.

2. Absolutisme (Critical Absolutism).
Paham absolutisme berusaha menilai suatu cipta sastra berdasarkan norma-norma di luar cipta sastra yang umumnya bersifat dogmatis, misalnya berdasarkan paham politik, ukuran-ukuran moral, atau aliran-aliran tertentu yang berdasar pandangan yang sempit. Paham ini menilai suatu cipta sastra tidak hakekat dan fungsi sastra, melainkan berdasar ukuran-ukuran di luar cipta sastra yang sifatnya (absolut/ mutlak), seperti misalnya ukuran yang dipakai kaum Humanis baru, Marxis dan Neo-Thomisdi Eropa. Di Indonesia paham ini dikembangkan oleh golongan Lekra, suatu lembaga kebudayaan yang bernaung di bawah Partai Komunis Indonesia, suatu partai yang sudah dibubarkan dengan Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966. Dengan paham penilaian ini sastra Indonesia pernah diributkan dengan usaha "mengganyang" puisi-puisi Chairil Anwar dan roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wyek karangan Hamka, Lekra bersemboyan "politik adalah panglima", artinya segala bentuk kegiatan kebudayaan harus mengabdi kepada kepentingan politik, yaitu politik komunisme.

Baik absolut maupun relativisme kedua-duanya merupakan paham penulisan yang banyak mengandung kelemahan, "Relativism reduces the history of leterature to a series of discrete and hence discontinuous fragments, while most absolutism serve either only a passing present day situation or are based on some abstract non-literary ideal unjust to the historical variety of literature".

3. Perspektivisme (Critical Perspectivism)
Paham penilaian perspektivisme berusaha menganalisis sesuatu cipta sastra dari berbagai sudut pandang atau dari berbagai aspek. Paham ini beranggapan bahwa suatu cipta sastra itu mempunyai sifat abadi (eternal) dan historis (historical). Abadi dalam memiliki suatu ciri yang tertentu dan historis dalam arti cita sastra itu telah melewati suatu perkembangan yang dapat diruntut. Perspektivisme memungkinkan tiap periode atau tiap zaman untuk memberikan suatu penilaian terhadap suatu cipta sastra, sehingga dengan demikian akan nampak masa-masa perkembangan yang telah dilalui oleh cipta sastra itu. Perspektivisme mengakui nilai suatu cipta sastra pada masa terbitnya, pada masa-masa yang telah dilalui dan pada masa sekarang. Mungkin suatu cipta sastra dipandang bernilai pada masa terbitnya, akan tetapi kemudian dipandang kurang bernilai pada masa-masa berikutnya atau dapat juga terjadi yang sebaliknya. Puisi-puisi Chairil Anwar pada pertama kali disiarkan banyak dikecam orang sebagai “puisi liar”, akan tetapi pada masa-masa berikutnya diyakini orang sebagai puisi yang tinggi nilainya.

Di antara ketiga paham penilaian itu maka perspektivismelah yang paling tepat, oleh karena itu berusaha menilai suatu cipta sastra dari berbagai sudut dan berdasarkan cipta sastra itu sendiri sesuai dengan hakekat dan fungsinya.

Postingan Terkait

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter