Aspek-Aspek Kritik Sastra (Bagian 1)

Post a Comment
aspek kritik sastra

  Sebuah karya sastra, sebagaimana setiap karya seni lainnya, merupakan suatu kebulatan yang utuh, khas, dan berdiri sendiri. Pertama kritik sastra merupakan satu dunia keindahan dalam wujud bahasa yang dari dirinya sendiri telah dipenuhi dengan kehidupan dan realitas. Kedua kritis sastra juga merupakan satu fenomena atau gejala sejarah - yakni sebagai hasil karya seseorang seniman tertentu, dari aliran tertentu, jaman tertentu dan kebudaaan tertentu pula yang tidak lepas dari rangkaian sejarah. Kemudian ketiga kritik sastra merupakan satu pengejawantahan gaya yang juga dimiliki oleh karya-karya lain dari seniman itu, di samping juga gaya yang menandai karya-karya lain termasuk aliran, zaman dan kebudayaan yang sama dengan karya tersebut. Akhirnya karya sastra, sebagaimanajuga setiap karya seni lain, berbeda-beda tingkat pencapaiannya sebagai karya seni, begitu pula tentang kebenaran dan arti kepentingannya. Tegasnya setiap karya mempunyai tingkatnya tersendiri dalam hal kesempurnaan, punya ukurannya tersendiri tentang kebenaran atau kepalsuannya serta keagungan ataupun keremehannya.

 Karenanya setiap kritikus yang cakap pastilah akan memperhatikan ketiga aspek daripada setiap karya sastra tersebut. (Dan sebenarnva begitulah pula hendaknya setiap pembaca biasa. Hanya saja hal ini akan tergantung pada tingkat ketajaman perasaan hatinya. Dan tentu tingkat sistematiknya pastilah akan lebih rendah, dan secara historisnya tentu akan kaku sifatnya). Ia menangkap kepribadian karya itu di dalam kepenuhan keistimewaannva lewat sebuah rekreasi artistik yang disebabkan oleh halusnya perasaan hatinya. Tetapi untuk mengadakan rekreasi itu dia harus tahu "bahasa" yang dipergunakan oleh seniman itu. Ini berarti menuntut adanva suatu keakraban dengan jenis-jenis gaya daripada komposisi serta latar belakang tentang kebudayaannva. Tetapi Suatu rekreasi yang berorientasi historis itu secara mutlak menuntut suatu jawaban kritis. Yakni jawaban yang berarti pengkajian terhadap karya tersebut dengan mengingat baik terhadap kadar seninya maupun pada kebenaran serta arti rohaninya. Karenanya kritik sastra pun memiliki tiga aspek pula, yakni aspek historis, aspek rekreatif dan aspek penghakiman. Masing-masing aspek berhubungan sejalan dengan aspek-aspek yang terdapat pada karya sastra itu. Kritik historis berhubungan dengan watak dan orientasi historisnya; Kritik rekreatif berhubungan dengan kepribadian artistiknya yang istimewa, dan kritik penghakiman berhubungan dengan nilai atau kadar artistiknya. Aspek-aspek kritik ini sepenuhnya merupakan faktor-faktor persyaratan bagi satu proses organis. Hubungan antara aspek yang satu dengan aspek yang lainnya jelaslah bahwa bersifat analog (sejalan dengan hubungan yang terdapat pada gaya, kepribadian dan nilai di dalam setiap karya sastra).

Karena hubungan masing-masing aspek kritik bersifat analog dengan hubungan masing-masing aspek di dalam karya, maka dengan sendirinya masing-masing aspek punya tugas jalinan tersendiri di antara wawasan dan karyanya. Kritik historis secara khusus mempunyai tugas untuk mencari dan menentukan hakekat dan ketajaman pengungkapan karya itu di dalam jalinan historisnya. Di satu pihak menyangkut keaslian teks dan dokumen, dan di lain pihak menyangkut penafsiran yang didasarkan atas macam-macam alat yang bisa diperoleh yang sifatnya biografis, sosial, budaya dan lain sebagainya. Hanya dengan demikianlah, pada hemat kami, orang bisa mengharap untuk menangkap apa yang oleh penulis atau penciptanya mau diungkapkan dan bisa menafsirkan pula hasrat kemauan itu berdasarkan minat-minat pengarang itu sendiri serta latar belakang budayanya.

Kemudian kritik rekreatif tugas khususnya adalah, dengan daya angan-angannya lewat jawaban artistik yang telah dihasilkan oleh kehalusan hatinya, menemukan apa yang telah diungkapkan oleh pengarang itu dengan benar-benar berhasil di dalam satu bentuk karya tertentu. Sudah barang tentu seorang kritikus yang tidak mengabaikan segi rekreatif daripada kritik, akan - dan memang sudah selayaknya pula menghubungkan apa yang ditangkapnya itu dengan minat-minat dan kebutuhan-kebutuhan diri pribadinya sendiri. Tetapi hal ini tidaklah bersifat integral dengan kritik rekreatif itu. Hal itu hanya dilakukan sejauh masih secara positif turut menentukan pengertian kritikus itu tentang karya tersebut dan isi yang diungkapkannya.

Sebagai catatan harap diperhatikan bahwa awalan re- dalam istilah kami di sini perlu secara mutlak disadari artinya, karenanya tidak dapat dihubungkan hingga kata rekreatif ataupun rekreasi itu menjelma menjadi istilah yang oleh orang modern diartikan sebagai "pemulihan tenaga dan penyegaran kembali" seperti dalam kalimat: "Selama waktu rekreasi para mahasiswa bermain bridge, sepakbola, tenis meja dan ada pula yang cuma duduk-duduk bergurauan di bawah pohon di halaman asrama." Atau "Di dalam pendidikan Indonesia di jaman kuno rekreasi sama sekali tidak mendapat tempat, tetapi di jaman sekarang ini rekreasi sudah disadari kepentingannya, karena baik tenaga rohani maupun jasmani memang tidak dapat dipaksa untuk terus bertekun tanpa henti-hentinya."

Postingan Terkait

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter