Penghakiman itu sebenarnya boleh dipandang sebagai
titik kulminasi kritik, hasil-hasil usaha itu bukannya tertunda sampai
fungsi-fungsi historis dan rekreatif itu bisa diselesaikan secara lengkap.
Sebenarnya sudah mengadakan pengkajian terhadap obyek perenungan artistik itu
sejak pada awal permulaan. Manusia, di dalam sekalian tindak dan pikirannya,
tidak pernah bisa lepas dari sifat-sifatnya yang normatif. Begitu orang
dihadapkan pada apa yang disebutnya karya sastra pastilah secara serta merta
orang mengadakan penilaian. Entah bagaimanapun juga bentuk penilaian itu pada
tingkat permulaan toh sudah termasuk tindak penghakiman juga, meskipun kemudian
penghakiman itu masih harus diperbaharui dan diubah berulang kali, karena
adanya kesaksian-kesaksian dan penemuan-penemuan historis dan rekreatif yang
baru. Sifat normatif ini bukan hanya merupakan hal yang tidak dapat dielakkan
tetapi merupakan suatu sifat hakiki daripada setiap penyelidikan historis yang
berfaedah dan bagi rekreasi artistik yang kaya. Setiap orang sudah maklum
bahwasanya setiap penyelidikan yang tidak dibimbing oleh pengertian tentang
nilai dan ukuran-ukuran, yakni penyelidikan yang sama sekali mengabaikan
perspektif normatif tentulah akan menjelma menjadi ramuan tetek-bengek yang
tidak berarti. Penyelidikan historis yang penting, di dalam bidang sastra dan
seni lainnya, haruslah dibimbing oleh ketentuan-ketentuan normatif bila benar-benar
mau mencari hasil yang berarti. Sebaliknya suatu usaha rekreasi artistik tidak
akan lebih daripada suatu permainan iseng bila kadar artistik, kebenaran dan
arti kepentingannya sama sekali tidak diketahuinya.
Karenanya kritikus yang ideal dan cakap, adalah
seorang kritikus yang tajam baik dalam orientasi historis maupun dalam
melakukan rekreasinya serta pengkajian terhadapnya. Dan secara tegas bahwa
tidak ada seorang kritikus pun yang bisa bekerja tanpa mengetahui salah satu
aspek dari wawasan tersebut. Tetapi harus diakui pula bahwa dalam melakukan
tugasnya itu tak ada seorang kritikus pun yang mampu bertindak secara harmonis
mengenai ketiga aspek tersebut. Kecenderungan untuk memberatkan salah satu
aspeknya memang harus diakui sebagai suatu kenyataan. Dan kecenderungan ini
disebabkan oleh temperamen dan latihan-latihannya. Itu berarti bahwa di dalam
menjalankan tugasnya sering minat dan pikirannya tertaut terlalu keras pada
beberapa media saja. Minat dan kecakapan yang terlalu menyibukinya dan
menunjukkan adanya pengaruh daripada aliran-aliran besar yang berpengaruh di
dalam bidang kebudayaan. Jadi aliran-aliran besar itu timbul hanya disebabkan
oleh adanya perbedaan aspek yang dipentingkan dalam pendekatan kearah karya.
Dan ini merupakan suatu gejala sejarah. Memang harus diakui bahwa ada aliran-aliran
besar yang bisa bertahan sampai lama, bahkan berabad-abad, tetapi pastilah
aliran itu pada suatu jaman pernah memainkan peranan yang luar biasa pentingnya
di dalam sejarah.
Wawasan aliran neo-klasik di dalam kebudayaan Eropa,
misalnya, sangat mengutamakan penghakiman dan bersifat khas karena adanya
kesetiaan yang besar pada prinsip-prinsip Aristoteles sebagaimana dicantumkan
di dalam Poetics (Poelica). Aliran ini berkembang dan memainkan peranan utama
pada abad XVII dan XVIII. Sebaliknya wawasan aliran romantik sangat
mengutamakan segi rekreatif. Aliran ini ditandai oleh minat yang besar terhadap
kegeniusan yang asli-orisinal, oleh adanya suatu sikap tentang kadar artistik
yang tidak bisa dipaparkan secara konseptual dan oleh sikap dan kepercayaan
terhadap tangkapan artistik yang bersifat intuitif. Aliran ini merupakan aliran
utama yang melanda paruhan pertama abad XIX. Dan akhirnya tokoh-tokoh kenamaan
dalam bidang historis sastra dan seni semakin besar pengaruhnya sejak paruhan
kedua abad XIX. Dan sampai sekarang wawasan aliran historis ini merupakan pendekatan
yang kuat dalam kritik sastra modern. Aliran-aliran besar ini timbulnya hanya
karena perbedaan tekanan yang diutamakan. Maka dengan sendirinya tokoh
masing-masing aliran itu berbeda-beda di dalam praktek penerapan ketiga aspek
tersebut. Betapa pun besarnya tokoh kritikus dalam suatu aliran dan suatu
jaman, pastilah sedikit banyak ditandai oleh suatu pencerminan iklim
intelektual dari suatu jaman dan kebudayaan dan menunjukkan juga adanya
hubungan tertentu dengan salah satu aliran kritik yang terbesar.
Di dalam suatu wawasan tidak perlulah orang secara
eksplisit mengadakan suatu pembagian tentang adanya ketiga aspek wawasan sesuai
dengan aspek karya sastra itu. Yang perlu dipegang teguh hanyalah kesadaran
adanya satu hubungan yang jalin-menjalin di antara ketiga aspek itu, hingga
setiap wawasan sastra yang bersifat utuh dan menyeluruh dan tidak
terpenggal-penggal mestilah merupakan paduan daripada ketiga aspek tersebut.
"Bagaimana" proses terjadinya suatu kritik
itu?. Ada suatu perbedaan urutan di dalam proses itu, sebab urutan logisnya berbeda
dengan urutan secara psikologis. Urutan logis mengatakan bahwa setiap penyelidikan
historis haruslah mendahului kegiatan rekreatif (ini merupakan satu syarat meski
belum merupakan seluruh syarat-syaratnya), sebab setiap karya terutama sekali kalau
karya itu berasal dari jaman dan kebudayaan lain, sama sekali tidak akan
mungkin ditangkap artinya tanpa suatu orientasi historis.
Tetapi, sebaliknya, rekreasi merupakan syarat penting,
meskipun bukan syarat satu-satunya yang sudah menyeluruh, bagi suatu pengkajian
karya; yang bisa dipertimbangkan secara berarti itu hanyalah karya yang
hakekatnya sudah bisa ditangkap secara rekreatif. Tetapi bidang psikologis
kiranya akan membalik urutan tersebut, sebab biasanya orang mendapat kesukaran
untuk mengadakan suatu rekreasi terhadap apa yang secara sepintas kilas telah
membangkitkan minat dan dorongan artistiknya - yaitu mengadakan pengkajian
dalam taraf permulaan, senang atau tidaknya. Dan penyelidikan historis tentang
realitas itu biasanya justru karena didorong oleh suatu keinginan untuk
menangkap secara memadai apa yang sebenarnya sudah diciptakannya kembali sudah
dinikmatinya tetapi hanya secara sebagian saja (belum menyeluruh dan teliti).
Post a Comment
Post a Comment