Analisis Unsur Intrinsik Novel Negeri 5 Menara (Pendahuluan)

Post a Comment


negeri 5 menara

BAB I . PENDAHULUAN
  A.   Latar Belakang
 Novel karya A. fuadi ini merupakan salah satu novel yang memiliki sisi realita kehidupan yang menarik. Novel yang berlatar belakang tentang mimpi para santri yang didukung dengan keyakinannya dengan mantra “man jadda wajada” sangat inspiratif bagi pembacanya. Novel ini juga mengisahkan bagaimana dan seperti apa kehidupan yang terdapat di sebuah pesantren yakni pondok Pesantren Madani. Kehidupan pesantren yang penuh dengan aturan, haruslah dilaksanakan dan jika diketahui terdapat pelanggaran sedikit saja, maka pelanggar akan dihukum. 
Dari gambaran-gambaran cerita yang terdapat dalam novel tersebut, tentunya terdapat tokoh - tokoh yang ingin disampaikan oleh pengarang dengan memberikan pesan-pesan yang terkandung dalam novel tersebut..Setelah membaca novel ini, pembaca akan merasakan suatu kepuasan, dan dapat mengaplikasikan pesan dalam novel negeri 5 menara ini dalam kehidupannya sehari-hari. Kajian mengenai amanat ini adalah suatu konsep pemahaman novel negeri 5 menara, yang memudahkan pembaca dalam memahami amanat yang terkandung dalam novel karya A. Fuadi ini.

  B.   Rumusan Masalah
1.      Apa saja unsur intrinsik yang terdapat dalam novel “ Negeri 5 Menara ‘’?


  C.   Manfaat
1.         Dapat meningkatkan kemampuan membaca.
2.         Dapat memberikan kepekaan dalam menganalisis novel-novel lainnya.
3.         Sebagai latihan dalam menjalankan suatu proses pembelajaran.


Sinopsis Novel Negeri 5 Menara
Alif adalah seseorang yang berasal dari keluarga yang sederhana, namun masih memiliki darah ulama dari ibunya. Ia adalah putra minangkabau yang lulus dari madrasah tsanawiyah dengan nilai yang lumayan membanggakan, ia menduduki nilai terbaik sepuluh besar. Ia memiliki cita-cita yang tinggi, ia menginginkan menjadi seseorang yang berintelektual tinggi seperti habibie. Ia sangat mengidolakan tokoh tersebut, sehingga ia sangat menginginkan melanjutkan studinya ke tingkat SMA. Ia ingin mempelajari ilmu non agama, setelah tiga tahun ia berkecimpung di madrasah tsanawiyahnya, untuk mempelajari ilmu agama dan ilmu non agama. Namun, kali ini ia menginginkan sekolah yang benar-benar murni mempelajari keilmuan umum. Akan tetapi, sang Ibu menginginkan putranya itu meneruskan darah keulamaannya. Ibunya menyuruhnya agar mondok saja, untuk lebih mendalami ilmu agama, karena ia menginginkan putranya menjadi seorang pemimpin agama seperti Buya Hamka. Pada awalnya Alif menolak keinginan ibunya itu, sampai-sampai ia mengurung diri di kamarnya untuk beberapa hari, namun akhirnya ia berpikir percuma saja malawan orang tua. Ia memutuskan untuk menyetujui kemauan Ibunya, ia memilih pondok pesantren madani sebagai tempatnya menimba ilmu yang terletak di jawa. Awalnya ini hanyalah akal-akalannya saja, ia memilih pondok yang jauh, agar orang tuanya menyetujuinya untuk bersekolah di SMA Minagkabau bersama teman-temannya. Akan tetapi kedua orang tuanya malah mengiyakannya.
Alif pun ditemani ayahnya mendaftar ke PM, dan ternyata ia diterima di PM. Pada awal proses perkenalan di sekolah, ia takjub dengan mantra ampuh yang diyakini ampuh yakni “ manjadda wa jada” yang berarti “siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil. Di rumah barunya ini, ia bertemu dengan beberapa kawanan yang berasal dari berbagai penjuru Indonesia, mereka adalah Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari bandung, dan Baso dari Gowa. Dari perkenalan pada awal sekolah di PM berlangsung, membawa enam putra daerah tersebut menjadi sahabat yang karib. Banyak pengalaman yang mereka lalui bersama-sama, mulai dari dihukum oleh kakak angkatannya dengan jeweran berantai, hingga pengalaman menjadi penjaga malam, karena PM di satroni maling.
Mereka biasa menunggu maghrib tiba, dengan menghabiskan waktu di masjid. Tepat di menara masjid para kawanan tersebut menengadah keatas, memperhatikan awan, dan membayangkan awan-awan itu menjelma menjadi benua dan Negara impian mereka masing-masing. Dari hal tersebut, mereka disebut sebagai :para sahibul menara”. Prinsip mereka, jangan pernah meremehkan impian dan cita-cita meskipun setinggi apapun, karena Tuhan maha mendengar. Keyakinan mereka atas kekuasaan Tuhan akhirnya terbukti, mereka mencapai cita citanya untuk ke negeri impian masing-masing. Atang di kairo, Baso yang akhirnya di mekah, Raja, Alif dan Said di Washington DC, London.

Postingan Terkait

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter