Jika bahasa sudah baku atau standar,
baik yang ditetapkan secara resmi lewat surat putusan pejabat pemerintah atau
maklumat, maupun yang diterima berdasarkan kesepakatan umum dan yang wujudnya
dapat kita saksikan pada praktik pengajaran bahasa pada khalayak, maka dapat
dengan lebih mudah dibuat pembedaan antara bahasa yang benar dengan yang tidak.
Pemakaian bahasa yang yang mengikuti kaidah yang dibakukan atau yang dianggap
baku itulah yang merupakan bahasa yang
benar. Selain itu, bahasa juga akan membuahkan efek atau hasil karena
serasi dengan peristiwa atau keadaan yang dihadapinya. Seseorang yang
berhadapan dengan sejumlah lingkungan hidup harus memilih salah satu ragam yang
cocok dengan situasi tertentu. Pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi menurut golongan
penutur dan jenis pemakaian bahasa itulah yang disebut bahasa yang baik atau tepat.
Bahasa
yag harus mengenai sasarannya tidak selalu perlu beragam baku. Dalam tawar
menawar di pasar, misalnya, pemakaian ragam baku akan menimbulkan kegelian,
keheranan, atau kecurigaan. Akan sangat ganjil jika dalam tawar menawar dengan
tukang sayur atau tukang becak, kita memakai bahasa baku:
1. Berapakah
Ibu mau menjual bayam ini?
2. Apakah
abang becak bersedia mengantar saya ke pasar Tanah Abang dan Berapa harganya?
Contoh
di atas adalah contoh bahasa Indonesia yang baku dan benar, tetapi tidak baik
dan tidak efektif karena tidak cocok dengan situasi pemakaian kalimat-kalimat
itu. Untuk situasi seperti di atas, kalimat 3 dan 4 berikut akan lebih tepat.
3. Berapa
nih, Bu, bayamnya?
4.
Ke pasar Tanah
Abang, Bang. Berapa?
Anjuran
bagi kita untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dapat
diartikan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan yang di
samping itu mengikuti kaidah bahasa yang benar.
Post a Comment
Post a Comment