"Yeaahhh…..yeaahhh" itulah kata kata yang
terucap dari bibirku setelah tulisan lulus menghiasi kertas pengumuman ujian
nasionalku.Tak lupa aku panjatkan syukur kepada Tuhan yang telah memberikan
berkah ini. Sontak aku langsung sujud di halaman sekolah dengan beralaskan
rumput hijau yang tertata rapi memperindah suasana sekolah ini. Teman yang
lain juga bersujud syukur kepada Yang Maha Kuasa.’’Sungguh hari yang sempurna
buat diriku , karena dengan ini aku telah menyelesaikan sekolahku dengan
pakaian seragam abu-abuku’’dalam batinku. Kini aku harus melanjutkan ke
jenjang perguruan tinggi , karena aku harus menggapai cita – citaku yang ingin
menjadi akuntan. Ini adalah impianku semasa kecil yang aku idam – idamkan
sampai sekarang. Akupun mulai mendaftar ke beberapa perguruan tinggi negeri
dengan mengambil jurusan akuntansi.
Sekitar satu minggu setelah pendaftaran , kini aku
akan berangkat ke jogja untuk megikuti tes seleksi penerimaan mahasiswa baru
di salah satu perguruan tinggi negeri. Aku memulai keberangkatanku
dari stasiun Balapan bersama teman – teman kelasku sewaktu dikelas 3
SMA. Mereka adalah Aris, Doni dan Pandu.Kami semua menggunakan kereta
api Logawa , karena harganya yang cukup bersahabat dengan kantong kami semua.
Kami pun tidak mempermasalahkan fasilitas yang ada dikereta itu.Yang terpenting
adalah kami semua bisa selamat sampai tujuan. Dalam gerbong tersebut , aku
membayangkan kawan – kawanku ini.”Mungkin sebentar lagi kita semua akan
berpisah. Kita akan menemukan jalan masing – masing demi masa depan yang
lebih baik” dalam anganku. Aris selalu membawa kacamata minusnya , karena
tanpanya ia tidak dapat melihat dengan jelas keadaan sekitar. Aku teringat
masa dulu , saat ia sedang jalan di depan kantin sekolah tanpa memakai
kacamatanya. Ia tak sengaja menabrak tong sampah yang ada di depan
dirinya, sehingga menjadi perhatian semua anak yang ada di kantin
tersebut. Semua anak tertawa terbahak – bahak. Aris pun tersipu malu
dan lari dari tempat itu. Lain halnya dengan Doni. Ia adalah siswa
yang amat sangat rajin. Tak luput juga dari perilaku dia yang kadang
membuat semua tertawa olehnya. Setiap ganti jam pelajaran , ia selalu ke
toilet. Entah apa yang ia lakukan disana. Suatu ketika ia lupa
menutup resleting celananya dan ia pun masuk ke kelas. Semua heboh karena
ulah dirinya , tak terkecuali guru kami yaitu Bu Ana yang sedang mengajar
matematika. Kalau Pandu , anaknya biasa – biasa saja. Ia anak yang sopan
dan pandai bergaul dengan teman. Tak ada hal yang menarik selama berteman
denganku. Meskipun begitu , Pandu adalah salah satu sahabat terbaikku dan
kedua yang lainnya.’’Tuuuutt..Tuuuuuttt” ku dengar suara dengungan panjang
kereta api ini. Oh ternyata sudah sampai di Stasiun Lempuyangan. Lalu
aku bangunkan ketiga sahabatku yang terlelap tidur.
Malam pun mulai menyelimuti kota Jogja ini . Kami
berempat belajar bersama disebuah tempat penginapan dengan ditemani secangkir
kopi agar terhindar dari ngantuk . Pandu yang paling semangat dalam
belajar. Ia komat kamit dalam mempelajari materi dalam bukunya
yang seperti kitab besarnya. Ia belajar mati – matian agar bisa
diterima di Hubungan Internasional universitas tersebut. Aris dan
Doni sudah mulai mengantuk , ternyata ramuan kopi tidak bisa menangkal rasa
ngantuknya. Akhirnya mereka berdua terlelap berhiaskan buku
– buku. Sementara aku hanya bisa mempelajari beberapa materi
saja. Aku pun langsung menyusul mereka berdua ke alam mimpi.
“Kriiiiingg…kriiiingg..kriiiinngg…” jam weker
membangunkan kami semua di pagi buta ini. Kami menunaikan
shalat shubuh secara berjamaah. Setelah itu , kami sarapan pagi
agar siap dalam bertempur kali ini. Kami berangkat menuju tempat tes
seleksi masing – masing karena tempatnya yang berbeda, tetapi
masih dalam satu kampus. Dering bel sudah berbunyi , ini menandakan
waktu tes dimulai. Aku harus bergegas menuju kelas.”tok… tok… tok” dengan
memberi salam aku buka pintu kelas sambil tersenyum kecil. Aku pun
langsung dihadapkan lembaran – lembaran soal yang banyak terpampang susunan
angka. Aku pun mulai mengerjakannya sebisaku.Keringat dingin mulai terasa
di dahiku. Dua jam berlalu.Waktu tes telah habis. Segera aku kumpulkan
hasil ujianku, meskipun masih ada yang kosong. Akupun langsung kembali ke
penginapan. Sesampainya disana aku disambut dengan muka – muka masam dari
kawanku. Ternyata mereka juga merasa kesulitan dalam mengerjakan soal tes
tadi. Tes hari berikutnya aku juga merasakan hal yang serupa saat tes hari
pertama. Wah , tesnya sudah berakhir. Kami berkemas dan langsung menuju
stasiun lempuyangan untuk kembali pulang ke Solo.
Beberapa hari menjelang pengumuman hasil tes seleksi
aku mulai merasa tidak tenang. Aku panjatkan segala doa kepada Tuhan agar aku
dan teman – temanku bisa diterima diperguruan tinggi pilihannya. Akhirnya
hari yang ku tunggu – tunggu datang juga. Rasa cemas mulai menggerogoti
pikiranku. Aku buka situs di internet yang menampilkan hasil tes ujian
seleksi lewat jalur umum. Aku ketikkan nomor ujianku 09456333 di kolom
yang tersedia. Ternyata hasilnya sungguh mengejutkan. Aku tersentak diam
dan tak percaya dengan hasil ujian ini. Akupun mencoba mengetikkan kembali
nomor ujianku. Barangkali aku salah ketik dalam memasukkan
nomornya.”Klik..Klik..” ternyata hasilnya sama seperti sebelumnya. Aku
lihat dengan seksama dalam situs tersebut yang memberitahukan bahwa nomor ujian
09456333 tidak lulus dalam mengikuti tes tertulis. Semua hasil kerja
kerasku tidak membuahkan hasil yang manis. Tak ada gunanya aku
belajar tiap malam. Aku semakin menyalahkan diriku sendiri. Tidak ada
gunanya lagi aku bekerja keras. Rasa kecewa selalu terbayang dalam pikiran
semenjak hasil pengumuman tersebut yang tidak menyenangkan. Ditambah lagi ,
ketiga sahabatku diterima di masing – masing perguruan tinggi
pilihannya. Aku semakin iri dengan mereka.”kenapa ini bisa terjadi
denganku? bukan dengan ketiga kawanku?” khayalku. Aku merasa Tuhan tidak
adil kepadaku.
Hari silih berganti.akupun belum mendapat kursi di
perguruan tinggi manapun. Malang benar nasibku ini. Aku tidak boleh
berdiam diri lagi. Aku harus dapat menggapai cita – citaku selangkah
lagi. Aku tidak boleh membuat kedua orang tuaku
kecewa. Kini aku kembali mendaftar di perguruan tinggi
swasta , yang menurut pandanganku sendiri biayanya lebih besar dibandingkan
dengan perguruan tinggi negeri. Akupun mendatangi salah satu
universitas swasta di kotaku yang sering di kenal dengan sebutan
kampus kuning. Begitu sampai di ruang pendaftaran, ternyata jurusan
akuntansi sudah ditutup, karena jumlah mahasiswanya sudah
penuh.”Tuhan!!!!Kau memang sedang mengujiku dengan kuasaMu. Kau selalu
tidak meridhai apa yang aku mau.”pikirku.Segera aku telepon kedua orang
tuaku. Aku putuskan saja untuk bekerja, karena tak ada harapan lagi
dengan akuntansi yang aku idam – idamkan. Sontak orang tuaku pun
menggertak diriku ini agar tetap kuliah tahun ini. ’’kau harus kuliah sekarang!!! cepat
– cepatlah kau kuliah dan selesaikan kuliahmu itu.”gertak ibu. Segera ku
tutup teleponnya. Pikiranku mulai pengap dengan semua ini. Aku ingin
sekali memberontak. Aku tidak mau ambil pusing. Akhirnya aku pindah
haluan.akuntansi yang aku idamkan sirna sudah. Pupus sudah cita – cita
yang aku bayangkan selama ini.”Sastra Indonesia” menghiasi kertas formulir
pendaftaranku.
Dua hari setelah pendaftaran , aku kembali ke kampus
kuning untuk melihat hasil pengumuman seleksi penerimaan mahasiswa baru. Mataku
terpana sejenak , hal yang tak terduga dan tak bisa ku bayangkan
sebelumnaya. Namaku tercantum dalam jajaran mahasiswa yang
diterima. Rasa syukur aku panjatkan kepada Tuhan , meski ini bukanlah
jurusan yang aku inginkan sebelumnya.
Ini terkadang membuat pikiranku tidak
tenang. Namun orang tuaku selalu menyemangati hati ini yang terkadang
mulai goyah. Keluargaku memang hidup dalam kondisi pas –
pasan. Inilah yang mendorongku untuk belajar lebih tekun lagi.Kini
perkuliahan sudah mulai berjalan dengan lancar semenjak hari itu. 2 tahun sudah
kulalui di kampus kuning ini. Akupun sudah mulai menulis beberapa cerita pendek
dan puisi. Dan beberapa karyaku sudah dimuat di beberapa media masa.
Hari-hariku kini aku jalani dengan penuh semangat dan tidak selalu berpikiran
negatif. Kini aku yakin, bahwa rencana Tuhan selalu lebih indah dari rencanaku.
Author: EDD (2013)
Post a Comment
Post a Comment