Naskah Drama Monolog Racun Tembakau bagian 2

Post a Comment
teks monolog
Sekolah musik kami ada di jalan Lima Anjing no. 13. Barangkali itu yang membikin hidup saya sial karena tinggal di rumah nomer 13. lagipula semua anak perempuan saya lahir pada tanggal 13, dan rumah kami punya 13 jendela. …..tapi, ya untuk apa diributkan semua ini?. Istri saya selalu dirumah, setiap waktu bisa terima kunjungan pembicaraan, dan prospektus sekolah bisa di dapat dari portir. Tiga ketipan satunya. (MENGAMBIL BEBERAPA CONTOH PROSPEKTUS DARI SAKUNYA). Dan kalau perlu, bisa dapat dari saya juga. Tiga ketip sehelai, siapa mau?. (HENING) tidak ada yang mau? Sudahlah dua ketip? (HENING). Sayang sekali. Nomer rumah kami jalan Anjing nomer 13. saya memang gagal dalam segala hal, saya sudah tua dan lagi bodoh. Sekarang saya sedang ceramah, dan kelihatannya riang saja, tapi sesungguhnya saya ingin berteriak setinggi langit, atau lari keujung dunia….dan kepada siapa saya bisa mengadu. Saya malah ingin menangis….. kita mungkin bisa bilang “ kaukan punya anak perempuan”.. ya… tapi anak perempuan itu apa?. Saya ngobrol dengan mereka, mereka cekikikan melulu….. istri saya punya 7 anak perempuan, eh bukan, maaf, kalau tidak salah 6…(RUSUH) ya tentu saja 6, yang sulung umurnya 27 tahun dan yang bungsu sudah umur 17. Tuan-tuan..(MELIHAT SEKELILING) aku sengsara, aku sudah jadi dungu, tidak berarti, tapi tetap di depan sini berdiri seorang ayah yang paling bahagia. Bagaimanapun, begitulah mestinya dan aku tidak berani mengatakan bahwa tidak begitu. Tapi kalau kalian tahu, aku sudah bersama biniku selama 33 tahun, dan aku bisa saja katakan bahwa itu tahun-tahun yang paling subur, maksudku bukan terbaik, tapi secara umumlah. Telah lalu semua dalam satu kata, seperti satu detik kebahagiaan, tapi terus terang persetan segalanya.  (MELIHAT SEKELILING)  aku kira dia belum datang. Biniku belum disini, jadi aku bisa bicara sesukaku. …aku sangat penakut… aku takut kalau dia pandang aku. Nah, seperti sudah aku katakan, anak perempuanku belum pada kawin. Kemungkin besar karena mereka pemalu, dan juga karena jejaka-jejaka tidak diberi kesempatan melihat mereka. Biniku paling tidak seka bikin pesta, dia tidak pernah undang siapapun makan, dia klewat judes, adatnya jelek, perempuan tukang cekcok, sehingga tidak ada yang mau bertemu, tapi…… ini aku kasih tahu karena aku percaya pada saudara-saudara. (MAJU KE UJUNG PANGGUNG) pada hari raya petang anak perempuan biniku bisa dijumpai di rumah bibi mereka Natalia Semirzovna, itu nyonya yang menderita sakit reumatik dan selalu memakai gaun kuning ordo-ordo hitam. Seperti itu. Disana makanannya betul-betul enak. Dan kalau kebetulan biniku tidak ikut, kita bisa…(MENGANGKAT SATU TANGAN SEBAGAI ISYARAT MINUM) maklum, aku bisa saja mabok dari saatu gelas anggur, dan disaat demikian aku mampu merasakan bahagia sekaligus sedih yang aku tidak bisa gambarkan kepada hadirin. Aku teringat lagi masa muda. Dan ada sesuatu yang membikin aku ingin lari, ingin minggat segera…. Oh.. jikalau saudara-saudara bisa merasakan bagaimana aku ingin melakukan itu. (SEMANGAT) lari, meninggalkan semua ini, lari tanpa menengok lagi ke belakang……kemana? Tidak peduli kemana…. Asalkan bisa minggat dari kehidupan yang hina, kejam. Marah ini yang sudah menjadikan aku tua bangka bobrok, galak, dengki, yang jiwanya sempit serta menjengkekan itu. Biniku itu….. yang sudah menyiksa aku selama 33 tahun lamanya. Minggat dari kemunafikan, dari dapur, dari urusan duit, dari persoalan-persoalan seperti vulgar… lari untuk berhenti disuatu tempat yang jauh, jauh sekali. Disuatu padang, untuk berhenti, berdiri menjulang seperti sebuah pohon, seperti tiang, seperti hantu pengusir burung, dibawah langit yang lebar, dan terus memandang bulan sunyi diatas kepala, lalu melupakan, melupakan… Oh betapa aku rindukan, kemampuan tidak meningkat…. Betapa aku tidak sabaran lagi untuk menjambret jas tua ini yang 33 tahun yang lalu kupakai pada hari pernikahanku. …(DENGAN KASAR MEMBUKA JAS) yang selalu mesti aku pakai buat ceramah-ceramah pada kesempatan amal……rasain lu!!… (MENGINJAK-INJAK) rasain! Aku tua, melarat, sengsara seperti jas tua ini, dengan punggungnya tambal-tambal. (MEMPERLIHATKAN PUNGGUNG JAS ITU) aku tidak mau apa-apa! Aku lebih baik dan lebih bersih dari itu. Aku pernah muda, aku pernah belajar di universitas, aku pernah bercita-cita, aku pernah menganggap diriku seorang lelaki…… sekarang aku tidak mau apa-apa! Tidak apa-apa selain istirahat. ( MELIHAT KE BELAKANG, LALU CEPAT MEMAKAI JAS LAGI) istri saya sudah ada dibelakang panggung…. Ia sudah datang menunggu saya disana….. (MELIHAT ARLOJI) waktunya sudah habis… kalau ditanya istri saya, saya mohon dengan sangat jawablah pemberi ceramahnya….. bahwa Begong, eh maksud saya, saya sendiri telah melakukan tugasnya dengan sopan. (MELIHAT KE PINGGIR, BATUK-BATUK) istri saya sedang memandang saya. (SUARA DIPERKERAS) Setelah kita bertitik belok dari pola bahwa tembakau mengandung racun yang jahat, seperti tadi saya uraikan, maka hendaknya kebiasaan merokok, harus dihapus. Dan omong-omong saya mengharapkan sekali bahwa ceramah saya mengenai “ bahaya dari tembakaju” ada manfaatnya bagi hadirin sekalian. Sekian, selamat malam (MENGHORMAT, MENGUNDURKAN DIRI DENGAN AGUNG).

Selesai………

Postingan Terkait

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter