Ketidaklangsungan Ekspresi Puisi

Post a Comment

Analisis struktural yang digabungkan dengan semiotik disebut strukturalisme dinamik. Hal ini untuk mengatasi keterbatasan strukturalisme murni yang perspektif tinjauannya sinkronis yang tidak sepenuhnya dapat menangkap relevansi eksistensial (sosial-budaya) dan makna historis.

Sastra (puisi) merupakan sistem tanda (semiotik) tingkat kedua yang mempergunakan media bahasa. Sastra merupakan sistem tanda (tingkat kedua) yang mempergunakan bahasa yang sistem tanda sebelumnya dipergunakan dalam sastra. Oleh karena itu, dipandang dari sudut pandang sastra, bahasa merupakan sitem tanda tingkat pertama dan sastra merupakan sitem tanda tingkat kedua. Bahasa adalah tanda (simbol) yang sudah mempunyai arti dan mempunyai konvensi sendiri. Meskipun demikian, bahasa tersebut disesuaikan dengan konvensi sastra (konvensi tambahan), yaitu konvensi tambahan di samping atau di luar konvensi bahasa. Jadi, dalam sastra ada konvensi bahasa yang merupakan konvensi di luar sastra dan konvensi sastra itu sendiri yang disebut sebagai konvensi tambahan (Preminger, 1974:981). Konvensi tambahan dalam sastra diantaranya konvensi bahasa kiasan, persajakan, pembagian bait, dan tipografi. Hal ini memanfaatkan bentuk visual untuk memberi arti tambahan. Baik konvensi bahasa maupun konvensi tambahan memberikan atau menimbulkan makna dalam sajak. Misalnya dalam puisi karya Sutardji Clzoum Bachri ‘Tragedi Winka dan Sihka’.

TRAGEDI WINKA & SIHKA

kawin
          kawin
                     kawin
                               kawin
                                         kawin
                                                   ka
                                            win
                                      ka
                              win
                         ka
                 win
           ka
    win
ka
     winka
                 winka
                            sihka
                                     sihka
                                              sihka
                                                       sih
                                                  ka
                                           sih
                                     ka
                              sih
                        ka
                  sih
            ka
     sih
ka
       sih
             sih
                   sih
                         sih
                               sih
                                     sih
                                           ka
                                                 Ku

Puisi tersebut mempunyai bentuk tipografi yang berbeda dari bentuk puisi secara umum. Berdasarkan konteks strukturnya dapat diberikan makna (salah satu makna) sebagai pengalaman hidup yang tidak menyenangkan. Dalam puisi tersebut digambarkan dari susunan huruf, tulisan yang berbentuk zig zag. Salah satu tafsiran makna sajak Sutardji berkaitan dalam status perkawinan. Perkawinan yang mengandung hal-hal yang paling ideal di dalam kehidupan suami istri. Di dalam perkawinan terdapat rasa cinta antara sepasang suami istri sehingga adanya kebahagiaan diantara keduanya. Mulanya, masih penuh bahagia, melalui perjalanan kehidupan yang berliku-liku (misal pertengkaran, penyelewengan suami atau istri, masalah keuangan, dan sebagainya). Pada akhirnya, mereka mengalami kemalangan atau bencana, misalnya sudah mempunyai anak, lalu bercerai. Tentulah ini merupakan sebuah ‘Tragedi Winka dan Sihka’ yang merupakan kebalikan dari kebahagiaan kawin dan kasih.

Dari contoh sedikit analisis mengenai sistem tanda pada puisi di atas, bahwa sistem tanda-tanda pokok sastra yang pokok adalah sistem tanda kebahasaan. Maka, dalam sebuah analisis puisi diutamakan dari segi sistem ketandaan bahasa dan konvensi tambahan yang berhubungan dengan bahasa. Di antara konvensi-konvensi tambahan itu adalah konvensi bahasa kiasan. Konvensi tambahan puisi itu untuk mengemukakan pengertian atau hal-hal secara tidak langsung atau menyatakan sesuatu hal dan berarti lain. Dengan demikian, bahasa puisi dapat memberikan makna lain daripada bahasa biasa.

Ketidaklangsungan pernyataan puisi (Riffatere, 1978:2) disebabkan oleh tiga hal, yaitu penggantian arti, penyimpangan arti, dan penciptaan arti.

Postingan Terkait

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter