Proses Morfologi pada Kata

Post a Comment
      A.    Konsep Dasar Mengenai Proses Morfologi
        Suatu kata dapat digolongkan atas dua macam , yaitu kata yang bermorfem tunggal atau monomorfemis , yaitu suatu kata yang monomorfemis tidak akan mengalami peristiwa pembentukan sebelumnya sebab morfem itu merupakan satu – satunya unsur atau anggota kata.Bentuk pergi pada kalimat ‘Dia harus pergi dari rumah ini’ adalah kata,dan kata itu terdiri atas satu morfem, yaitu morfem { pergi }.Dari morfem { pergi } kata pergi sama sekali tidak mengalami peristiwa pembentukan.Yang kedua adalah polimorfemis , morfem – morfem yang menjadi anggota kata ini mengalami peristiwa pembentukan sebelumnya.Peristiwa pembentukan ini biasanya disebut proses morfologis.
       Kita tentu sepakat bahwa kata menyikat misalnya terdiri atas morfem { meN-} dan     { sikat } , kata pembangunan terdiri atas morfem {peN-an} dan {bangun},kata baling – baling terdiri atas morfem {baling} dan morfem {ulang}. Penggabungan morfem {meN-} dan {sikat} menjadi kata menyikat , morfem {peN-an} dan {bangun} menjadi pembangunan.Itulah yang disebut proses morfologis,sehingga menurut contoh diatas proses morfologis adalah peristiwa penggabungan morfem satu dengan morfem lain yang menjadi kata.

      B.     Ciri – Ciri Kata yang Mengalami Proses Morfologi
Jika kita telaah lebih jauh mengenai contoh-contoh diatas,ternyata morfem-morfem yang membentuk atau yang menjadi unsur kata berbeda-beda fungsinya.Ada yang berfungsi sebagai penggabungan ada yang berfungsi sebagai penggabung.Berdasarkan contoh diatas ,morfem {sikat},{bangun},{baling} berfungsi sebagai tempat penggabungan, sedangkan morfem {meN-},{peN-},{ulang} berfungsi sebagai penggabung.Morfem yang sebagai tempat penggabungan biasanya disebut bentuk dasar.
Di samping itu,dilihat dari wujudnya , bentuk dasar dapat berupa pokok kata ,bahkan berupa kelompok kata.Misalnya bentuk dasar dari kata menemukan , berjuang , dan perhubungan adalah temu,juang,dan hubung.Ciri lain bahwa suatu kata mengalami proses morfologis adalah penggabungan atau perpaduan morfem-morfem itu mengalami perubahan arti.Bentuk dasar cangkul setelah digabung dengan morfem {meN-} menjadi kata mencangkul,yang berarti ‘melakukan pekerjaan dengan alat cangkul’,sedangkan bentuk dasar juang setelah digabung morfem {ber-},sehingga menjadi kata berjuang yang artinya menjadi ‘melakukan tindakan juang’.Dengan demikian,apabila ada satu kata yang seolah-olah mengalami perubahan dari bentuk dasarnya,tetapi sama sekali tidak diikuti oleh penambahan atau perubahan arti,peristiwa ini tidak bisa dikatakan sebagai hasil proses morfologis.Contoh kata membantu,kata itu sebagai hasil perpaduan bentuk dasar bantu dan afiks {meN-}.Berpadunya afiks {meN-} dengan bentuk dasar bantu diikuti dengan penyesuaian bunyi,yaitu dari {meN-} menjadi {mem}.Penyesuaian ini didasarkan atas sifat bunya awal bentuk dasarnya,karena bunyi awal bentuk dasar bantu adalah billabial (bunyi bibir),bunyi akhir afiks {meN-} juga menyesuaikan diri menjadi bunyi nasal bilabial sehingga menjadi mem,misal penggabungan {meN-} dengan basmi,buat,bidik menjadi membasmi,membuat,membidik.Peristiwa morfologis seperti yang dicontohkan diatas ternyata bersistem atau beraturan.Akan tetapi dalam bahasa Indonesia peristiwa perubahan bunyi [a] kebunyi [i] tidak bersistem.Akan tetapi jika misalnya saja disepakati ketua = laki-laki maka tidak pernah maka tidak disepakati ketui untuk ketua perempuan, begitu juga remaja untuk pemuda dan remaji untuk pemudi.Jadi dari kata putra dan putri,dewa dan dewi tidak perubahan bunyi dari [a] à[i] tersebut tidak dipakai dalam bahasa Indonesia,tetapi sudah dipakai sebelum kata-kata itu diserap dalam bahasa Indonesia,tetapi dalam bahasa sansekerta,karena proses perubahan itu tidak merupakan sistem bagi bahasa Indonesia,tetapi merupakan sistem bagi bahasa sansekerta.

       C.    Macam – Macam Proses Morfologi
         Dalam bahasa Indonesia, peristiwa pembentukan kata ada tiga macam yaitu :
1.        Pembentukan kata dengan menambahkan morfem afiks pada bentuk dasar misalnya menulis,pembagunan,dan makanan.Kata tulis terbentuk dari bentuk dasar tulis  dan morfem imbuhan { meN-}, kata pembangunan terbentuk dari dasar bangun dan morfem imbuhan { peN-an } dan kata makanan terbentuk dari bentuk dasar makan dan morfem imbuhan { -an }. 
2.        Pembentukan kata dengan mengulang bentuk dasar. Misalnya murid-murid, mencari-cari, memukul-mukul yang terbentuk dari dasar murid, mencari dan memukul dengan morfem { ulang } kata diberi - diberikan dibentuk dari bentuk dasar diberikan dan morfem { ulang }.
3.        Pembentukan kata dengan menggabungkan dua atau lebih bentuk dasar. Misalnya meja hijau, tinggal landas, tempat gelap, dan mata kaki. Kata meja hijau terbentuk dari bentuk dasar meja dan hijau; kata tinggal landas terbentuk dari bentuk dasar tinggal dan landas; kata tempat gelap terbentuk dari bentuk tempat dan gelap; kata mata kaki terbentuk dari bentuk dasar mata dan kaki.

Berdasarkan uraian diatas terlihat bahwa berdasarkan proses pembentukannya dalam bahasa indonesia terdapat kata berimbuhan, kata ulang dan kata majemuk.

 D.         Pembentukan Kata di luar Proses Morfologi
          Ada enam proses pembentukan kata-kata baru yaitu :
1.        Studi terhadap akronim sudah banyak dan sudah lama pula, apalagi akronimisasi merupakan gejala yang semakin frekuentif saja, proses akronimisasi dalam bahasa-bahasa nusantara pernah diteliti oleh Renward Bransetter dalam Hal Bunyi Bahasa 2 Indonesia ( 1957 ). Dicontohkan akronim bahasa jawa misalnya “paklik”(bapak cilik), “bangjo” (abang ijo) dalam bahasa sawu, ora enen “barang sesuatu” diakronimkan menjadi ranen , dalam bahasa bugis, ponglila ‘lidah belakang’ menjadi polila (Brandseter, 1957:95-96). Contoh : Pusdiklat ( Pusat Pendidikan dan Pelatihan ), tongpes (kantong kempes).Pembentukan akronim tidak mempunyai sistem yang jelas.Apakah yang diambil suku awal,tengah atau akhir kata tidak bisa dipastikan.Pembentukannya lebih bersifat suka-suka.Dalam pusdiklat misalnya,suku awal sebenarnya bukan pus,tetapi pu , demikian juga tidak ada suku lat,tetapi la.Dari segi posisi sukunya,ini tidak beraturan ; pus ada diawal tetapi dik dan lat ada ditengah.Remaja adalah biang lahirnya akronim,misal : macan (manis dan cantik), lapendos (laki-laki penuh dosa),sendu(senang duit),coper (cowok perhatian),dan lain-lain.
2.        Abreviasi adalah apa yang sehari-hari disebut ‘singkatan’ ( sudaryantu 1983 : 230 ) ,yang diambil biasanya huruf depannya misal : ABC ( Anggota Bromo Corah), EGP(Emang Gue Pikirin) pengucapannya ada yang dibaca sebagai huruf abjad misalnya FKIP(ef-ka-i-pe) , ada yang tidak misalnya PPP (pe-tiga).
3.        Abreviakronim adalah gabungan antara akronim dengan abreviasi. Misal Polri ( Polisi Republik Indonesia ), Pemilu ( Pemilihan Umum),dan lain-lain.
4.        Kontraksi atau pengerutan , misalnya begitu ( bagai itu ) , begini ( bagai ini ) (Sudaryanto 1983 : 232).Dalam bahasa jawa kita temukan ning (nanging) ;  kawit di abreviakronimkan menjadi kit ; mau kae menjadi mangke (Brandsetter 1957 : 96).
5.        Kliping adalah pengambilan suku khusus dalam kata yang selanjutnya dianggap sebagai kata baru (Samsuri 1988 : 130). Misalnya influensa menjadi flu ; purnawirawan menjadi pur saja ;  profesional menjadi prof.
6.        Afiksasi pungutan tidak asing lagi,misal {anti-} (antikomunis,anti-kekerasan), {non-} (nonformal,non-Amerika,non-pemerintah),{antar}(antar daerah, antarsiswa), {swa} (swasembada, swadaya, swalayan). Dalam proses lebih lanjut jika sudah tidak terasa keasingan, ia masuk sebagai keluarga afiks bahasa Indonesia misalnya : -wan,-wati,-isme,-isasi yang sangat produktif,tidak terasa lagi bagi afiks.Afiks tersebut sebenarnya hasil pungutan dari bahasa asing.

Postingan Terkait

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter