MADEKUR
DAN TARKENI
Karya Arifin C. Noer
Catatan:
Naskah ini diketik ulang dari buku kumpulan naskah drama Orkes Madun
yang diterbitkan oleh Penerbit Pustaka Firdaus bekerjasama dengan Yayasan
Adikarya IKAPI dan The Ford Foundation ISBN 979-541-119-5
Publikasi naskah ini dimaksudkan sebagai upaya penyediaan naskah
drama dan sebagai bahan referensi pembelajaran bagi individu atau
kelompok-kelompok teater yang membutuhkannya.
Disarankan bagi siapa saja yang memiliki cukup akses, agar membeli
buku terkait. Itupun dalam upaya membantu pengarang dan keluarganya. Kekayaan
hak intelektual naskah ini tetap ada pada pengarangnya.
Dan
dimohon bagi pengunduh naskah ini untuk tidak menghapus catatan ini, sebagai
bukti pertanggung jawaban saya sebagai pihak yang mengetik ulang.
PENGANTAR
Ketika menulis
naskah Madekur dan Tarkeni, Arifin pernah bilang bahwa naskahnya ini adalah
bagian dari sebuah trilogy, yaitu Orkes Madun yang terdiri dari Madekur dan
Tarkeni, Umang-umang dan Ozone. Selesai dengan Umang-umang, Arifin menulis lagi
dengan judul Sandek; Pemuda Pekerja, yang semula dikiran teman-teman Teater
Ketjil adalah naskah yang berdiri sendiri. Tetapi, menjelang latihan Sandek,
Pemuda Pekerja yang bersamaan dengan penulisan naskahnya (Kebisaaan Arifin,
latihan sambil menulis naskahnya) dia tulis pada sampul naskah judulnya sebagai
Sandek, Pemuda Pekerja atawa Orkes Madun IIa, dan tidak pernah diubah.
Selanjutnya dia menulis Ozone atawa Orkes MAdun IV. Lalu ia nyatakan bahwa
Orkes Madun adalah sebuah pentalogi, dan bahwa yang kelima akan berjudul Magma
ia bercerita kemana-mana tentang Magma. Juga kepada anak-anak sekolah Perancis
di Jakarta, hingga beberapa dari mereka tergerak membuat komik Magma yang juga
dimuat dalam kumpulan naskah ini. Tetapi, Arifin tak sempat sama sekali menulis
Magma. Lalu orkes Madun III, ya, Sandek, Pemuda Pekerja itulah yang ketika
rencananya trilogy, dia adalah IIb, tetapi ketika rencana berubah pentalogi,
dia pun menjadi III. Namun tidak sempat Arifin mengubahnya, Arifin meninggal
dunia pada tanggal 28 Mei 1995 karena Kanker dan Sirosis hati.
SATU
MEREKA SEMUA
MENYANYIKAN LAGU KEBANGSAAN. SAYA TIDAK TAHU APAKAH MEREKA KHUSYUK TIDAK DALAM
MENYANYIKANNYA.
DUA
BADUT PERTAMA
Tuhan, kedua
belah tangan yang kotor ini adalah tangan bumi, dan tangan ini memohon ampun
atas segala perbuatan yang tidak pernah jelas mengandung dosa atau kebajikan;
kalimat-kalimatmu terlalu tinggi mutu sastranya, sehingga tidak terlalu jelas
isi maksudnya. Karena itulah, kalau tangan ini merentang semata-mata lantaran
kalimatMu. Dan apabila kelak ternyata tiada dosa atas perbuatan kami padahal
kami telah terlanjur memohon ampun, maka limpahkanlah kami apa saja yang
bernama berkah, entah pangan ujudnya maupun angan-angan. Sebentar, Tuhan.
Para penonton
yang bahagia maupun yang tidak, terlebih dahulu sebelum ada kesalahpahaman
perlu saya jelaskan bahwa ini sandiwara
sungguh-sungguh sandiwara, dan ini sandiwara menyangkut masalah pencopet dan
pelacur dan segala tetek bengek persoalan-persoalan lain yang terseret tidak
disengaja dan tidak dinyana. Dan sebagai lumrahnya ini sandiwara sekedar
permainan, namun sedikit banyak mengandung kesungguhan dan kesungguh-sungguhan,
bak kehidupan itu sendiri laiknya.
Dipandang dari
segala sudut sandiwara, ini dijamin baik mutunya dan pasti disenangi oleh
segala lapisan masyarakat, tua maupun muda, baik pencopet maupun pelacur, baik
dokter hewan maupun dokter lainnya, baik komunis maupun muslim. Dan kenapa ini
sandiwara pasti akan disenangi, sebab ini sandiwara dan sandiwara merupakan
hiburan buat hati yang lara. Sebentar penonton. Siapa berhati lara?
BADUT KEDUA
Saya
BADUT KETIGA
Saya!
BADUT KEEMPAT
Saya!!
BADUT KELIMA
Saya!!!
KEMUDIAN BEBERAPA
ORANG LAIN, DIANTARANYA SEORANG LELAKI BUNTUNG, KEDUA TANGANNYA MAKSUD SAYA,
JUGA ADA SEORANG PEREMPUAN BUTA, JUGA ADA… PENDEKNYA ADA BEBERAPA ORANG YANG
CACAT BADAN MAUPUN JIWA. MEREKA SEMUANYA SALING ATAS MENGATAS DALAM MENGATAKAN
SAYA. SEHINGGA PENTAS JADI SANGAT RIUH, KACAU DAN BISING. SEMENTARA ITU BADUT
PERTAMA YANG KEMUDIAN NANTI AKAN JELAS BAHWA IA BERNAMA SEMAR DAN USIANYA DUA
RIBU EMPAT RATUS TAHUN. SETENGAH MATI
BERUSAHA MEREDAKAN KEKACAUAN ITU. MULA-MULA IA BERSIKAP SEPERTI SEORANG KHOTIB
YANG MENCOBA MENENANGKAN HADIRINNYA, TAPI GAGAL. KEMUDIAN IA KELIHATAN AGAK
PUTUS ASA. IA MEMERAS KERINGAT DAN MONDAR-MANDIR DIANTARA KEKACAUAN INI,
TIBA-TIBA IA MENEMUKAN AKAL DAN TEPAT PADA SAAT ITU SESEORANG MEMBERIKAN
KEPADANYA SEHELAI KARTON BEKAS. SAMBIL MEMBAWA KARTON ITU IA KEMBALI KE ATAS
MIMBARNYA, DENGAN KEYAKINAN YANG PASTI, DAN SAMBIL MEMPERHATIKAN ORANG-ORANG
DISEKITARNYA YANG SEMAKIN KACAU IA MENGGULUNG KARTON TADI YANG AKAN IA GUNAKAN
SEBAGAI MEGAPON
BADUT PERTAMA (dengan megapon)
Polisi! Polisi!
Polisi!
(SEKETIKA PENTAS
JADI SENYAP, SEMUA ORANG TUTUP MULUT. DAN SEKETIKA PENTAS KEMBALI SEPERTI
SEBUAH UPACARA KEAGAMAAN, SEPERTI SEBELUMNYA. DAN DENGAN AMAN DAN GAYA
KETUA-TUAAN, BADUT PERTAMA MEMPERINGATKAN SEMUA ORANG DENGAN ISYARAT JARI PADA
MULUTNYA. SEMENTARA SESEKALI MATANYA MELIHAT KE ATAS. DAN SEMUA ORANG MELIHAT
KE ATAS DAN MENGERTI DAN SALING MEMPERINGATKAN DENGAN CARA YANG SAMA. SEMUANYA
KEMUDIAN MENGANGGUK-ANGGUK MENGERTI).
BADUT PERTAMA
Resapkan
resep-resep Tuhan, niscaya kesembuhan selalu kita dapatkan. Dan tenang, tertib.
Dalam mengajukan permohonan, pengaduan dan lain-lain sebagainya tidak perlu
berebutan seperti rakyat Indonesia pada seperempat abad usia kemerdekaannya.
Tertib, tenang, aman. Nah, sekarang silakan mengacungkan tangan siapa-siapa
saja berhati lara.
SERENTAK
SEMUANYA MENGACUNGKAN TANGAN, KECUALI YANG BUNTUNG TADI TENTU DAN SEORANG
PEREMPUAN YANG TULI DAN BISU (BARU KEMUDIAN TIRU-TIRU). SI BUNTUNG TAMPAK
BETAPA IA MENDERITA LANTARAN TIDAK MAMPU MENYATAKAN IHWAL DERITANYA. KELIHATAN
IA MAU PROTES, TAPI KETIKA INGAT AKAN ‘LANGIT ITU’ IA KEMUDIAN HANYA
LANGAK-LONGOK GERAK SETENGAH MENANGIS , SEMENTARA SI BISU SESEKALI
MEMPERHATIKAN TERSENYUM (SEBELUMNYA IA JUGA MENDERITA KETIKA ORANG-ORANG
MENERIAKKAN SUARANYA) AKHIRNYA SI BUNTUNG NGGAK TAHAN DAN BICARALAH HATI-HATI
KEPADA ORANG DI DEKATNYA
SI BUNTUNG
Saya lara
ORANG YANG DI
DEKATNYA CUMA MENGISYARATKAN AGAR MENGACUNGKAN TANGAN. DAN SI BUNTUNG MENGGELENGKAN KEPALA. LALU ORANG ITU TIDAK
MAU AMBIL PEDULI DAN KEMBALI MEMBANGGAKAN ACUNGAN TANGANNYA
SI BUNTUNG (berteriak)
Saya lara! Saya
lara!
(SEMUA ORANG
MENGHUS DAN IA SETENGAH MENANGIS BERTERIAK TANPA SUARA ‘SAYA LARA’)
BADUT PERTAMA
Acungkan tangan
saja, gampang dan tertib.
SI BUNTUNG (Hati-hati dan lembut sekali. Tertahan)
Saya tidak bisa.
BADUT PERTAMA
Ya, bodohnya.
SI BUNTUNG
Saya bunting
BADUT PERTAMA
Yang kanan?
SI BUNTUNG
Dua-duanya
BADUT PERTAMA
Apa sebab
demikian lengkap? Kecelakaan?
SI BUNTUNG
Kecelakaan alam
SEMUA ORANG
MEMBELALAKAN MATANYA KARENA HERAN KEPADA LELAKI ITU
SI BUNTUNG
Ketika lahir
saya sudah begini. Pernah dan keinginan untuk menanyakan hal brengsek ini
kepada orang tua saya, tapi keinginan itu hanya tinggal keinginan sebab sampai
sekarang saya tidak tahu siapa orang tua saya. Tapi seseorang kemudian saya
temui yang ternyata Ibu saya. Ibu saya bilang “nggak tahu ya, tahu-tahu begitu”
BADUT PERTAMA
Bagaimana dengan
kaki?
SI BUNTUNG
Alhamdulillah,
lengkap.
BADUT PERTAMA (Memberi isyarat dengan mengangkat megapon dan seketika semua
diam, lalu ia bicara bisa)
Tetap tenang dan
tertib. Sekarang acungkan tangan setinggi-tingginya bagi kalian yang berhati
paling lara – biar Tuhan tahu.
SERENTAK MEREKA
MENGACUNGKAN TANGAN SETINGGI-TINGGINYA, DAN SEPERTI BISAA KEMUDIAN MEREKA SALNG
ATAS MENGATASI. SEMENTARA ITU SI BUNTUNG TADI MENANGIS SEPI SENDIRIAN. ADA
SEKALI IA MENCOBA DENGAN MELONJAK-LONJAKKAN BADANNYA, MELOMPAT-LOMPAT TAPI
KEMUDIAN PUTUS ASA DAN SEMENTARA DENGAN SIKAP LUMAYAN SESEORANG YANG BERTUBUH
PENDEK KUNTET MEMPERHATIKANNYA
BADUT PERTAMA
Jangan
berlebihan, Tuhan tidak akan senang. (Dan semua orang pun mewajar-wajarkan
dirinya) Sekarang turunkan tangan serendah-rendahnya, siapa yang berhati
terlara!? (serentak semuanya menurunkan tangan dan sebisa-bisanya
menyembunyikannya) Nah, sekarang kau bisa, Buntung. Ternyata kau yang
terlara.
SEKETIKA SI
BUNTUNG MENYADARI HAL ITU DAN LALU MELONJAK-LONJAK KEGIRANGAN KAYAK ANAK KECIL
SEMENTARA YANG LAINNYA MENCIBIR
SESEORANG
Demonstratif!
SESEORANG
Sok!
SESEORANG
Kolokan!
SESEORANG
Emangnya elu
raja sengsara? Gua jadi penasaran!
DAN SEGERA
PENTAS PUN KEMBALI BISING
BADUT PERTAMA
Tenang,
tenaaaaaaang! Ingat ada apa di atas!! (Serentak bunyi kembali mengunci mulut
mereka, hening pun terjelma) Sekarang, suarakan apa saja yang menurut hati
kalian masing-masing bermakna keluh dan
pengaduan, atau kalau tidak, bagi yang tidak bisa melakukannya lebih baik
segera membeli karcis dan duduk sebagai penonton.
KEMUDIAN
SEMUANYA MEMPERDENGARKAN SUARANYA YANG MENURUT MASING-MASING ADALAH BAHASA
KELUH DAN PENGADUAN. KALI INI SUDAH TENTU MERUPAKAN PUKULAN BUAT SI BISU.
SETENGAH MENANGIS, IA BERLARI-LARI DI ANTARA GEROMBOLAN JEMAAH ITU, KEMUDIAN
BERHENTI MEMPERHATIKAN SEKITAR SAMBIL MEMUKUL-MUKUL MULUTNYA SENDIRI. TIBA-TIBA
IA SADAR BAHWA (SETELAH MEMPERHATIKAN DENGAN CERMAT ORANG DI DEKATNYA) YANG
DIPERLUKAN HANYA SUARA, MAKA IA PUN MELONJAK-LONJAK KETAWA. TENTU SAJA YANG
LAIN-LAIN, SAMBIL TERUS BERSUARA, JADI MERASA HERAN ATAS TINGKAHNYA. DAN
MENYADARI AKAN SOROTAN PERHATIAN INI LALU SI BISU MENGAUM KAYAKNYA ANGJING
SAKIT KELAPARAN. DAN SEBAGAI KLIMAKS DI ANTARA MEREKA YANG MENGHENTAK-HENTAKKAN
KAKINYA ATAU MEMBUAT GADUH YANG LAIN
BADUT PERTAMA
Kau saksikan
sendiri, Tuhan saya tidak mempengaruhi sedikit pun mereka dalam demonstrasi dan
pengaduan ini. Mereka berkumpul di sini karena di sini bisaa mereka berkumpul,
maklum ini pasar. Mereka mengacungkan tangan mereka karena mereka ingin
mengacungkannya. Dan sesuai dengan anjuranMu dalam semua buku-buku karanganMu,
saya bersama-sama mereka setiap kali datang menghadap kepadaMu mengadu sambil
mengadu untung kalau-kalau kejatuhan reze…rezekiMu. Kau sendiri yang memanggil
kami, dan kami memenuhi panggilanMu.
Kalau sekarang
mereka telah menurunkan tangan mereka, itu pun saya yakin, lantaran kemauan
mereka sendiri. Selama ini saya hanya sekedar bertanya. Coba (kepada
seseorang) kenapa kamu menurunkan tangan?
BADUT KEDUA
Karena saya
capek.
BADUT PERTAMA
Kau dengar
sendiri, Tuhan. Apa katanya. Capek. Coba lagi (kepada semua) siapa yang merasa
capek, acungkan tangan!
SERENTAK SEMUA
MENGACUNGKAN TANGAN, KECUALI SI BUNTUNG TENTU
Lihat, semuanya
kecapekan. Capek dalam arti yang luas sekali. Kau tentunya lebih tahu sebagai
generasi. Dan kalau mereka terlalu capek bukan tidak mungkin mereka lalu
melakukan hal yang bukan-bukan., maklum orang capek. Kau tentu lebih tahu
sebagai spesialis. Dan kalau demikian halnya, maksud saya kalau sampai terjadi
semacam huru-hara, baik taraf perorangan maupun taraf gerombolan, jelasnya
taraf taraf masyarakat, siapakah yang salah?
SEMUA
kami? Enak saja. Orang sudah capek dimarahin.
kami? Enak saja. Orang sudah capek dimarahin.
BADUT PERTAMA
Atau kau? Jelas
saya tidak akan seceroboh itu dan sebodoh itu menyalahkan kau. Seperti sejarah
pun tidak pernah membela kami. Saya sendiri yakin dan menginsyafi ini bukan
lagi persoalan salah menyalahkan antara kita, sebab kalau demikian kita tidak
akan pernah punya waktu untuk menyelesaikan pekerjaan yang lain. Sudah pasti
dan sudah jelas Kau tidak salah – setidak-tidaknya tidak mau disalahkan – dan
mereka, maksud saya Kami pun tidak mau disalahkan; kalau pun sesekali ada di
antara kami yang mau bilang bersalah, saya percaya tak lebih banyak basa-basi
semata.
SEMUA (Menggumam)
Hhhh, capek…..
BADUT PERTAMA
Kedudukan ini
adalah kedudukan yang paling sulit tapi paling tepat dan adil dan paling masuk
akal (rasional), sekali pun kedudukan ini tetapi tidak pernah menguntungkan
antara kita sebab kita sama-sama saling tidak pernah, sama-sama bernafsu untuk
menetapkan siapa diantara kita yang benar dan yang salah, atau…. Kau tidak ada.
SEMUA(Marah)
Capek!
Capek!
BADUT PERTAMA
Istirahat dong,
kan gampang! Turunkan tangan, lemaskan otot-otot sambil….
TIGA
ORKES MADUN
PERTAMA (Muncul; Menyanyi)
Sambil menyanyi
Lagunya enak
Lagunya enak
Merdu sekali
Oplet tua menabrak cacing
Cacing ditelan pencopet bencong
Jikalau rembulan sedang bunting
Ayolah kita menonton lenong
NABI PERTAMA (Anggota Orkes I menyanyi)
Buah rambutan tidak beruban
Dimakan Zainal tinggal bijinya
Gusti Pangeran tidak beruban
Tapi nggak ada potret bayinya
NABI KEDUA (menyanyi)
Dimakan Zainal tinggal bijinya
Tapi bijinya bisa ditanam
Justru gak ada potret bayinya
Tanda ilmunya sangatlah dalam
NABI KETIGA
Bijinya bisa dibikin jimat
Ditaburi kembang setiap Jum’at
Gusti Pangeran sangat keramat
Menabur rahmat setiap saat
NABI KEEMPAT
Biji rambutan makanan rakyat
Rasanya pahit tapi ya pahit
Gusti Pangeran punya maklumat
Siapa mencubit bakal kejepit
SEMUA
Pit
Pit
Pit
Aduh aduh aduh
Kit
Kit
Kit
Dihimpit sakit
Diintip sakit
Sedikit sakit
Sakit sedikit
Sedikit
Sakit
ORKES I
Telor dadar makanan Zainal
Diceplok Cina pagi sekali
Sikap sabar mengobat kesal
Biar digaplok pagi sekali
SEMUA
Bar bar bar bar barbar
Bar bar bar bar barbar
ORKES I
Hulahula tarian nikmat
Membuka gemas lenggak-lenggoknya
Ini sandiwara suguhan rakyat
Walaupun pedas, tinggi gizinya
SEMUA
Bar bar bar barbar
Bar bar bar barbar
(Makin panas)
Bar bar bar barbar
Bar bar bar barbar
Barbar
Barbar
ORKES I
Sabar
Sabar
BEGITU MUSIK
SELESAI BEGITU BADUT PERTAMA MENYALAM NABI PERTAMA DENGAN CARA YANG MERUNDUK
SEKALI
BADUT PERTAMA
Tuanku, kembali kita
bertemu
NABI PERTAMA
Semarku, kau
bertambah lucu
BADUT PERTAMA
Tuanku
berlebihan, tapi juga terimalah pujianku; orkes tuanku semakin nyaring dan
merdu
NABI PERTAMA
Semarku, kau
berlebihan, tapi juga dengarlah komentarku. Dagelanmu semakin runcing tanpa
tedeng aling-aling
BADUT PERTAMA
Dagelan-dagelan
lama dalam gaya baru, tuanku. Tanpa kostum, tanpa rias dan tanpa tetek bengek
lainnya.
NABI PERTAMA
Ide bagus
BADUT PERTAMA
Bukan ide
pangkal musababnya, tuanku. Tapi
NABI PERTAMA
Kau begitu lain,
Semar. Ketika kita pertama kali berjumpa.
BADUT PERTAMA
Dua ribu tahun
yang lalu?
NABI PERTAMA
Kau pelupa.
Bukan,
BADUT PERTAMA
Yayayayaa.
Suling itu.
NABI PERTAMA
Kau membuatnya
untuk pertama kali dank au meniupnya dengan syahdu sekali.
BADUT PERTAMA
MENGENANGKAN SAAT-SAAT LAMPAU ITU SEOLAH-OLAH TAMPAK BAGAIMANA WAKTU MENGALIRI
AIR MUKANYA
NABI PERTAMA
Mana dia?
Tiuplah sebuah lagu untuk kenangan kita
BADUT PERTAMA
Menyesal sekali
tuanku. Saya sudah lupa sama sekali. Semua lagu saya sudah lupa dan malah saya
pun sudah lupa bagaimana membuat suling itu
NABI PERTAMA
Tidak masuk
akal., bagaimana bisa terjadi?
BADUT PERTAMA
Panjang
lakonnya, tuanku. Lain kali saya akan ceritakan pada tuanku seorang diri. Saya
kira para penonton sudah mulai terampas waktunya oleh percakapan nostalgia
kita. Selain itu saya lupa memperkenalkan tuanku dan tuan-tuan yang lain.
NABI PERTAMA
Tapi sambil
lalu, masih kamu jadi tukang penjaja mainan?
BADUT PERTAMA
Masih, tuanku.
Dan akan tetap begitu. Maafkan tuanku (kepada semua) perlu kalian ketahui bahwa
rombongan orkes ini terdiri dari para nabi. Harap memberi tabe
ORANG-ORANG AKAN
BERSUJUD
NABI PERTAMA
Cukup, kami
memahami dan merasakan hormat kalian.
BADUT PERTAMA
Demi keamanan,
terpaksa kami tidak dapat menyebut nama beliau (Pada nabi pertama) maafkan,
tuanku. Terpaksa kami ambil tindakan begini karena sekelompok besar orang-orang
di sini tidak mengizinkan nabi mereka disandiwarakan secara
blak-blakan;semata-mata lantaran takzim mereka jua (Pada hadirin dan semua pemain)
Sekalipun demikian, tak ada jeleknya dan salahnya kalau di sii dalam kesempatan
ini saya boleh memperkenalkan beliau-beliau tidak atas nama, melainkan atas
nomor-nomor, meski saya sadar, lama-lama akan ketahuan jua perbedaan satu dan
lainnya. Yang mulai Nabi Pertama
NABI PERTAMA (Menunjukan dirinya, para hadirin bertepuk)
BADUT PERTAMA
Yang mulia Nabi
Kedua
NABI KEDUA (Melakukan hal serupa dan hadirin bertepuk)
BADUT PERTAMA
Yang mulia Nabi
Ketiga
NABI KETIGA (melakukan hal serupa dan hadirin bertepuk)
BADUT PERTAMA
Yang mulia Nabi
Keempat
NABI KEEMPAT (Melakukan hal serupa dan hadirin bertepuk)
BADUT PERTAMA
Adalah
kesempatan yang mulia sekali bahwa malam ini kita ketamuan tamu-tamu yang
mulia. Dan lebih dari itu tentu kita akan sempat pula menikmati lagu-lagu
terbaru dan album-album baru beliau-beliau.
(Semua orang
bertepuk)
NABI PERTAMA
Maafkan, maafkan
kami karena kami tidak mempunyai album baru, tapi kami berjanji akan bernyanyi
dan menghibur kalian. Dan sebaliknya kamipun akan dengan senang menyaksikan
pertunjukan kalian.
(semua
bersorak dan bersuit)
Tapi terlebih
dahulu sudah tentu alangkah baiknya kalau saya pun boleh memperkenalkan kalian
kepada para penonton.
(segera
keempat badut menyusup bersembunyi diantara para pemain)
Saya akan memperkenalkan
dari belakang, maksud saya dari angka belakang. Badut keempat alias Bagong
(Bagong
tampil manja dan malu-malu seperti bisaanya, dan semua bertepuk)
Petruk alias
badut ketiga
(Petruk yang
jangkung itu tampil dengan penuh ahrga diri dan para hadirin bertepuk. lalu
belum nabi pertama menyebut namanya lebih dulu gareng tampil)
Dan ini badut
kedua alias Gareng
(para hadirin
bertepuk)
Dan kini tampil
Semar alias badut pertama. Selain sebagai pemain juga memimpin dan
menyutradarai pertunjukan-pertunjukan rombongannya
(Semar dengan
gayanya, tampil memperkenalkan diri, para hadirin bertepuk)
Malam ini lakon
apa mar?
BADUT PERTAMA
Orkes Madun
karangan Arifin C Noer
ORKES II MUNCUL
TERDIRI DARI SENIMAN-SENIMAN
Dan kini
perkenankan saya memperkenalkan rombongan orkes kedua yang terdiri dari
seniman-seniman. Tapi lantaran di sini terlalu banyak nama seniman, maka demi
menyelamatkan kemungkinan satu sama lain, maka untuk mereka tidak perlu kami
sebut satu persatu namanya, cukup dengan angka seperti nabi-nabi.
ORKES II
MEMPERKENALKAN DIRI DAN PARA HADIRIN BERTEPUK TANGAN
BADUT DAN
NABI PERTAMA
Inilah orkes
Madun atawa Madekur dan Tarkeni
EMPAT
KEDUA ORANG ITU
BERMAIN SEMENTARA PARA BADUT MENARI-NARI. DI ANTARA MEREKA KEMUDIAN MUNCUL
DADU, BOCAH MENANGIS MENCARI SESEORANG SETIAP KALI IA BERHENTI PADA SESEORANG
DAN MEMPERHATIKAN ORANG ITU, TAPI SETIAP KALI PULA IA MENGGELENGKAN KEPALANYA
DAN KEMBALI MENANGIS. KEMUDIAN DADU BOCAH LENYAP ENTAH KEMANA. BEGITU IA LENYAP
KEMUDIAN ENTAH DARIMANA MUNCUL KARTI, BOCAH YANG JUGA MENCARI SESEORANG DAN
MELAKUKAN HAL YANG SEPERTI DADU LAKUKAN , DAN KEMUDIAN IA PUN HILANG ENTAH
KEMANA.
Satu
Ada seorang
pemuda /Madekur namanya
Asal dari desa /
tinggal dan cari nafkah / di Jakarta
Sebagai
normalnya orang Jakarta / bagus dandanannya
Cacat muka tidak
/ tampan tidak / sedeng namanya
Ada seorang
pemudi / Tarkeni namanya
Asal dari desa /
tinggal dan cari nafkah / di Jakarta
Sebagai
normalnya orang Jakarta / bagus dandanannya
Cacat muka tidak
/ cantik tidak / sedeng namanya
Madekur dan
tarkeni / bertemu di atas ranjang
Ketika sama
bergoyang / mereka sama melayang
Kala menyusup
dalam tamasya syahwat di khayangan
Terbetik oleh
Madekur / suatu pikiran
Apa itu?
Nanti dulu
Tidak semua
orang Jakarta / punya pekerjaan
Tapi Madekur /
lelaki cekat / dan punya martabat
Ia punya
pekerjaan tetap / yang sangat berat
Memang madekur /
lelaki rajin / dan keras kemauan
Tidak semua
orang Jakarta / punya pekerjaan
Tapi Madekur/
perempuan cekat / dan punya martabat
Ia punya
pekerjaan tetap / yang sangat berat
Memang madekur /
perempuan rajin / dan keras kemauan
Dua-dua sama
rajin / sama cekat
Dua-dua berpeluk
di ranjang sangat erat
Bulan kolokan di
celah genteng
Lakon bermula di
bawah genteng
Dua
KEMUDIAN FORMASI
MEMBUYAR DAN DALAM BEBERAPA DETIK TERCIPTALAH SUASANA PLANET SENEN, SUATU
KOMPLEKS PELACURAN DI JAKARTA PADA MALAM HARI. SEBAGIAN DI ANTARA MEREKA
BERMAIN ORKES, BERJOGET, SEBAGIAN BERCUMBU DAN BERANEKA PERBUATAN YANG UMUM
TERJADI DI SUATU TEMPAT SEMACAM ITU.
DI ATAS PENTAS
ADA TIGA BALE-BALE ATAU RANJANG YANG KWALITET RENDAHAN TERPISAH LETAKNYA SATU
SAMA LAIN. DI ATAS KETIGANYA ADA TIGA PASANG LELAKI DAN PEREMPUAN . KALAU SAJA
LAMPU CUKUP TERANG DAN LALU LALANG PEMAIN-PEMAIN LAIN TIDAK MENGHALANGI AKAN
TAMPAK DENGAN JELAS BAHWA MEREKA SEDANG BERSETUBUH. TAPI JUGA ADAT KITA
MELARANG MEMPERTONTONKAN PERISTIWA ITU SECARA BLAK-BLAKAN DI ATAS PENTAS, MAKA
SAYA SARANKAN BILA DIANGGAP PERLU SEORANG PEMAIN LAIN BERLAKU SUATU PERBUATAN
ATAU PENJELASAN BUAT PENONTON BAHWA “DEMI KESOPANAN DAN ADAT YANG SELALU
BERSIH, MAKA ADEGAN-ADEGAN KOTOR TERPAKSA DI BIKIN BERSIH”
KEMUDIAN SEDIKIT
DEMI SEDIKIT SUNYI MUNCUL, ARTINYA MENUJU ADEGAN TANPA SUARA, LALU PADA
SAAT-SAAT SAMA SEKALI HENING PARA PEMAIN MENYINGKIR, KECUALI MADEKUR DAN
TARKENI DI ATAS RANJANG YANG TAMPAK SEDANG MELEPAS LELAH. BEBERAPA KALI
TERDENGAR SUARA DARI NAFAS MEREKA. SEORANG PEREMPUAN TUA, DARSIH NAMANYA (NGGAK
BEGITU TUA!) MUNCUL.
DARSIH
Buruan, dong! (Sambil
Exit) kalau mau nginap bilang kek!
LALU KEDUANYA
SAMA BANGKIT. MENGHEMPAS NAPAS LAGI, KEDUANYA SALING MEMANDANGI. KEDUANYA
SALING TERSENYUM. DAN PADA SAAT ITU MUNCUL SEORANG GADIS KECIL SEPERTI UMUMNYA
DI DESA. DIA MEMBAWA KERUPUK
GADIS
Mad! Mad!
LALU MUNCUL
SEORANG JEJAKA KECIL, SEGERA SI GADIS MEMBELAH KERUPUK JADI DUA DAN DENGAN
MALU-MALU YANG SEBELAH DIBERIKAN KEPADA SI JEJAKA. LALU SAMBIL TERTAWA KECIL,
MALU-MALU SI GADIS LARI EXIT. DENGAN SENANG SI JEJAKA MENCUBIT KERUPUK ITU,
LALU MEMELUKNYA. KETIKA TERDENGAR SUARA ANAK YANG LAIN MEMINTA KERUPUK ITU SEGERA
IA MENYEMBUNYIKAN KERUPUK ITU DALAM LIPATAN SARUNGNYA
JEJAKA
Tidak makan
apa-apa (sambil keluar)
LALU KEDUANYA
BANGKIT BERDIRI. TANPA BERKATA APA-APA KEDUANYA MENGENAKAN PAKAIAN. SETELAH
SELESAI, MADEKUR TERPEKUR SEJENAK SEMENTARA TARKENI MENANTI (BAYARAN TENTU)
SUARA DARSIH
Sedang bertelor
apa?
MADEKUR
Bagaimana kalau
kita kawin saja!?
TARKENI
Gampang. Bayar
saja dulu yang sekarang.
MADEKUR
Bajingan! Masa
nggak percaya sama saya. Mengeluarkan uang dari dalam saku celananya. Dengan
gaya si kaya ia menghitung beberapa lembar lalu menyerahkannya pada Tarkeni) minggu
yang lalu saya bayar berapa?
TARKENI
Biasa. Dua.
MADEKUR
Malam ini tujuh.
Hitung saja.
TARKENI (Setelah menghitung)
Kamu
sungguh-sungguh rupanya.
MADEKUR
Kamu kira uang
palsu?
TARKENI
Rejeki nomplok?
MADEKUR
Mana ada rejeki
nomplok. Tahi kuping yang nomplok! Keringat!
TARKENI (mengiyakan sambil menghapus keringat dengan uang)
Keringat menetes
Tes
Air mani menetes
Tes
Lalu semua menetes
Tes
Dan yang paling akhir air mata
Tes
MADEKUR
Sekarang jawab.
Bagaimana kalau kita kawin saja.
TARKENI
Jangan kayak
anak-anak ah.
MADEKUR
Saya serius dan
umur saya dua puluh lima, neng.
TARKENI
Saya dua satu
MADEKUR
Nah, apalagi?
Pekerjaan saya sudah punya.
TARKENI
Saya juga punya.
MADEKUR
Lebih bagus
lagi. Dan lebih dari itu ketika kecil kita pernah jadi penganten-pengantenan.
Dan saya kira saya masih cinta sama kamu.
TARKENI
Kalau saya
tidak?
MADEKUR
Belakangan kan
bisa!?
SUNYI SEJENAK
MADEKUR
Bagaimana?
TARKENI
Kenapa mesti
kawin?
MADEKUR
Seperti umumnya
orang. Biar gampang.
TARKENI
Begini kan
gampang.
MADEKUR
Lebih gampang
lagi kalau kita kawin. Sudahlah jangan banyak Tanya. Bagaimana?
TARKENI
Kita rundingkan
di luar.
LALU KEDUANYA
KELUAR
Tiga
Madekur seorang pencopet
Lantaran di Jakarta ia tergencet
Bulan dari Jatibarang yang ia kepit
Bersama kertas ijazah di ketiaknya
Lusuh dan kehilangan cahaya
Dilemparkannya di kali Ciliwung
Bulan itu mengapung-apung bersama tahi
Dan kertas-kertas rencana Negara yang terbengkalai
Dan diiringi kwitansi-kwitansi yang dipalsukan
Pegawai negeri
Di tepi kali Malang
Matahari yang pijar berkaca-kaca
Dengan susah payah
Sambil menyumpah
Madekur menjambak rambut matahari
Dan kemudian menyeretnya kemana-mana
Adapun Tarkeni seorang pelacur
Lantaran di Jakarta tak mau dikubur
Bulan dari jatibarang yang ia bawa
Bersama kertas ijazah dalam kertas plastiknya
Lusuh dan kehilangan cahaya
Bulan itu mengapung-apung bersama tahi
Dan kertas-kertas rencana Negara yang terbengkalai
Dan diiringi kwitansi-kwitansi yang dipalsukan
Pegawai negeri
Di tepi kali Malang
Matahari yang pijar berkaca-kaca
Dengan susah payah
Sambil menyumpah
Madekur menjambak rambut matahari
Dan kemudian menyeretnya kemana-mana
Empat
DI DESA,
KELUARGA MADEKUR MENEMPATI BALE PERTAMA DAN KELUARGA TARKENI MENEMPATI BALE
KEDUA. ADEGAN DI BAWAH INI ADEGAN DUET, AYAH MADEKUR BERDUET DENGAN AYAH
TARKENI, IBU DENGAN IBU, MADEKUR DENGAN TARKENI
AYAH &
AYAH
Tidak mungkin,
tidak mungkin
IBU & IBU
Tapi
AYAH &
AYAH
Coba, kamu bisa
membayangkan apa kata orang-orang seluruh desa ini kalau Madekur / Tarkeni
kawin dengan Tarkeni / Madekur. Aib, aib. Betapa sia-sianya dia kerja
payah-payah di Jakarta. Kamu mimpi apa semalam?
IBU & IBU
Saya kira nggak
mimpi apa-apa
AYAH &
AYAH
Saya kira! Tidak
mungkin kamu nggak mimpi apa-apa. Pasti kamu mimpi, hanya kamu lupa. Kalau kamu
mau mengingat-ingat pasti kamu akan menjerit karena ternyata kamu mimpi buruk
IBU & IBU
(Menjerit)
AYAH &
AYAH
Kenapa?
IBU & IBU
Ya, saya mimpi
AYAH &
AYAH
Nah, apa kata
saya!? Kamu pasti mimpi mandi di kubangan Haji Bakir.
IBU & IBU
Bukan. Saya kira
dalam mimpi itu saya mandi di comberan di … saya kira…. Dekat pelabuhan di
Cirebon.
AYAH &
AYAH
Di comberan? Di
dekat pelabuhan? Kamu tahu comberan dekat pelabuhan artinya air kotoran orang
seluruh jagat bertemu jadi satu dan itu berarti mempunyai takwil yang bukan
saja buruk tapi aib setebal tahi kerbau!?
IBU & IBU
Ya, saya ingat.
Tahi kerbau.
AYAH &
AYAH
Sudah pasti,
kemudian kamu megap-megap hanyut….
IBU & IBU
Nggak. Kemudian
saya terbangun karena asma saya.
AYAH &
AYAH
Persetan! (Pada
penonton) pernahkah Anda bayangkan anak anda kawin dengan seorang pelacur /
copet? Sudah tentu Anda pernah sekali membayangkan hal yang jelek-jelek kalau
pikiran Anda sedang gurem. Tapi saya percaya pikiran Anda ssaat ini cukup
jernih untuk ikut merundingkan soal ini. Anda punya seorang anak. Bukan main
senang bahagia ketika melayani dia ketika kecil sebab banyak boneka. Siang
malam kita melayani dia, lalu kita sekolahkan dengan harapan dia kelak
menggantikan kita, menjadi kebanggaan kita, jadi raja kek kalau bisa. Tiba-tiba
setelah dewasa, punya pekerjaan, punya penghasilan yang lumayan dia datang
keapda kita mengutarakan niatnya akan kawin dengan seorang pelacur / pencopet.
Buat saya yang tidak punya penyakit jantung hal itu tidak begitu membahayakan
jiwa, dan saya bisa secara jernih menimbang dan merundingkan dan meyakinkan,
tapi buat yang berpenyakit jantung? (Kepada istrinya) tidak, tidak –
kamu jangan sekali-kali membantu dia untuk memaksa saya mengambil keputusan
gila
IBU & IBU (Pada penonton)
Pada satu hari, anak
saya berkata pada saya “ Bu, saya pengen pergi ke Jakarta”
AYAH &
AYAH
Siapa pun tahu
di Jakarta orang bisa jadi apa saja, bahkan menjadi presiden sekali pun.
IBU & IBU
Tapi yang
pertama kali saya pikirkan bukan itu. Saya takut anak saya tertubruk mobil,
karena kata orang di sana lebih banyak mobil daripada pohon kelapa.
AYAH &
AYAH
Saya tahu betul
di dalam benak kepala anak saya berkumpul seluruh impian termasuk di dalamnya
impian-impian saya.
IBU & IBU
Saya kira siapa
pun lebih senang mati di tanah sendiri.
AYAH &
AYAH
Tapi tak ada
orang yang sempat memilih tempat buat dia mati.
IBU & IBU
Selain itu saya
kira di sini pun dia akan bisa besar, berkeluarga dan mati.
AYAH &
AYAH
Saya punya cerita.
Anak tetangga saya, Fadoli namanya. Saya belum pernah melihat anak yang lebih
bodoh dari dia, sekali pun ayahnya termasuk orang penting di desa ini. Walapun
saya tidak pernah diberitahu tapi saya tahu ketika sekolah rakyat anak saya
mendapat penghasilan dari Fadoli karena ikut merampungkan pekerjaan
menghitungnya. Ketika sekolah menengah ia dikirim orang tuanya ke Jakarta,
tiggal bersama pamannya. Dan beberapa minggu yang lalu ia dan keluarganya
mampir ke desa ini. Semua orang di desa ini ternganga melihat anak sebodoh itu bisa
punya mobil. Saya tidak tahu persis jadi apa ia, tapi yang pasti ia orang
penting. Nah, sekarang gampang diduga apa yang ada dalam kepala saya ketika
anak saya bilang mau ke Jakarta. Segera saya bilang kepadanya: pergilah anakku.
Selamat berjuang! Ya, saya kira saya sangat bijaksana waktu itu. Dan memang
Jakarta medan juang yang paling gampang karena musuh kita di sana cuma sesama,
sedangkan di sini musuh kita semata-mata alam dan kita hanya memiliki satu
pacul untuk sebelas petak.
IBU & IBU
Di sana terlalu
banyak orang, dan saya tidak bisa membayangkan darimana mereka bisa makan. Saya
selalu membayangkan di sana banyak orang makan orang. Saya punya cerita.
Anak tetangga saya Rogayah namanya. Saya
belum pernah melihat anak yang lebih pintar dari dia, sekalipun orang tuanya
buta huruf. Beberapa tahun yang lalu, setelah lepas sekolah menengah ia pergi
ke Jakarta. Seperti umumnya banyak orang ia ke sana dengan ijazah sekolahnya dan
cita-cita sederhana. Setahun lamanya dia cari pekerjaan dan tidak pernah
berhasil, sehingga tentu saja bibinya pada siapa ia numpang makan semakin
bermuka kecut. Pada tahun kedua ia minta diri bibinya untuk kembali ke desa
ini, tapi sebenarnya ia tidak pernah kembali. Beberapa bulan putus hubungan
antara Rogayah dengan keluarganya. Sampai pada suatu hari seluruh orang desa
ini gempar ketika seorang pemuda membawa selembar Koran di mana termuat mayat
Rogayah. Saya dengar ada belati di perutnya dan rupanya sebelum peristiwa naas
itu ia telah mendapat pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga dari sebuah
keluarga orang kaya.
AYAH &
AYAH
Cerita serupa
itu tidak perlu di Jakarta. Beberapa bulan lalu di Toangan dekat jembatan sana
kami menemukan mayat. Pendek kata Jakarta adalah jalan pendek. Dan nyatanya?
IBU & IBU
Memang hanya
beberapa bulan saja kemudian Madekur/Tarkeni anak saya kembali terbungkus
pakaian yang sangat bagus yang kami sendiri tidak pernah mampu membelinya.
Benar-benar hari itu hari yang bahagia buat kami. Oh, gusti saya tidak pernah
memimpikan anak saya segagah dan secantik itu.
AYAH &
AYAH
Ya, dan sebelas
perut ditambah dua perut kami benar-benar buncit saat itu.
IBU & IBU
Ia membelikan
saya seperangkat pakaian.
AYAH &
AYAH
Ia membelikan
saya sehelai kain palekat cap delima buatan Tasik, di samping sebuah korek api
yang sangat bagus. Sampai sekarang korek api itu tidak pernah saya pergunakan.
Saya simpan saja dan saya pajang sebagai hiasan di lemari.
IBU & IBU
Ya Gusti, ia
mengenakan arloji emas dan cincin emas.
AYAH &
AYAH
Ya, dan sekarang
akankah ia kita biarkan memilih jalan yang salah kawin dengan seorang
pelacur/pencopet? Apakah akan kita biarkan ia melumuri wajahnya dengan Lumpur
aib seorang pelacur/pencopet?
IBU & IBU (Kepada Suami)
Tapi ia bilang,
ia cinta
AYAH &
AYAH
Tidak kurang gadis/jejaka
di desa ini untuk dicintai. Dan demi segala kehormatan saya tidak akan mau dan
sudi berhubungan keluarga dengan keluarga jahanam itu. Sebelum lahir saya sudah
membenci keluarga yang sok suci itu. Tingeling!
IBU & IBU
Lalu?
AYAH &
AYAH
Kau tinggal saja
di sini, saya kira akan bicara sendiri dengan anak itu.(Perempuan itu akan
bangkit kembali) Diam di sini!
LALU AYAH DAN
AYAH PERGI KELUAR
Lima
IBU & IBU (Kepada Penonton)
Yang paling
sulit adalah….
IBU II (pada yang lain)
Kamu duluan deh.
IBU I
Yang paling
sulit adalah kedudukan ibu. Siapa pun tahu tidak gampang memilih pihak,
lebih-lebih semua pihak sama-sama berarti dan dicintai dan celakanya adat hidup
selalu menjatuhkan kita pada salah satu pihak sekalipun kita tidak menjatuhkan
pilihan alias kita tidak bisa lepas dari kedudukan sebagai korban. Karena itu
sekali waktu kita menganggap menjatuhkan pilihan adalah yang terbaik dalam
hidup ini, sebab kita memerlukan kepuasan memiliki hak memilih sebagai
kompensasi atas kesia-siaan kita.
IBU & IBU
Secara pribadi
saya punya pendirian lain dengan suami saya
IBU I
Yang penting
buat saya anak saya senang, biarlah dia kawin dengan siapa pun yang dia maui
kalau memang sudah merupakan jodohnya. Coba saja meskipun kita ngotot dalam hal
ini pasti anak saya yang akan keluar sebagai pemenang, karena dalam zaman ini
kedudukan anak sedang mendapat angin. Selain itu, saya belum yakin benar bahwa
Tarkeni menjadi pelacur di Jakarta seperti yang dibisikan banyak orang. Juga
saya demikian terharu mengetahui betapa anak saya yang sejak kecil diam-diam
mencintai Tarkeni.
IBU II
Pernah suami
saya memergoki mereka sedang jalan berduaan di pematang sawah dekat pekuburan
Ki Kede dan tanpa komentar suami saya menyeret Tarkeni pulang. Di dapur, suami
saya mencambuk Tarkeni dengan ikat pinggangnya yang setebal telapak tangan.
Bagaimana tangis Tarkeni tidak perlu diceritakan.
IBU I
Keluarga itu
sudah bebuyutan, sudah sedemikian tua permusuhan kami sampai kami sendiri tidak
pernah tahu duduk masalahnya.
IBU & IBU
Satu-satunya
yang kami tahu sejak kecil adalah kami bermusuhan
IBU II
Ada seorang
paman kami pernah mencoba menjelaskan kenapa kami bermusuhan . pada suatu malam
pada bulan puasa, kakek kami ketika
masih perjaka berkelahi dengan kakek
mereka di pekarangan mesjid. Persoalannya kakek kami dan kakek mereka sama-sama
jatuh cinta kepada seorang gadis, kalau tidak salah ingat gadis itu dari
keluarga moyang mang Miskak juru kunci mesjid. Siapa yang menang sudah pasti
kakek kami karena paman bilang itu kakek jago silat. Hanya sayangnya nasib
berkata lain, sehingga dua-duanya tidak sempat mengawini gadis itu lantaran
tergesa meninggal. Nah, sebenarnya bisa saja kemudian sama-sama saling menuduh
telah berbuat jahat terhadap sang gadis. kakek kami menuduh kakek mereka telah
mengirimkan guna-guna agar gadis itu terpaut hanya pada hatinya, tapi agaknya
salah mantra sehingga menyebabkan gadis itu malah meninggal secara mendadak.
IBU I
Seorang paman
kami pernah bercerita bahwa sebenarnya moyang kami pernah besanan dengan moyang
mereka. Jelasnya buyut kami pernah satu tempat tidur dengan salah seorang buyut
mereka, tapi lantaran buyut perempuan mereka terbukti serong dengan laki-laki
lain, maka buyut kami menjatuhkan talak tiga sekaligus terhadap buyut perempuan
mereka (dengan gaya mengucapkan rahasia) memang keluarga mereka keluarga
gampang gatel.
IBU II
Sedangkan salah
seorang bibi kami pernah menceritakan bahwa pada suatu hari jumat… (Kesal
dengan ceritanya sendiri)
IBU I
Sedangkan salah
seorang uwak kami pernah menceritakan bahwa pada suatu hari Sabtu…. (Kesal
dengan ceritanya sendiri)
IBU & IBU
Pendeknya
begitulah. Sekarang saya sudah saatnya saya harus berusaha menimbun lobang
permusuhan bebuyutan ini sebab kita sama-sama tidak menghendaki akhir Romeo dan
Juliet terulang dalam sandiwara ini. Jadi, sekali lagi, saya tidak berkeberatan
anak-anak saya kawin dengan anak-anak mereka, meskipun saya akan lebih senang
kalau anak saya bisa memilih jodoh yang lain (bersemangat) tidak. Tidak.
Saya harus berani mengutarakan pikiran saya blak-blakan kepada suami saya kalau
memang anak saya berani membujuk suami saya supaya berubah sikap, lantaran toh
akhir sandiwara ini mereka akan kawin juga.
Enam
MUNCUL AYAH DAN
AYAH DIIKUTI MADEKUR DAN TARKENI
AYAH &
AYAH
Sekarang,
marilah kita bicara dengan lebih tenang. Atur napas dengan baik supaya darahmu
beredar teratur dan tertib dan supaya kamu bisa bekerja dengan pikiranmu dan
tidak dengan perasaanmu itu. Bu, saya sudah bicara dan anakmu sudah bicara dan
kini giliranmu bicara. Mad/Tar, saya senang pada orang yang keras pendiriannya
tapi, kamu keras kepala dan saya tidak suka. Sudah berkali-kali kamu
mencoba mengutarakan perasaanmu dan
tidak pernah sekali pun mengutarakan pikiranmu, dan itu saya tidak suka.
Sebaliknya saya telah berkali-kali meminjamkan pikiran-pikiran terbaik saya
buat kamu, tapi kamu tidak suka. Padahal kamu sendiri cukup dewasa untuk
memahami bahwa perkawinan tidak semata membutuhkan perasaan, melainkan juga
terutama pikiran. Bu, kamu setuju anakmu kawin dengan pelacur/pencopet?
IBU & IBU
Naudzubillahi
min dzalik, eh, tidak!
AYAH &
AYAH
Atau kamu setuju
anakmu kawin dengan keluarga itu yang….
IBU & IBU
Tidak.
AYAH &
AYAH
Kamu dengar
sendiri bagaimana ibumu mengatakan tidak dan kamu sendiri tahu ibumu sangat
jernih dalam berpikir. Sekarang lebih baik kamu istigfarlah dulu.
IBU & IBU (Pada penonton)
Sebenarnya mulut
saya mau bilang setuju, tapi mata suami saya terlalu besar, nanti saya akan
bilang juga.
AYAH &
AYAH
Persoalan cinta
tidak sesepele seperti yang banyak diduga orang dan memahaminya lebih sukar
daripada memotong kuku dengan golok, namun percayalah saya menyintai kamu
sekaligus kehormatan kamu dan hari depan kamu. Janganlah sekali-kali kamu salah
mengira saya telah berlaku tidak sayang karena menghalangi niat kamu kawin
dengan…. Anak perempuan/lelaki keluarga itu. Jangan juga kamu mengira saya
tidak memahami niatmu yang suci, saya paham dan saya menaruh hormat, tapi
rupanya kamu lupa bahwa sesuatu yang suci memerlukan tempat yang suci juga.
Juga rupanya
kamu tidak menyadari betapa banyak pilihan yang bisa kamu lakukan, dan kamu
cukup mengerti bahwa yang terbaik adalah memilih yang terbaik. Tahu kalau kamu
masih belum bisa yakin juga, cobalah Tanya para penonton (pada penonton)
Setujukah Anda kalau anak Anda kawin dengan pelacur/pencopet? Kalau Anda bilang
setuju artinya Anda munafik sejati. Karena Anda telah mengkhianati hati Anda
sendiri. Marilah kita akui sama-sama bahwa pada dasarnya kita menyukai
kebangsawanan sekalipun perut kita kosong.
Dengan
mengatakan setuju berarti Anda telah sempurna dalam mengobral kata-kata muluk
berbunga kebajikan, sementara dalam perbuatan nyata Anda kurang lebih sepaham
dengan saya. Tapi Anda saksikan sendiri saya satu tingkat lebih tinggi dari
Anda lantaran saya satu antara perkataan dan perbuatan. Sungguh-sungguh kita
ini ningrat yang terselubung.
MAD & TAR (pada penonton)
Sebelum kemari,
saya sudah yakin pasti hati Anda satu barisan dengan hati saya. Sudah tidak bisa
dihalangi lagi barisan baru dengan panji-panji cinta akan tampil memimpin dunia
ini. Kita sama mengetahui betapa keterbelakangan orang-orang tua kita dalam berpikir, bersikap
dan berbuat, bahkan sebagian watak malasnya masih melekat dalam diri kita.
Ketika di
negeri-negeri lain orang sudah sedemikian sibuk dan kerja keras, orang-orang
tua kita masih belum selesai dengan sarapannya, dan yang sebagian lagi sibuk
merenungkan hikmah hidup tanpa sarapan.
AYAH &
AYAH
Berhenti nak.
Kamu tidak patut kurang ajar seperti itu, tidak layak menghina orang tuamu
sendiri di depan umum seperti ini.
MAD & TAR
Seperti bapak
saya sedang mencoba belajar mempergunakan pikiran saya, sama sekali saya tidak
sedang melakukan penghinaaan kecuali membeberkan keburukan.
AYAH &
AYAH
Satu kalimat
lagi berarti merahlah, nak. Tanpa bercermin saya sudah tahu mata saya mulai
merah.
MAD & TAR (Pada penonton)
Anda lihat
sendiri betapa tidak dewasanya orang-orang tua menghadapi kritik.
AYAH &
AYAH
Hanya batu yang
bertahan menghadapi kritik
MAD & TAR
Tapi batu yang
satu ini tidak.
(keempatnya
saling bertatapan sementara Ibu & Ibu sama menghela napas. Beberapa saat tableu
begitu. Kemudian terdengar suara gong satu kali)
AYAH &
AYAH
Baiklah kita
ulang lagi. Marilah kita bicara bertiga dengan lebih tenang. Atur napas dengan
baik supaya darah beredar teratur dan tertib, supaya kita bisa bekerja dengan
pikiran dan tidak dengan perasaan. Bu, saya sudah bicara, anakmu sudah bicara,
kini giliran kamu bicara.
IBU & IBU
Sebenarnya….
(pada penonton) sebenarnya saya setuju dengan pendirian anak saya, tapi juga
sebenarnya pikiran suami saya benar juga (kepada suami dan anaknya) sebenarnya
sama saja.
AYAH &
AYAH
Kamu ini sedang
bicara, atau…..?
IBU & IBU
Sama saja.
Maksud saya bicara atau tidak hasilnya akan sama saja, tapi bicara sedikit
barangkali lebih baik. Nah,. Saya akan mencoba menjelaskan pendirian saya, itu
pun kalau bisa disebut pendirian. Jangan dikira gampang orang berpendirian,
maksud saya, saya akan berusaha mencoba berpendirian. Jangan khawatir, semuanya
akan jelas juga pada akhirnya, tapi untuk itu perlu saya jelaskan secara
singkat segalanya lebih dulu. Penjelasan sangat diperlukan sebelum segalanya
jelas, itu sudah jelas.
Nah, biarkanlah
saya mengumpamakan persoalan ini dengan dua tangkai bunga melati dan seorang
gadis delapan tahun. Yang setangkai berwarna putih, sedang setangkai lagi
berwarna hitam. Mula-mula sudah jelas gadis itu merasa heran dan sangat lama
bertanya dalam hati kenapa ada setangkai bunga melati yang berwarna hitam,
sekalipun sebelumnya dia tidak pernah merasa heran bertanya dalam hati ketika
pertama kalinya ia melihat bunga melati berwarna putih.
Begitulah
seperti yang saya bilang tadi bahwa gadis itu lama bertanya dalam hati, lama
merasa heran. Tapi heran yang lama. Kemudian menjelma menjadi takjub dan
akhirnya hati gadis itu tertarik ingin melati yang hitam. Begitulah ketika
jari-jarinya yang lembut bergetar oleh kekaguman siap mematahkan melati hitam
dari tangkainya, gadis itu tiba-tiba ingat bahwa rambutnya juga berwarna hitam.
Selain itu ia juga ingat tidak seorang pun di Jatibarang yang menghias
rambutnya dengan melati hitam, bahkan sekalipun perempuan yang berambut putih
seperti neneknya.
AYAH &
AYAH
Sebentar,
sebentar. Lebih baik kamu singkatkan saja bicaramu. Bagaimana?
IBU & IBU
Kamu sendiri
bagaimana? Kamu akan memetik melati putih atau melati hitam?
AYAH &
AYAH
Seperti umumnya
orang saya memetik melati putih yang sudah pasti keindahannya.
IBU & IBU
Tapi kamu tidak
tahu bahwa melatih hitam itu mempunyai warna putih di sebelah dalam dan malah
di dalamnya ada sebutir berlian sebesar geraham saya yang tanggal beberapa
tahun lalu
AYAH &
AYAH
Mana mungkin!
Lagi kamu tidak mengatakan hal itu sebelumnya.
IBU & IBU
Karena melati
hitam itu belum jelas maka kemungkinannya tentu lebih luas.
MAD & TAR
Juga melati
hitam telah saya petik ketika ayah memetik yang putih
AYAH &
AYAH
Tidak bisa. Saya
belum memetik, baru berniat memetik dan sekarang saya akan memetik melati yang
hitam
MAD & TAR
Tidak bisa, yang
hitam telah saya petik
AYAH &
AYAH
Tidak bisa, yang
hitam milik saya
MAD & TAR
Tidak bisa, luar
biaaa harumnya
MAD & TAR
Ya Tuhan
harumnya
AYAH
&AYAH
Kurang ajar.
Lepaskan melati itu
MAD & TAR
Ya Tuhan,
harumnya
AYAH &
AYAH
Lepaskan,
bajingan.
MAD & TAR
Harumnya
AYAH
&AYAH
Bajingan
IBU & IBU
Begitulah,
siapapun pasti akan memilih yang terbaik. Tapi tahukah bahwa yang terbaik
adalah melati putih?
MAD & TAR
Kalau begitu
biarlah yang hitam untuk bapak.
AYAH &
AYAH
Kamu jangan
kurang ajar, nak. Melati putih itu telah saya petik.
MAD & TAR
Mana mungkin,
padahal bapak baru saja berniat akan memetiknya. Tidak, pak. Biarlah yang putih
buat saya.
AYAH &
AYAH
Nak, golok di
dapur Cuma sebilah dan itu milik saya
MAD & TAR
Biarlah bapak
mengambil golok dan saya memetik melati putih
SANGAT TIBA-TIBA
SEKALI, AYAH DAN AYAH MENGHUNUS GOLOK ITU DAN SIAP AKAN MEMANCUNG KEPALA MAD
& TAR DAN IBU & IBU MENJERIT
IBU & IBU
Saya lupa
memberitahu bahwa yang putih ada dua tangkai dan kesimpulannya kalian berdua
sama-sama bersikeras menghendaki yang terbaik (Mendekati anaknya) nak, kamu
ingin senang, bukan?
MAD & TAR
Senang sekali,
bu.
IBU & IBU
Kau pikir bapak
akan menjerumuskan kamu?
MAD & TAR
Pasti tidak, bu.
IBU & IBU (mendekati suaminya)
Kamu pasti tidak
bermaksud menjerumuskan anakmu.
AYAH &
AYAH
Pasti
IBU & IBU
Dan menghendaki
anakmu senang?
AYAH &
AYAH
Senang sekali
kalau bisa
IBU & IBU
Kalau begitu,
beres. Tidak satu pun yang simpang selisih. Sekarang bicaralah satu sama lain
tanpa nafsu amarah
AYAH &
AYAH
Boleh
MAD & TAR
Boleh
AYAH &
AYAH
Kamu masih tetap
pada pendirianmu?
MAD & TAR
Masih dan bahkan
makin kuat
AYAH &
AYAH
Saya juga masih.
Kalau begitu kita harus meningkatkan pertengkaran kita (Gong berbunyi lagi)
saya sampai pada pikiran untuk menyampaikan ultimatum
MAD & TAR
Sebaliknya
mental saya telah siap menerima apa saja
IBU & IBU
Kalian sudah
terlalu jauh, kalian….
AYAH &
AYAH
Kamu yang
semestinya bertahan sesuai dengan kedudukan ibu di mana-mana, yang hanya mampu
mengelus-elus dada sementara pertempuran berlangsung.
MAD & TAR
Saya menunggu
ultimatum itu, pak
AYAH &
AYAH
Bagus. Dengan
ultimatum ini saya hanya akan menyederhanakan dan mempersingkat perdebatan yang
nonsense ini. Begini, kalau kamu tetap pada niatmu kawin dengan
pelacur/pencopet itu saya hanya minta agar hubungan kita sebagai anak dan bapak
putus.
IBU & IBU
Pak….
AYAH &
AYAH
Kau tak berdaya,
bu.
MAD & TAR
Bapak serius?
AYAH &
AYAH
Kamu kira
main-main?
MAD & TAR
Putus?
AYAH &
AYAH
Putus
MAD & TAR
Sudah bapak
pikirkan masak?
AYAH &
AYAH
Saya kuatir
malah terlalu masak
MAD & TAR
Baiklah….
IBU & IBU
Nak….
MAD & TAR
Belum, bu, belum
selesai. Saya baru akan mempelajari ultimatum itu.
IBU & IBU
Bagus, nak.
Pelajarilah baik-baik.
AYAH &
AYAH (berbisik)
Kamu lihat
senjata apa yang kita miliki. Berbahagialah karena kita pada kedudukan pemenang.
Sambil mengecap harapan kemenangan, juga sambil memberikan kesempatan anak itu
mempelajari ultimatum kita marilah kita minum teh di luar.
Tujuh
MADEKUR
Bagaimana?
TARKENI
Kamu bagaimana?
MADEKUR
Buat saya nggak
ada soal. Kamu yang sejak semula bersikeras ingin meminta izin dan restu orang
tua sekarang punya persoalan karena ultimatum mereka.
TARKENI
Persoalan ini
sangat berat buat saya
MADEKUR
Buat siapapun
sangat berat, kecuali bagi saya
TARKENI
Bagaimana ya?
MADEKUR
Saya tahu kamu
sentimental seperti umumnya para penonton sandiwara. Cobalah putuskan.
TARKENI
Kalau saya
berpihak kepada orang tua dan niat kawin kita urungkan….
MADEKUR
Kamu akan segera
menjadi bintang keluarga dan penonton akan terharu, sementara diam-diam
mengutuk orang tua.
TARKENI
Kalau
sebaliknya?
MADEKUR
Kamu segera akan
diludahi dari segala penjuru dan
penonton menganggap lakon ini kurang menarik, sementara mengharapkan akhirnya
kamu kembali bersujud di depan orang tua mu.
TARKENI
Dan saya
sendiri?
MADEKUR
Berbahagia tidur
bersama saya sambil sekali-sekali membayangkan rambut orang tua mu yang semakin
memutih.
TARKENI
Dan orang tua
saya?
MADEKUR
Bernapas seperti
biasanya dan nasibnya sudah diatur seperti orang-orang tua yang lain
TARKENI
Tidak pernah
mereka memikirkan saya.
MADEKUR
Pernah setiap
akan tidur tapi tak lebih dari lima menit.
TARKENI
Kamu sendiri
bagaimana?
MADEKUR
Buat saya sangat
gampang membenci orang tua saya karena mereka tidak pernah memperhatikan saya
kecuali setelah mereka ditinggalkan saudara-saudara saya yang lainnya, dan saya
menunjang biaya rumah tangganya secara tetap.
TARKENI
Kamu pahit
sekali
MADEKUR
Saya kira bukan
pahit, enteng. Seperti hidup ini memperlakukan kita.
TARKENI
Enteng.
MADEKUR
Enteng.
TARKENI
Saya sudah
putuskan
MADEKUR
Bagus.
TARKENI
Enteng.
MADEKUR
Enteng.
GONG LAGI, ATAU
KALAU BOSAN YA CARI YANG LAIN
Delapan
AYAH & AYAH
DAN IBU & IBU MUNCUL DI TEMPAT MASING-MASING
AYAH &
AYAH
Merokok dulu (Dengan
nikmat menghisap rokoknya dan kemudian menghembuskan asapnya) Lalu bicara
dengan tenang. Bagaimana nak?
IBU & IBU
(Dengan lagu lain)
Jangan membisu
nak.
MAD & TAR
Tidak bu.
AYAH &
AYAH
Kalau begitu
bicaralah. Apa keputusanmu?
MAD & TAR
Bapak tetap
dengan keputusan bapak?
AYAH &
AYAH
Tetap. Tetap.
IBU & IBU
Nak…..
AYAH &
AYAH
Tapi hati-hati
dengan keputusanmu nanti, nak.
MAD & TAR
Jangan kuatir.
Keputusan bapak telah menjadi keputusan saya
IBU & IBU
Maksudmu, nak?
AYAH &
AYAH (Sama lagu)
Maksudmu, nak?
MAD & TAR
Terus terang
bapak sangat bijaksana sekali memecahkan soal ini, sedikitpun saya tidak
mempunyai kesan bapak bersikap mengancam. Malah sebaliknya. Ultimatum bapak
atau tepatnya keputusan bapak merupakan sikap yang paling maju sekali. Lebih
dari kebenaran bahwa hubungan keluarga atau hubungan darah merupakan pangkal
dari segala macam sengketa, karena pada dasarnya hubungan itu Cuma hubungan
emosionil belaka, dan itu merupakan beban yang sangat berat yang kita seret
sampai di lobang kubur.
Ketika bapak
memberikan jalan keluar, yaitu menawarkan putusnya hubungan antara kita
seketika saya merasa lebih sehat dan tubuh saya kehilangan berat sama sekali
sehingga saya merasa ringan apa saja.
AYAH &
AYAH
Jadi….
IBU & IBU
Nak…..
MAD & TAR
Ya, bapak benar
sekali lebih baik kita putuskan hubungan antara kita sebagai orang tua dan
anak. Dengan demikian, bapak dan ibu bisa tenang karena tidak lagi punya
persoalan dan kecuali pun kehormatan bapak dan ibu tetap tak ternoda, seperti
bapak sendiri bilang kehormatan adalah sesuatu yang nilainya satu tingkat di
bawah Tuhan. Sedangkan untuk saya mulai hari ini saya tak perlu menyisihkan
hasil jerih payah saya, seluruh penghasilan saya boleh saya habiskan sampai
rupiah yang paling akhir.
IBU & IBU
Kau dengar pak?
Kau dengar? Sebelum ia berpikir seperti itu saya telah membayangkan kesusahan
apa yang akan terjadi kalau ia sudah nekat seperti itu.
AYAH &
AYAH
Nak, kau rupanya
belum cukup lama memperlajari ultimatum bapak
MAD & TAR
Cukup. Cukup.
AYAH & AYAH
Barangkali kau
belum mengerti benar ultimatum bapak.
MAD & TAR
Kalimat bapak
jelas sekali dan selain itu telinga saya sangat baik. Dan percayalah semua
penonton akan mendukung penuh sikap dan keputusan bapak yang maju itu.
AYAH & AYAH
Sebentar nak,
jangan terburu nafsu. Hematlah dengan kata-kata. Kau kelihatan gugup sekali, tidak
mampu mengusasi diri.
MAD & TAR
Tidak, saya
senang sekali seperti orang mati
AYAH &
AYAH
Kamu mengerti
apa yang kau ucapkan?
MAD & TAR
Apakah itu
berarti bapak tidak mengerti dengan apa yang bapak telah putuskan?
AYAH &
AYAH
Maksud saya
cukup sadarkah kau?
MAD & TAR
Cukup, cukup
sadar.
AYAH &
AYAH
Perhatikan, nak.
Saya masih belum marah betul, seluruh emosi saya tekan di bawah perut besar saya. Beberapa
bagian tertentu telah melonjak-lonjak dan mulai memercikan api, tapi sampai
detik ini saya masih mencoba mengindari amarah. Sekarang jawablah dengan
baik-baik. Benar kamu menghendaki putus hubungan antar kita sebagai keluarga?
MAD & TAR
Saya Cuma
mendukung pikiran bapak yang cemerlang. Atau tepatnya bapaklah yang menghendaki
itu dan saya mendukungnya.
IBU & IBU
Kau tidak perlu
mendukung pikiran itu, gagasan itu buruk, paling buruk.
MAD & TAR
Gagasan itu sangat
bagus, sangat bagus.
AYAH &
AYAH (Marah sekali)
Tapi kamu tidak
perlu mendukung gagasan itu.
IBU & IBU
Gagasan itu
sangat buruk, nak. Sangat buruk.
AYAH &
AYAH
Apa kamu tidak
mengerti ultimatum itu semata-mata Cuma gertak sambal saja? Ancaman kosong?
MAD & TAR
Tidak, malah
saya menghargai ultimatum itu sebagai gagasan orang tua yang paling berani dan
maju. Saya yakin Cuma beberapa gelintir saja yang punya pikiran cemerlang
semacam itu.
AYAH &
AYAH
Jadi kamu tetap
bersikeras ingin supaya putus hubungan antara kita?
MAD & TAR
Sesuai dengan
kamauan bapak
IBU & IBU
Nak!
AYAH &
AYAH
Sungguh-sungguh!?
MAD & TAR
Sungguh-sungguh.
AYAH & AYAH
Putus?
MAD & TAR
Lebih tegas;
patahkan seperti arang
AYAH &
AYAH
Lalu kamu akan
melangsungkan niat kamu kawin begitu saja tanpa orang tua?
MAD & TAR
Begitulah
kira-kira.
IBU & IBU
Lalu siapa yang
akan merestui? Yang mendoa?
MAD & TAR
Pegawai catatan
sipil tentu saja
AYAH &
AYAH
Baiklah…
baiklah…..
IBU & IBU
Pak….
AYAH &
AYAH
Jangan cengeng
menghadapi sikap sombong seperti itu. Kalau tidak tahan menangislah, tanpa air
mata supaya anak sombong itu tidak sempat tahu. Kamu kira (kepada anaknya)
Cuma kamu saja yang tega memutuskan hubungan antara kita? Lebih dari itu saya
tega. Bahkan saya juga tega memutuskan kepalamu dari dadamu yang kau
busung-busungkan itu dan kemudian saya gecek kepalamu dengan batu kali.
Sombong. Atau
kamu mengira tenaga saya tidak cukup kuat menghadapi otot-ototmu yang masih
segar? Jangan lupa gigi saya masih utuh dan kuat (pada penonton) apakah
diantara kalian ada yang mengharapkan agar saya bersikap lembut menghadapi
sikap kurang ajar seperti itu? Mengharap agar saya meminta-minta supaya anak
biadab itu kembali menyebut diri saya sebagai bapaknya?
IBU & IBU
Dengarkan
sebentar, pak. (memberikan segelas air putih) tenang sebentar. (berbisik)
kamu lupa kita akan kewalahan kalau sampai membiarkan ia tidak lagi mengaku
anak kepada kita?
AYAH &
AYAH
Kewalahan apa!?
IBU & IBU
(berbisik)
Kau lupa
tahun-tahun belakangan ini kita sangat bergantung kepada anak itu. Dari mana
kamu akan mendapatkan uang dengan tulang-tulangmu yang rapuh?
AYAH &
AYAH
Kita jual
pekarangan belakang dengan empangnya sekaligus dan sebelumnya kita bisa makan
dari hasil pohon papaya.
IBU & IBU
Kita tidak bisa
menjual pekarangan mana pun karena kita telah menjualnya beberapa tahun lalu.
Kamu juga tidak bisa menjual rumah ini kecuali kalau kita boleh merombak mesjid
jadi dapur.
AYAH &
AYAH
Kita masih
memiliki seekor kerbau dan tiga kambing perahan.
IBU & IBU
Semua itu telah
kita jual. Semua itu sudah habis. Bahkan tanpa sepah.
SEBELUM
MELANJUTKAN BICARA AYAH & AYAH MELIHAT SEBENTAR KEPADA ANAKNYA
AYAH &
AYAH (Makin berbisik)
Jadi kita sudah
tidak punya apa-apa?
IBU & IBU
Tidak punya
apa-apa. Malah belakangan ini selalu timbul kekuatiran dalam diri saya apakah
kita mampu menyelenggarakan penguburan buat jenazah kita nanti.
AYAH &
AYAH
Seminggu yang
lalu saya juga berpikir barangkali lebih baik kita beli kain kafan mulai
sekarang semester demi semester.
IBU & IBU
Kalau begitu
kita juga perlu menanam kembang biar kita tidak usah beli nanti untuk keranda
kita dan makam kita.
AYAH &
AYAH
Jadi sudah habis
semua.
IBU & IBU
Semua sudah
habis dijual, sudah kita makan.
AYAH &
AYAH
Saya pikir saya
juga bisa mencuri
IBU & IBU
Kamu ingat mayat
Mukidi yang berlumur darah karena mencuri di rumah Ki Warad!?
AYAH &
AYAH
Orang-orang
tidak akan memukuli saya, karena saya sudah tua. Mereka akan jatuh kasihan dan
kemudian membiarkan saya memiliki barang curian saya dan bukan tidak mungkin
saya mendapat pula tambahan uang.
IBU & IBU
Sudahlah.
Daripada kita mengharapkan yang tidak-tidak. Lebih baik kita ubah sikap dan
biarlah kita menyetujui rencana anak kita.
AYAH &
AYAH
Saya juga
berpikir begitu. Tapi malu mengatakannya. Ya, saya kira itu lebih baik, hanya
kita harus mencari cara supaya kekalahan kita terhormat.
IBU & IBU
Gampang itu.
TIBA-TIBA AYAH
& AYAH DAN IBU & IBU BERUBAH SIKAP
AYAH &
AYAH (Dengan gemas memegang gemas pada pundaknya)
Saya terharu,
nak. Sungguh terharu akan ketabahanmu. Ujian dan cobaan yang ibu dan bapak
tampakkan sedikit pun tidak menggoyahkan niat sucimu. Kini kami baru yakin
betapa besar cintamu kepada kekasihmu.
MAD & TAR
Tidak terlalu
besar tapi besar.
IBU & IBU (merenggutkan anaknya dari suaminya lalu memeluknya)
Anakku, kau
lulus.
AYAH &
AYAH
Maafkan bapak,
karena bapak terlalu kasar. Maafkan juga karena bapak telah menyebut calon
istri/suamimu pelacur/pencopet.
MAD & TAR
Bapak tak perlu
minta maaf karena dia memang pelacur/ pencopet. (Ayah & Ayah dan Ibu
& Ibu mengambil jarak terhadap anaknya) Tarkeni/Madekur memang
pelacur/pencopet tapi orang tuanya tidak tahu dan tidak percaya.
AYAH & AYAH (Pada istrinya)
Apa kita akan
berubah sikap lagi?
IBU & IBU
Bingung.
MAD & TAR
Dan saya sendiri
memang pencopet/pelacur tapi ibu bapak tidak tahu dan tidak percaya.
ORANG TUA
Kami….
MAD & TAR
Pencopet/pelacur
IBU & IBU (Pada suaminya)
Apa yang harus
saya lakukan?
AYAH &
AYAH
Pingsanlah.
IBU & IBU
Saya tidak bisa.
Saya tidak percaya.
MAD & TAR
Karena tidak
sesuai dengan impian, sekalipun sesuai dengan impian buruk
AYAH &
AYAH
Kamu tidak
bergurau, nak.
MAD & TAR
Kenapa?
AYAH &
AYAH
Kalau pun benar
lebih bijaksana kalau kamu berbohong saja
MAD & TAR
Baiklah, saya
bohong.
AYAH &
AYAH
Jadi tidak benar
kamu pencopet/pelacur?
MAD & TAR
Siapa bilang
saya pencopet/pelacur?
AYAH
&AYAH
Ternyata Cuma
fitnah, bukan?
MAD & TAR
Bukan Cuma
fitnah tapi penghinaan terhadap gubernur Jakarta
IBU & IBU
Anak kita
gubernur, pak.
AYAH &
AYAH
Ya
IBU & IBU
Syukur. Syukur.
AYAH &
AYAH
Apapun jadinya
kita harus bersyukur
IBU & IBU
Syukur-syukur
GONG LAGI,
HIASAN JANUR
Sembilan
MEREKA BERTEMU
DI TENGAH PENTAS
IBU
Hari jum’at hari
baik.
AYAH
Tidak. Hari
Sabtu.
IBU
Minggu yang baik
AYAH
Senen
AYAH
Selasa
IBU
Rabu
IBU
Kamis
AYAH
Jum’at
AYAH
Minggu
IBU
Jum’at.
IBU
Minggu.
MADEKUR
Khrreeeeeeeeeekkk….
TARKENI
Tek – tek ….
AYAH
Jum’at
MADEKUR
Tek – Tek.
IBU
Minggu.
TARKENI
Tek – Tek….
IBU
Jum’at
MADEKUR
Tek – Tek….
(Sebentar
diam)
TARKENI
Tek.
IBU
Jum - ….
Teruskan.
MADEKUR
Tekek.
IBU
Jum’at
Tokek taoke kita
Cendekia di atas
cendekia
Sepuluh
PESTA KAWIN.
PUNCAK ACARA MERUPAKAN BARISAN-BARISA KETIKA DUA BUAH KERANDA MASUK BAGAI
BARONGSAI!!! LAMPU TIBA-TIBA MATI.
KETIKA PARA NABI
BANGUN OLEH SINAR FAJAR YANG TIDAK LAGI BERNAMA FAJAR, MEREKA SAMA TERKEJUT
KARENA DI HADAPAN MEREKA ATAU DI SEPUTAR MEREKA – TIADA SEORANG PUN MANUSIA.
YANG DI DEKAT ATAU DI SEPUTAR MEREKA HANYALAH PUING-PUING. PUING DAN PUING.
ASAP DI MANA-MANA. BAU MERCON DI MANA-MANA, POTONGAN KAKI DI MANA-MANA,
POTONGAN TANGAN DI MANA-MANA. BEBERAPA TOMBAK BEBERAPA PELURU KENDALI TERTANCAP
DI LANGIT.. BEBERAPA GUMPAL MEGA MERAH KE HITAMAN OLEH DARAH.
PARA NABI
Apa yang
terjadi?
(Seseorang
memetik gitar)
Puing dimana-mana
Asap dimana-mana
Bau mercon
Bau mesiu, goblok
Mercon
Mesiu
Pokoknya sesuatu yang meledak
Tangan siapa ini?
Kaki siapa ini?
Cari kepalanya, nanti kamu kamu!
Kepala siapa ini
Cari KTP nya
KTP siapa ini?
Baca!
Nggak terbaca, karena darah beku menutup namanya.
Apa yang terjadi semalam? Mereka baru saja menyelesaikan dua babak
dari keenam babak sebuah sandiwara reyog-reyogan
Musik!
(Seseorang
meniup suling)
Beberapa tombak…
Peluru kendali, goblok.
Beberapa tombak.
Peluru kendali
Beberapa peluru kendali tertancap di langit.
Bukan saja bumi luka-luka, rupanya langit juga.
Pasti bukan lagi mega atau pun awan yang berarak itu.
Memang awan memang mega namun berselimut darah beku.
Kalau semua sudah menjelma padang sunyi seperti ini pertanda orkes
kita tamat riwayatnya.
Siapa yang akan kita hibur?
NYANYIAN
Siapa akan kita hibur?
Siapa mau kita hibur?
Bumi kosong
Langit kosong.
Adalah sebidang padang sunyi
Adalah sebaris para penyanyi
Saling memantulkan sunyi
Siapa akan kita hibur?
Siapa mau kita hibur?
Bumi kosong
Langit kosong
Kosongnya kosong melompong
Kosongnya kosong yang gosong
A…..
Huruf a melayang entah ke mana
I…..
Huruf I bersembunyi entah dimana
AAAA
IIIIIIII
AIA
AIA
A……
SAYUP-SAYUP
TERDENGAR SUARA REYOGAN ROMBONGAN SEMAR CS
- Suara apa itu?
+ Suara mereka
- Kalau begitu, mereka masih hidup
+ Kalau ternyata tape recorder?
- Ya nggak apa-apa
+ Kita cari mereka
- Ya, kita perlu tahu babak-babak lain
sandiwara mereka.
+ kenapa? Ada apa? Kok merenung begitu?
- Sejak tadi saya yakin mereka masih
hidup.
+ Alaaa! Ayo kita berangkat
(mereka berangkat menjelajahi sunyi demi sunyi)
- lihat rombongan sandiwara semalam?
YANG DITANYA
Lihat!
NABI
Di mana mereka
sekarang?
YANG DITANYA
Saya juga sedang
cari
LALU ORANG ITU
BERGABUNG, BEGITULAH MEREKA BERJALAN MENGARUNGI SUNYI DEMI SUNYI DALAM BARISAN
YANG MAKIN LAMA MAKIN PANJANG. DAN SETIAP KALI MEREKA BERPAPASAN DENGAN ORANG
LAIN YANG BERTUJUAN SERUPA
NABI
Suaranya makin
jelas. Ya, makin jelas.
NABI
Ya. (Tiba-tiba
semuanya diam) Pasti mereka. Betul kamu ternyata Cuma rekman suara mereka.
Itu siapa yang berbaris di sana?
MEREKA KEMUDIAN
KELUAR DAN MUNCUL SEMAR CS YANG ROBOH SATU-SATU LANTARAN? LALU MUNCUL ROMBONGAN
NABI CS
NABI
Semar, semar….
SEMAR
Ya, saya Semar.
Saya semar
NABI
Kalian darimana
mau ke mana?
SEMAR
Dari cari
penonton mau cari penonton
NABI
Gila sekali
bahwa selama ini kita saling mencari penonton, cari mereka. Kalau begitu
segeralah main. Penonton sudah berkumpul sekarang.
SEMUA
BADUT-BADUT BERDIRI LUNGLAI DAN MEMANDANGI HADIRINNYA.
SEMAR
Jadi kalian
masih hidup?
HADIRIN
MENGANGGUK. BADUT CS MENANGIS PILU SEKALI (TIDAK KOMIKAL
SEMAR
Kami kira
permainan kami semalam yang terakhir
KEMBALI BADUT CS
MENANGIS
NABI
Sudahlah.
Sudahlah.
SEMAR
Kami sedih
tentang kalian
NABI
Sudahlah,
sudahlah.
SEMAR
Selama ini kami
bergurau tentang kalian
KALI INI BADUT
CS MENANGIS LEBIH MEMILUKAN LAGI.
NABI
Musik! (Seseorang
memainkan biola) Silakan Semarku, lanjutkan pertunjukanmu, kamu kelak ingin
tahu nasib Madekur dan Tarkeni selanjutnya. (Semar cs tiba-tiba menangis
lebih keras lagi) Kenapa? Ada apa?
SEMAR
Seperti
lakon-lakon Arifin yang lain, mereka mati secara mengerikan sekali. Secara
detail kami tak tahan melukiskannya.
NABI
Betul-betul
kisah cinta nan penuh air mata.
SEMAR
Kedua mayatnya
dalam satu lubang bersama sampah Jakarta
SESEORANG
Bagaimana bisa
terjadi
SEMAR
Gampang saja.
Mereka mati di pinggir kali atau di dekat tong sampah. Atau di trotoar, atau di
bawah Monas. Atau di… atau di… gampang saja.
NABI
Tapi cobalah
lukiskan selengkapnya.
SESEORANG
Nanti dulu. Saya
protes. Bagaimana mungkin mereka dibiarkan oleh pemerintah begitu saja?
SEMAR
Pemerintah tidak
tinggal diam. Pemerintah telah meminjamkan turk sampahnya dan membiayai ongkos
penguburan sekedarnya.
SESEORANG
Seharusnya
mereka dikubur di taman pahlawan. Jelas mereka pahlawan yang tangguh, ulet dan
tahu harga diri.
SESEORANG
Kenapa tidak di
taman pahlawan?
SEMAR
Karena bukan
pahlawan.
SESEORANG
Kenapa bersama
sampah?
SESEORANG
Karena sampah.
SEMAR
Terus terang
dalam suasana murung tanpa harapan sama sekali seperti sekarang ini saya tidak
berdaya bersandiwara lagi.
NABI
Semuanya sudah
habis, sobatku. Bakatmu yang besar pasti sanggup mengusir kegeramanmu dan
menggantikannya dengan kecerahan bocah menyajikan kekocakan-kekocakan,
hiburan-hiburan serta harapan-harapan.
SEMAR
Semuanya sudah
habis. Kekocakan telah menyusut kering bersama lapar dan dahaga. Apa yang
terjadis emalam sungguh-sungguh di luar batas permainan selama ini. Bagaimana
harus diterima? Dalam beberapa detik, semuanya berubah. Dalam satu hentakan
segala sumber kehidupan dikeringkan bersama-sama. Dan….
Badut lain
menampilkan diri sebagai badut-badut bisu.
SEMAR
Seketika para
badut dan para penyanyi bisu bersama-sama.
NABI
Kalian hanya
terlalu capek, yang kalian perlukan hanyalah hiburan, miuman dan makanan.
NYANYIAN
Tak pernah mutlak gelap
Tak pernah mutlak gelap
Tak pernah mutlak senyap
Tak pernah mutlak senyap
Tak pernah mutlak gelap
Tak pernah mutlak gelap
Mesti ada setitik cahaya
Meski setitik setitik hanya
WASKA
Bencana telah
dibencanakan oleh semangatku oleh ruhku, oleh namaku. Waska, Waska, Waska…..
KOOR
Waska, Waska,
Waska…..
WASKA
Peran Waska akan
tampil memecah puing-puing yang berserakan sepanjang tepi senja, akan
menghidupkan mayat-mayat dan dendam kesumat.
KOOR
Waska, Waska,
Waska…..
WASKA
Peran Waska akan
tampil memberi ruh pada jasadku yang lunglai kecapekan, yang kosong, yang
gosong yang bagai kepompong.
KOOR
Uuuuuuuuuuuu…..
WASKA
Langit hanya
berisi angin hari itu dan warna hitamku tumpah di seantero di mana-mana dan aku
Waska sedang minum air kelapa.
TARKENI
Lalu aku Tarkeni
datang menangis bersujud di kaki Waska mengadukan ihwal duka.
WASKA
Ada apa anakku?
Kenapa menangis pilu itu?
TARKENI
Sakit kepalaku
sampai ke kalbu lantaran dipukul suamiku.
WASKA
Madekur!!!
MADEKUR
Madekur luka
hatinya, disobek-sobek oleh cemburu buta.
WASKA
Ya, karena belum
matang jiwanya.
NABI I
Saya kira bukan
soal matang, Semar. Kau belum tahu persoalannya seperti juga penonton yang
lain.
WASKA
Pengalaman Waska
sama kaya dengan alam
NABI I
Pengalaman saya
sebaliknya, hanya sepertiga. Tapi dalam persoalan Madekur, saya yakin kau
terlalu tergesa.
KOOR
Sebagai suami yang
baik, Madekur semakin giat mencopet.
Sebagai istri
yang baik tarkeni semakin giat melonte.
Begitulah, pada
suatu malam
Adalah enam
belas lelaki antre depan Tarkeni
Lantaran Tarkeni
semakin popular goyang pinggulnya
Dan Madekur
suaminya terselip sebagai lelaki ke enam belas
Menunggu giliran
dan jatah kemesaraan
WASKA
Lalu karena dia
juga mendapat perlakuan sama seperti lelaki lain, Madekur cemburu.
SESEORANG
Apa kau juga
bayar seperti lelaki lain?
MADEKUR
Sudah pasti dan
saya bisa pastikan saya membayarnya dengan tarif tertinggi yang tidak akan
pernah orang mau. Kalian bisa bayangkan betapa kecewa hati saya, malam itu.,
sementara berahi meregang-regang, sementara hasil uang copetan di tangan akan
kuserahkan, saya harus menunggugiliran ke enam belas tanpa kebijaksanaan
sedikitpun.
WASKA
Dan karena itu
kamu pukul istrimu?
MADEKUR
Bukan karena
itu. Itu soal kecil. Ada soal yang lebih besar.
NABI I
Percaya gak?
Saya bisa pastikan….
WASKA
Jangan
menduga-duga, dengar saja faktanya.
MADEKUR
Inilah soal besar
itu: diantara ke enam belas lelaki tersebut adalah Maskat sahabatnya, yang ikut
bersetubuh dengan Tarkeni.
WASKA
Apa salah Maskat
kalau lelekai-lelaki yang lain berbuat serupa?
MADEKUR
Aku yang
meyalahkan!!!
LALU DIA
BERKELAHI DENGAN MASKAT SAMPAI MASKAT BABAK BELUK SEMENTARA ORANG-ORANG
MELERAIKAN.
MADEKUR
Dengan ini saya
umumkan beberapa ketentuan tata-tertib praktek pelacuran Tarkeni:
- Persetubuhan boleh berlangsung atas dasar suka sama suka.
- Tarif persetubuhan damai dan dibayar di muka
- Setiap yang merasa sebagai lelaki boleh ikut dalam transaksi tersebut, kecuali saudara-saudara/famili/sahabat/kerabat dan suaminya.
- Ketentuan ini berlaku surut, mulai beberapa saat yang lalu
Dan kau terkena
ketentuan itu, Maskat!!!.
TARKENI
Aku tidak
terima. Aku tidak terima. Ini sama sekali tidak adil kalau dia boleh mencopet
siapa saja, kenapa saya tidak boleh ebrsetubuh dengan siapa saja?
WASKA
Apa komentar
tuanku?
NABI I
Saya menganggap
kecemburuan Madekur pada tempatnya.
WASKA
Ya, memang pada
tempatnya, dan tempatnya adalah jiwa yang mentah. Madekur!!!
MADEKUR
Ya bapak.
WASKA
Kau tahu kenapa
orang cemburu!?
MADEKUR
Tahu bapak.
Karena mukanya jelek
WASKA
Apa mukamu
jelek?
MADEKUR
Tidak, bapak.
WASKA
Kalau begitu,
kamu tidak usah cemburu dan ketentuan tata tertib di atas dengan ini aku
batalkan.
MADEKUR
Jadi, bapak?
WASKA
Tarkeni bebas
berstubuh dengan siapa saja, di bayar atau tidak, di muka atau di belakang.
KETIKA WASKA
MENCARI TEMPAT DUDUK, ORANG-ORANG SAMA MENYINGKIR MEMBERIKAN TEMPATNYA, DAN TARKENI
SELALU DI SISINYA. SEPERTI PUTRID KESAYANGANNYA
WASKA
Aku kecewa
sekali kau bertingkah kayak bocah. Seharusnya dulu tak kuijinkan kalian kawin
seperti juga saudar-saudara kalian yang lain.
NABI I
Kenapa mereka
diijinkan? Apa itu tak bertentangan dengan watak Waska?
SEMAR/WASKA
Apa Waska
berwatak? Lagi waska anggap saja perkawinan itu sebagai salah satu bentuk
rekreasi dan dengan alas an itu ia mengijinkan perkawinan mereka (selanjutnya
pada Madekur sebagai Waska) Tapi itu tidak berarti kuijinkan segala tetek
bengek persoala-persoalan seperti cemburu, pertengkaran pura-pura dan
tangis-tangisa. Apa itu? Lebih berharga air kelapa!!
TIBA-TIBA WASKA
MENYEMBURKAN AIR KELAPA DARI MULUTNYA KEA RAH MADEKUR DAN TARKENI
WASKA
Coba cek basis
pertama. Mulai dari Tarkeni. (Tarkeni meludahi Madekur dan Madekur
membalasnya) Tidak, Madekur, tidak begitu. Ternyata kau masih cerewet. Apa
aku bilang dulu? Pertama-tama kau harus mampu mengubah sikap dan tanggapanmu
apabila kamu diludahi. Ulangi lagi dari kau.
MADEKUR MELUDAHI
WAJAH TARKENI DAN KEMUDIAN TARKENI MENGUSAP WAJAHNYA
TARKENI
Ludahmu hangat
WASKA
Luar bisaa, luar
bisaa, Tarkeni – coba beri rokok!
(Seseorang
memberikan rokok)
coba tusuk gigi.
(Seseorang
memberikan tusuk gigi padanya)
ajaran
terpenting dalam agama kita juga adalah mengenai harga diri. Agama kita
mengharamkan pengemisan dan mewajibkan perampasan atau perebutan atau yang
sejenis.
MADEKUR
Pencopetan,
bapak?
WASKA
Itu permainan
anak-anak, tapi baik juga buat melatih keterampilan. Yang penting, yakinlah
bahwa agama kita sangat serasi dengan alam, dan kenyataan. Dan tabahlah karena
agama kita sebagai agama tertua selalu dimusuhi. Banyak sudah pionir-pionir
yang mati dalam memperjuangkan menegakkan agama kita. Betapa pun tabahlah dan
sekaligus benggalah sebab penjara di mana-mana berisi saudara-saudara kita
seagama dan senasib. Umang-umang.
SESEORANG
Bapak,
murid-murid telah datang semua dan pelajaran boleh dimulai.
WASKA TIBA-TIBA
BANGKIT DAN MENYEMBUNYIKAN TANGISNYA. TANGIS TUA. SEMUA MURIDNYA CUMA BISA
MENUNDUKAN KEPALA MASING-MASING LALU TIBA-TIBA IA MERAUNG. DAN BERSAMAAN DENGAN
ITU TERDENGAR SUARA DENTANG BESI YANG MEMEKAKKAN
WASKA
Kita berdoa dan
sembahyang dulu
LALU SEMUANYA
MELAKUKAN UPACARA SEMBAHYANG DENGAN CARA MASING-MASING. ADEGAN INI SUNGGUH
SEREMONIAL SEKALI
Ada murid baru?
SESEORANG
Banyak, bapak.
Sebagian mereka adalah anak-anak tanggung yang putus sekolah karena biaya dan
sebagian lantaran tidak bisa merasa cocok dengan orang tuanya.
WASKA
Borok
BOROK
Ya, bapak.
WASKA
Ambil sebagian
BOROK
Baik, bapak.
Wilayah tetap, bapak?
WASKA
Tetap sekitar
jembatan lima sampai batas gereja – Buang.
BUANG
Ya, bapak.
WASKA
Pimpin yang
sebagian lagi
BUANG
Baik, bapak.
WASKA
Basis pertama (Lalu
orang-orang sama saling meludah) anak-anakku yang baru datang, perlu kalian
ketahui kenapa kalian harus segera bisaakan diri saling meludahi. Sebab adat
hidup emmang begitu dan kita tak bisa mengelakkannya. Umurku sembilan puluh
tujuh tahun dan selama sembilan puluh lima tahun aku diludahi dan sekarang aku
kebal.
SESEORANG
Kalau begitu
kenapa bapak tidak lagi punya harga diri?
WASKA
Aku yakinkan
bahwa kau sendiri tidak mengerti maksud pertanyaanmu, tapi perlu kamu tahu
bahwa latihan basis pertama ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan soal
harga diri. Melainkan latihan mengumpulkan-menghimpun dendam menjadi satu
kekuatan yang di luar perhitungan. Kita coba, ludahi aku.
ORANG-ORANG
MELUDAHI WAJAH WASKA DAN WASKA DIAM SAJA, TERUS BERKALI-KALI IA MELUDAHI WASKA
DAN WASKA DIAM SAJA. ORANG-ORANG ITU SEMAKIN SENANG MELUDAHINYA DAN TIBA-TIBA
DI LUAR DUGAAN SAMA SEKALI ORANG ITU TERKULAI
WASKA
Sepintas lalu
kelihatannya tak ada harga diri dan kebal, padahal lonjakannya telah mengambil
bentuk lain yang ebrnama ‘nekat’. Paham? (tiba-tiba mengibaskan tangannya
seperti nyamuk) Sambil lalu, bagaimana berita mengenai tempat ini?
LAIN LAGI
Kita masih bisa
berkumpul di sini sampai akhir tahun, bapak.
WASKA
Bagus, tahun
depan kita cari tempat yang lebih luas daripada stasiun tua ini. Umang-umang
tak boleh putus asa.
ORANG-ORANG
Ya, bapak.
WASKA
Sekarang latihan
sendiri-sendiri sesuai dengan bakat masing-masing.
LALU
MASING-MASING LATIHAN, ADA YANG LATIHAN NYOPET, NYURI, NGEGANSIR, NGEGARONG,
NYAMBRET, NODONG, NGELONTE DAN LAIN-LAIN. DAN BERSAMA DENGAN ITU TERDENGAR
DENTANG BESI BERTALU-TALU MEMEKAKAN TELINGA DAN WASKA SENDIRI TERPENTANG BAGAI
KRISTUS
NABI I
Semar, lakonmu
kali ini pahit sekali dan compang-camping
SEMAR
Aku sendiri
tidak tahu lagi. Yang kutahu hanayalh kekecewaan demi kekecewaan yang tak
pernah terlintas dalam benakku.
WASKA
Ketika aku
dilahirkan, sejak dulu sampai kini pun, aku tetap berpihak kepada cinta. Tapi
kejahatan kusaksikan semakin memenuhi sudut-sudut pandangan dan meneyrbu
membakar-memusnahkan impian-impian masa kanak-kanakku. Segala macam kekecewaan!
NABI I
Apa tidak ada
yang kau matangkan!?
WASKA
Semuanya
kumatangkan menjadi kenekatan (Seketika menjadi Waska) Anak-anakku!!,
berkeliaranlah sebagai umang-umang dan setialah sebagai umang-umang karena
kalian adalah umang-umang
SEKETIKA PENTAS
MENJADI SEBAGAI APAI AMARAH DAN SELANJUTNYA SENYAP. DI PENTAS CUMA ADA MADEKUR
DAN TARKENI. SISIPAN. BAPAK TARKENI BERKELIARAN DALAM RUANG KOSONG DENGAN WAJAH
PENUH TANYA. IA MEMAKAI SEPATU RODA
BAPAK
Ini pasti sungai
susu itu
(Lalu lewat
Ibu Tarkeni yang membawa sekuntum bunga dengan wajah riang. Dan ia juga memakai
sepatu roda)
Itu pasti
bidadari. Stop.
(Ia
mengejarnya dan keluur. Begitulah saling berkejaran)
Pasti kamu
bidadari
IBU (menyembunyikan wajahnya)
Bukan.
BAPAK
Mengaku saja.
IBU
Bukan
BAPAK
Kalau begitu
buka wajahmu
IBU
Malu.
BAPAK
Atau kamu
pelacur yang sebulan sebelum saya mati…
IBU (membuka wajahnya)
Setan! Ternyata
kamu hidung belang!
BAPAK
Sebentar-sebentar,
kamu siapa? Jangan marah-marah dulu. Jelaskan siapa kamu. Rasanya aku pernah
melihatmu.
IBU
Coba besarkan
mata kamu!
LALU IA
MEMBELALAKAN MATANYA
BAPAK
Oh, ibu….
IBU
Jangan sentuh
aku. Kau kotor. Tempatmu di neraka nanti.
BAPAK
Bu, sama sekali
aku mencarimu di ruangan yang aneh ini.
IBU
Akhirat, goblok.
BAPAK
Ya, bu….
IBU
Jangan sentuh
aku. Kau telah nyeleweng.
BAPAK
Jangan dulu
bersikap negative begitu. Dengarkan.
Ibu berpaling
BAPAK
Percayalah,
bahwa pelacur yang kutiduri itu persis wajah dan tubuhnya dengan kau, bu.
Matanya persis matamu. Hidungnya persis hidungmu. Bibirnya persis bibirmu.
Segala-galanya persis segala yang kau miliki yang indah dan menggemaskan itu.
IBU MEMATAHKAN
BUNGA DARI TANGKAINYA DAN MELEMPARKANNYA
jadi bu, secara
rohaniah, malam itu aku tidur denganmu.semuanya adalah rindu kita cinta kita.
IBU
Betul, pak?
BAPAK
Kebenaran selalu
sukar diungkapkan
IBU
Oh, pak. Betapa
setia kau.(Mereka berpelukan) Omong-omong, kapan kau mati, pak?
BAPAK
Aku tidak bisa
mengingatnya. Rasanya sudah lama.
IBU
Apa sebab kamu
mati?
BAPAK
Mungkin lantaran
TBC, mungkin lantaran aku tak tahan menanggung mal terus-terusan akibat anak
kita Tarkeni (Batuk) Batukku enteng dan tidak berdarah lagi.
IBU
Karena kamu
telah mati, pak. Kamu dibebaskan dari, bahkan dari penyakit.
BAPAK
Kalau begitu,
mati itu enak dong.
IBU
Sudahlah, kau
bilang tentang Tarkeni tadi. Kenapa dia?
BAPAK
Seperti kau
sendiri tahu, anak kita memang benar pelacur dan aku malu sendiri.
IBU
Boleh saja malu,
tapi tak usah terlalu lama.
BAPAK
Kamu bisa
begitu. Tapi aku tidak. Selama dia jadi pelacur selama itu pula saya malu.
Bagaimana tidak!? Kamu tahu dari buyut saya smapi ayah saya semuanya penghulu
dan ulama terkenal, dan Tarkeni….
IBU
Yang penting
kita telah berusaha keras menginsyafkan dia dan Tuhan tahu itu.
BAPAK
Tapi ini soal
kehormatan keluarga dan sama sekali
bukan soal Tuhan. Ha? Aku bilang apa tadi?
IBU
Sudahlah kamu
jangan ngaco. Lebih baik kita berdoa sekarang demi anak-anak kita.
BAPAK
Ya, saya akan
berdoa biar anak itu tahu betapa besar cinta saya kepadanya dan…
IBU
Sudah
BAPAK
Kesucian namaku
dan keluarga haruslah….
IBU
Sudah aku bilang
BAPAK (terus omong tanpa suara)
IBU (Tanpa suara)
MADEKUR
Kalau kau
menangis terus begitu. Waska pasti kecewa. Berhentilah. Lupakan semuanya.
TARKENI
Sudah sepuluh tahun
aku tak sempat menangis, biarkan aku kini menangis barang dua menit untuk
kematian kedua orang tuaku.
MADEKUR
Aku?
TARKENI
Menangislah
kalau kau mau
MADEKUR
Aku tidak bisa
lagi menangis, juga tidak mengaduh ketika lenganku yang kiri dilindas roda kereta
api.
TARKENI
Kalau begitu kau
cukup diam dan biarkan aku menangis sebentar (Menangis)
MADEKUR
Kalau sudah,
kita harus segera ke kantor Gubernur, kita sangat diperlukan.
TARKENI
Madekur,
biarkanlah aku menangis dulu.
MADEKUR
Baiklah,
baiklah. Menangislah.
TARKENI LALU
MENANGIS. SESEORANG MUNCUL
SESEORANG
Permisi
MADEKUR
Ada apa?
SESEORANG
Mau melonte,
Tarkeni nganggur?
MADEKUR
Sedang
berkabung.
SESEORANG
Jadi tidak
terima tamu?
TARKENI
Terima. Tunggu
saja di kamar.
SESEORANG
Terima kasih. Permisi
(Keluar)
MADEKUR
Kita harus
segera ke kantor Gubernur
TARKENI
Kenapa?
MADEKUR
Orang tua ku di
sana. Mereka mencariku.
TARKENI
Kenapa di sana?
MADEKUR
Mereka tetap
berpendapat aku ini Gubernur Jakarta.
TARKENI
Tapi.
MADEKUR
Ayolah kita
segera berangkat
LALU MADEKUR
MENARIK TARKENI KELUR. DAN KEMUDIAN MUNCUL LELAKI TADI YANG HAMPIR TELANJANG
SESEORANG
Tarkeni, di mana
kau?
ORANG ITU TERUS
MENCARI MENYERU TARKENI SAMBIL AKHIRNYA KELUAR. DAN BERSAMAAN DENGAN ITU MASUK
BEBERAPA ORANG YANG NAMPAKNYA SEDANG BERTENGKAR
BAPAK
Coba, aku sudah
menyebut namaku, aku sudah sebut nama anakku, aku sudah sebut pangkat anakku,
aku mesti menyebut apalagi supaya boleh bertemu dengan anakku.
RESEPSIONIS
Bapak boleh
bertemu dengan anak bapak, tapi tidak di sini.
BAPAK
Di mana? Di
mana? Di rumahnya? Aku belum tahu di mana rumahnya. Di sini sudah jelas
kantornya, dan di sini sudah jelas lebih gampang aku bisa menemuinya, kenapa
tidak boleh?
IBU
Barangkali dia
sedang…. Sedang repot, pak. Dinas, rapat.
BAPAK
Saya tidak
peduli dia sedang apa, saya hanya perlu ketemu sekarang juga, sebentar, non.
Coba jawab pertanyaan saya. Nona tahu buat apa saya perlu ketemu anak saya
alias Gubernur?
RES
Bagaimana saya
tahu?
BAPAK
Itulah! Sebab
itulah non tidak boleh gegabah pada siapa saja yang bernama tamu. Nah, biar
jelas saya akan uraikan secara panjang lebar kenapa dan dengan apa saya perlu
bertemu dengan anak saya alias Gubernur.
RES TANPA PEDULI
MULAI MAKAN SIANGNYA
BAPAK
Sebentar, non
mau dengarkan saya atau makan saja?
RES
Saya lapar. Ini
jam istirahat.
IBU
Kelihatannya
enak ya non.
BAPAK
Baiklah saya
izinkan kau makan sambil mendengarkan saya. Saya mau bicara apa tadi, bu?
IBU
Kenapa….
BAPAK
Saya sudah tahu.
Ya, kenapa dan dengan tujuan apa saya
ingin ketemu dengan anak saya alias Gubernur? Sebab sudah bertahun-tahun
gubernur itu tidak pernah lagi mengirim wesel kepada saya. coba tahu nona alasan
apa dia tidak mengirimkan lagi wesel-wesel itu kapada saya?
RES
Saya kira tidak
ada alasan untuk melupakan orang tuanya.
BAPAK
Setidak-tidaknya
ia bisa menyuruh ajudannya untuk mengirimkan wesel itu ke desa saya.
RES
Lalu tujuan
bapak ketemu?
BAPAK
Ada dua.
Pertama, memarahinya dan kedua membujuknya. Sebentar, Bu, kappa dia terakhir
kali mengirim wesel?
IBU
Dua maulud yang
lalu.
BAPAK
Kau pelupa.
Tidak mungkin. Coba, darimana kita dapat uang seminggu yang lalu untuk naik
bus!?
IBU
Kamu yang lupa.
Seminggu yang lalu kita resmi jadi pengemis.
BAPAK (Marah)
Sekali lagi
sebut kata itu saya jambak! (Menunjuk Res) siapa itu?
IBU
Orang lain, pak.
BAPAK
Nah, jangan
bikin malu – non, dengar apa yang kami percakapkan barusan?
(Res
menggelengkan kepalanya dan menyelesaikan suapannya)
BAPAK
Sayang sekali,
tapi tidak apa. Kami baru saja membicarakan keistimewaan anak kam alias
gubernur. Ketika dia lahir kepalanya bercahaya.
IBU
Dan sehari
sebelum melahirkannya, say abaca di lanit yang bru tulisan arab yang bunyinya
Madekur.
RES
Saya ulangi
lagi, pak. Nama anak bapak Madekur, bukan?
BAPAK
Tepatnya
Muhammad Madekur.
RES
Ya, Muhamad
Madekur. Sedangkan nama gubernur adalah Mohamad Mabrur
BAPAK
Pasti itu nama
samaran
IBU
Kedengarannya hampir
sama, tapi tidak sama. Bagaimana pun kita harus menyesal karena kita tidak
memberinya nama Mabrur ketika dia lahir.
BAPAK
Tidak usah menyesal
karena dia toh akhirnya bisa pilih nama sendiri
IBU
Dan
dipikir-pikir antara nama Madekur dengan Mabrur nggak begitu berbeda ya pak?
BAPAK
Cuma beda
beberapa huruf saja. Apa harus jadi soal?
MUNCUL MADEKUR
DAN TARKENI
MADEKUR
Pak.
BAPAK DAN IBU
DIAM SAJA
TARKENI
Bu
JUGA BAPAK DAN
IBU DIAM SAJA. ANEH.
BAPAK
Maaf, saudara
siapa? Mau cari siapa?
MADEKUR
Madekur, pak.
Anak bapak.
BAPAK
Madekur siapa
anak bapak siapa?
MADEKUR
Kita jelaskan
nanti di rumah. Kita pulang sekarang.
BAPAK
Kita kita siapa
pulang pulang ke mana?
MADEKUR
Jangan
main-main, pak. Ini kantor….
BAPAK
Sejak tadi
sebenarnya aku ingin mengatakan hal itu dan terus terang aku jengkel karena
pertanyaanmu terus nyerocos sementara aku tak tahu siapa kalian.
MADEKUR
Aku anak bapak
dan ini menantu bapak.
BAPAK
Tidak, nak. Cara
kalian menipu orang tua terlalu kasar dan aku tidak akan terkecoh.
TARKENI
Apa yang
terjadi?
BAPAK
Penipuan
IBU
Ya, penipuan di
siang bolong. Toloooong!
BAPAK
Sudah jelas
anakku gubernur dan kalian mengaku diri sebagai anakku?
MAD /TAR
Pak, dengar.
IBU
Polisi, tolong!!
ORANG-ORANG
MEMBERIKAN PERTOLONGAN YANG DIMINTA, JUGA BEBERAPA POLISI DATANG. DAN SEMUA
ORANG DAN POLISI MENANYAKAN PERSOALANNYA KEPADA IBU DAN BAPAK. IBU MENJELASKAN
SECARA BERAPI-API ‘PENIPUAN’ TADI. SEBALIKNYA, MADEKUR TARKENI JUGA MENCOBA
JUGA MENJELASKAN HAL YANG SEBENARNYA SECARA MATI-MATIAN. SECARA SUSAH PAYAH.
AKHIRNYA ORANG-ORANG BERSAMA POLISI-POLISI MENYERET MADEKUR TARKENI KE KANTOR
POLISI.
LANTARAN
RIBUTNYA ORANG-ORANG, LANTARAN TIAP-TIAP ORANG INGIN MENONJOL MENYELESAIKAN
PERSOALAN TERSBEUT, MAKA TIBA-TIBA SESEORANG NAIK KE MIMBAR DAN MENGANGKAT
DIRINYA SEBAGAI KETUA SEKALIGUS MEMBENTUK APA YANG DISEBUTNYA ‘PANITIA
PENYELESAIAN PERSOALAN PERTIKAIAN SEJENIS
KETUA
Perhatian! Perhatian!
Jangan bertindak sendiri-sendiri! Jangan menafsirkan sendiri-sendiri! Jangan
menjadi hakim sendiri-sendiri! Jangan menjadi jaksa sendiri-sendiri! Jangan
menjadi advokat sendiri-sendiri! Jangan jangan jangan!
Daripada
saudara-saudara rebut semrawut begitu tanpa pangkal ujung, pilihlah seorang
ketua. Daripada saudara-saudara akan babak belur lantaran bertikaian kata tanpa
kejelasan pokok, pilihlah tunjuklah seorang ketua. Daripada saudara-saudara
tidak punya ketua, tunjuklah saya sebagai ketua.
ORANG-ORANG
MEMPERCAKAPKANNYA SEHINGGA KEMBALI RIBUT LAGI. DAN TAMBAH LAMA TAMBAH REBUT.
KEMUDIAN SANG KETUA MENJERIT KERAS SEKALI HINGGA SEMUA ORANG BERHENTI BICARA
TERKEJUT
ORANG-ORANG
Kenapa? Kenapa?
KETUA
Aku Cuma
menjerit agar saudara-saudara kembali memperhatikan saya. Terus terang saya
tidak tega membiarkan saudara-saudara bercakar-cakaran hanya untuk mencari nama
yang tepat dan orang yang tepat sebagai ketua. Apa saudara-saudara suka
berdebat?
ORANG-ORANG
Tidak
KETUA
Bertengkar
barangkali?
ORANG-ORANG
Tidak
KETUA
Kalau begitu
percayakan semua itu kepada saya dan biarkan saya jadi ketua
(Orang-orang
diam kayak patung)
sesuai dengan
pepatah kita ‘diam artinya setuju’ terima kasih, saudara-saudara. Persoalan
kedua adalah kita harus menetapkan saya sebagai ketua apa, sebab tidak mungkin
saya bisa bekerja sebagai ketua tanpa tugas-tugas serta skop yang jelas
mengenai…
(Semua orang ribut
lagi. Untuk menenangkan mereka sang ketua tiba-tiba menyanyi)
terima kasih
atas perhatian. Dan sebaliknya saudara-saudara harus berterima kasih kepada
saya sebab saya telah menemukan jawaban yang kita sama-sama sedang cari yaitu
ketua apakah saya? Jawabannya sebagai berikut:
- Menimbang bahwa perlu adanya seorang ketua untuk menghemat waktu, kata-kata dan biaya dan terutama untuk menghindari semua orang jadi ketua sendiri-sendiri!
- Berhubung saya sudah terlanjur jadi ketua!
- Maka perlu adanya sesuatu yang diketuai!
Dengan ini saya
sebagai ketua memutuskan bahwa saya adalah ketua “Panitia Penjernihan Persoalan
Pertikaian Sejenis”
(Orang-orang
telah rebut lagi. Dan belum sang ketua melakukan sesuatu, mereka telah diam)
Terima kasih
saudara-saudara makin tahu diri. Nah, jangan saudara-saudara mengira saya tidak
tahu apa yang saudara-saudara ributkan. Saya tahu. Saya tahu. Bukankah
saudara-saudara mempeributkan arti dan makna serta hakekat dari kata ‘sejenis’?
(Orang-orang
diam)
nah, marilah
kita kesampingkan arti makna dan hakekat kata sejenis, sebab yang penting kata
sejenis enak bunyinya, lebih-lebih pada sesuatu rentetan seperti tersebut di
atas. Nah, sekarang sebagai ketua biarkan saya memainkan peranan saya (KEpada
bapak dan ibu) Ada persoalan apa?
BAPAK
Dia mengaku anak
saya
KETUA (Kepada Mad / Tar)
Ada persoalan
apa?
MADEKUR
Dia mengingkari
bahwa dia bapak saya dan saya anaknya
KETUA
Bapak siapa?
BAPAK
Saya bapaknya
KETUA
Anak bapak
siapa?
BAPAK
Anak saya
gubernur
KETUA
Saudara
gubernur?
MADEKUR
Bukan
KETUA
Kalau begitu
jelas saudara bukan anak orang itu
MADEKUR
Pak
IBU
Akuilah dirimu
gubernur, nanti kami akan menerima kamu kembali sebagai anak. Akuilah, nak.
Berikan kehormatan pada kami karena kehormatan adalah mahkota kebahagiaan kami.
TARKENI
Apa pikiranmu?
MADEKUR (Kemelut sekali pikirannya)
Kita harus tetap
berusaha agar mereka mau menerima kita sebagai pencopet dan pelacur
KETUA
Bagaimana
saudara?
MADEKUR
Pak, alasan
bapak ibu menolak kami sebagai pencopet dan pelacur?
BAPAK
Kalian sendiri
pernah bilang lantaran tidak sesuai dengan impian
IBU
Kecuali impian
buruk
MADEKUR
Bapak tahu bahwa
semua orang sama saja?
BAPAK
Tahu
MADEKUR
Bahwa pada
dasarnya semua orang sama-sama suka mencopet dan melacur?
BAPAK
Tahu
IBU
Tapi, anakku.
Adalah suatu kebajikan apabila kita membungkus kedua kata itu dengan kata-kata
yang lain
MADEKUR
Lalu alas an apa
maka bapak ibu mengingkari kami sebagai pencopet dan pelacur, memaksa kami
mengakui diri kami sebagai gubernur?
BAPAK
Karena sesuai
dengan impian
IBU
Anakku,
insyaflah. Pintu masih terbuka
KETUA (setelah pause)
Jadi, bagaimana?
MADEKUR
Kalau begitu,
memang dia bukan bapak saya
TARKENI
Mad
BAPAK
Selamat jalan
anakku
IBU
Pak
MADEKUR
Kalau dalam
tempo satu tahun in dia masih hidup, akan saya bunuh dia (Keluar)
TARKENI (Mengikuti)
Mad
BAPAK
Adalah gila
kalau saya menerima dia sebagai pencopet
IBU
Betul, pak.
Tapi….
BAPAK
Saya tahu saya
akan tergeletak di jalanan dilindas truk atau bis Jakarta. Saya tahu saya akan
mati tepat ketika saya membayangkan betapa hebat dia jadi gubernur. Saya
mengangankan hal itu untuk pertama kalinya ketika dia masih berumur empat
tahun. Dan rupanya saya akan mati dilindas truk atau bus Jakarta, tepat ketika
saya membayangkan keindahan itu (melambaikan tangan) Selamat tinggal
anakku.
KETUA
Kesimpulannya,
anaknya adalah gubernur
MAKA SEMUA ORANG
MEMBERIKAN SELAMAT KEPADA NYA DAN BAPAK SEMAKIN MELANGIT KEPUASANNYA, SEMENTARA
IBU SEMAKIN DERAS CUCURAN AIR MATANYA. DAN ORANG-ORANG ITU KEMUDIAN
MENINGGALKAN MEREKA, KECUALI RESEPSIONIS YANG KINI TELAH BERUBAH BERWARNA HITAM
SELURUHNYA ATAU UNGU TUA
KETUA
Terima kasih
atas kesempatannya, pak, bu
BAPAK
Terima kasih
kembali, nak
LALU KETUA
PERGI. IBU SEMAKIN MENCUCURKAN AIR MATANYA
BAPAK
Kita mulai, bu?
IBU MENGANGGUK
SAMBIL MENGHAPUS AIR MATANYA. LALU KEDUANYA DALAMLAGAK GAGAH PEMBESAR MENDEKATI
RESEPSIONIS
BAPAK
Selamat siang
RES
Selamat siang,
keperluan?
BAPAK
Ketemu gubernur
RES
Nama bapak?
BAPAK
Lagi-lagi nama
RES
Jadi bapak…?
BAPAK
Masa tidak tahu
IBU (sambil mencucurkan air mata)
Lupa?
BAPAK
Pangling?
RES
Bapak….?
BAPAK
Mulai ingat kan?
IBU
Coba terka siapa
kami?
RES
Kalau tidak
salah….?
BAPAK
Tidak
IBU
Pasti tidak
salah
RES
Bapak adalah
bapak dari….?
BAPAK
Satu kata lagi
IBU
Ayo
RES
Dari….
BAPAK
Jangan putus asa
RES
Gubernur
BAPAK (Terharu)
Luar biasaa,
nak. Daya ingatmu luar biasaa.
IBU (airmata)
Terima kasih nak
BAPAK
Saya akan
usulkan agar kamu diangkat menjadi sekda
RES
Terima kasih pak
BAPAK
Soal kecil
RES
Kebetulan bapak
gubernur sedang menuju kemari
BAPAK
Luar biasa
gagahnya
IBU
Iya pak
BAPAK
Persis ketika
dia masih berusia empat tahun
IBU
Iya pak
BAPAK
Biarkan dia
lewat ke sini
IBU
Iya pak
BAPAK
Biarkan ia
pingsan terkejut bertemu dengan bapak ibunya secara tidak dinyana
MUNCUL MADEKUR
DAN TARKENI
MADEKUR
Pak
TARKENI
Bu
BAPAK
Gubernurku
MEREKA SALING
BERPELUKAN DAN RESEPSIONIS MENGELUARKAN SAPU TANGAN PUTIH
MADEKUR
Lebih baik kita
langsung pulang ke rumah
TARKENI
Di kantor tidak
bebas
BAPAK
Setuju, setuju.
Aku tidak sabar ingin lihat perabotan yang mewah itu
IBU
Ya, pak. Iya
BAPAK
Ini kesempatan
nonton televise. Ada kan?
TARKENI
Kasihan bapak
ini. Cita-citanya nonton televise
BAPAK
Buat apa
sebenarnya telor mata sapi itu?
IBU
Apa ya nak?
TARKENI
Telor ceplok
BAPAK
Namanya lebih
bagus. Pasti lebih enak
IBU
Kau nanti
sarapan itu, pak
MADEKUR
Kita berangkat
sekarang
BAPAK
Aku berangkat,
aku berangkat
RES
Selamat jalan
pak
BAPAK
Selamat tinggal
nak
SAMBIL
MELAMBAIKAN TANGAN, BAPAK KELUAR DIIKUTIOLEH CSNYA DAN BERSAMA DENGAN ITU
MUNCUL SEROMBONGAN ORANG-ORANG YANG MENGANGKAT MAYAT DAN SELANJUTNYA
PEMAIN-PEMAIN SEPERTI BAPAK CS MENGIKUTINYA. DI BELAKANG SEKALI ADALAH IBU YANG
MELANGKAH TERSNEDART SAMBIL MENAHAN TANGISNYA DAN BERKERUDUNG HITAM.
WASKA MUNCUL
MERAUNG-RAUNG KAYAK ORANGGILA, SEBENTAR KEMUDIAN IA MENANGIS, SEBENTAR KEMUDIAN
MERAUNG-RAUNG MENYERAMKAN SEPERTI SEEKOR SERIGALA.
NABI
Kenapa itu
Waska?
SEMAR
Ia sedang marah
pada dirinya sendiri
KEMBALI WASKA
MERAUNG-RAUNG PERSIS SEEKOR SINGA TUA YANG INGIN BEBAS DARI TERALI JEBAKANNYA
SEMAR
Waska juga
berontak ingin lepas dari penjaranya yang bernama diri sendiri
NABI
Kasihan. Kenapa
kalap begitu
KEMBALI WASKA
MERAUNG-RAUNG PERSIS SEEKOR SINGA TUA YANG KESEPIAN DI GUNUNG JURANG PADA SUATU
SENJA
NABI
Kenapa lagi dia?
WASKA
Aku kesepian
KEMUDIAN DIA
KAYAK ORANG SEKARAT. BARING, BANGKIT, LONCAT JATUH BANGKIT LAGI KESANA KE SINI
NABI
Sekarang saya
mengerti. Pasti Waska sedang dirundung gandrung cinta
SEMAR MEMBERIKAN
ISYARAT AGAR JANGAN BICARA KERAS-KERAS
SEMAR
Jangan
keras-keras, nanti semua orang dengar. Waska malu mengalami hal itu, hal yang
selama hidupnya yang panjang diingkarinya. Hampir satu abad ia bebas dari hal
itu dan selama itu ia berhasil tidak pernah jatuh cinta kecuali melampiaskannya
saja nafsu birahinya secara hewani saja.
Tapi tiba-tiba
pada suatu malam, tanpa sengaja terpandang olehnya mata perempuan itu, mata
yang sangat indah
NABI
Mata siapa?
Perempuan siapa?
WASKA (Sambil keluar)
Aku malu. Aku
malu! (Meraung)
SEMAR (Ngintip)
Mata itu mata
Tarkeni. Tarkeni perempuan itu (Keluar)
NABI
O….
NYANYIAN
Angin bergelombang di atas gelombang
Dihembus cinta
Sebungkah karang gersang
Mulai goncang
Bagian bawahnya
NABI
Diam. Madekur
dan Tarkeni akan melanjutkan lakonnya.
MUNCUL MADEKUR
BERSIMBAH DARAH TANPA SEPOTONG TANGANNYA LAGI DIIKUTI OLEH TARKENI YANG SEMAKIN
TEBAL RIANYA DAN JALANNYA SUDAH NGEGANG
NYANYIAN
Setelah badan bersimbah darah
Setelah tangan putus dua-dua
Setelah mata cacat sebelah
Setelah wajah luka-luka
Apa yang akan kau lakukan
MADEKUR
Mencopet dan
terus mencopet. Kalau bisa aku juga akan terus mencopet setelah aku mati
NYANYIAN
Dan kau Tarkeni
Setelah keindahanmu busuk
Apakah akan terus melonte?
TARKENI
Aku tidak pernah
berpikir sebelum melakukan sesuatu. Dan aku tidak suka dipusingkan oleh
pertimbangan-pertimbangan yang akan menyebabkan aku jadi pintar. Yang pasti
kami, aku dan Madekur akan tetap saling setia, sebab kami saling mencinta
MADEKUR
Aku mencintaimu,
dan aku selalu gemas seperti pada hidup ini
TARKENI
Aku juga, aku
juga Madekur
KEMUDIAN KEDUANYA
BERCIUMAN SANGAT ERAT TANDAS
MADEKUR (meludah)
Baumu mulai
busuk
TARKENI
Nanah tidak bisa
dibendung lagi, Madekur.
MADEKUR
Bagaimana pun
aku mencintaimu, tapi aku tidak bisa mengingkari penyakit sipilismu. Penyakitmu
sudah sedemikian rupa dan terus terang aku hampir muntah
TARKENI
Mau apa lagi?
MADEKUR
Ya, mau apa
lagi? Kita telah meludahi
TARKENI
Sekarang kita
diludahi
MADEKUR
Ya, mau apa
lagi? Karena kita tak pernah bisa meludahi wajah sendiri
NABI
Apa cuma itu
yang bisa kamu lakukan?
MADEKUR
Banyak
NABI
Kenapa tidak
lainnya?
MADEKUR
Dengan meludah,
aku merasa telah melakukan segalanya
TARKENI
Suaramu mulai
mirip suara Waska
TIBA-TIBA
MADEKUR MENEMPELENG ISTRINYA DAN DIA KELUAR. TARKENI TIDAK PAHAM MENGEJARNYA.
TEPAT DUA DETIK SEBELUM ORANG-ORANG BERLARIAN DI KEJAR-KEJAR POLISI, DAN
BEBERAPA SAAT KEPANIKAN TERJADI DI PENTAS. DAN SEMENTARA ITU ORKES MENYANYIKAN
‘TAK PERNAH MUTLAK GELAP
IBU
Mad, Mad…
MADEKUR DAN
TARKENI DIAM SAJA
IBU
Kau lupa suara
ibumu?
MADEKUR
Tidak
IBU
Kenapa kau diam
saja?
MADEKUR
Suara itu selalu
menyiksa
IBU
Aku menyesal kau
berkata begitu
MADEKUR
Suaramu selalu
tangis atau bujukan serta janji
IBU
Mad
MADEKUR
Aku ingin
melupakanmu. Aku ingin melupakanmu tapi aku tidak bisa; setiap mencoba lupa,
wajahmu kian nyata
IBU
Niatmu jahat,
padahal aku tidak pernah bisa berniat melupakanmu lantaran aku pun tidak bisa
melupakan rasa sakit ketika melahirkanmu dan kegelian pertama pada tetekku
ketika kamu menyusu
MADEKUR
Bu, bu.
IBU
Kamu pasti
kedinginan, ataukah kamu merasa pedih pada luka-luka dan borokmu? Atau tanganmu
yang putus itu masih kamu rindukan dan sesalkan?
MADEKUR
Aku memanggilmu
karena kangen, diam-diam aku kangen. Malu-malu aku kangen, malu ketika aku
membayangkan kau jadi istriku
IBU
Anakku, anakku!!
TARKENI
Betul kamu
pernah berpikir begitu?
MADEKUR
Ya. Semuanya
berantakan
TARKENI
Seharusnya kau
tak boleh
MADEKUR
Seharusnya!
Seharusnya!
IBU
Mad, seharusnya
kau menjadi gubernur
MADEKUR
Seharusnya aku
menjadi nabi
IBU
Setiap kali aku
mendengar kalimatmu, aku jadi bertanya-tanya, apakah air susuku dulu beracun!?
MADEKUR
Boleh jadi racun
itu menjadi sempurna bercampur dengan air sumur yang bau busuk dan udar yang
mengandung wabah cacar dan tebece
IBU
Kamu kurang
punya rasa syukur, nak
MADEKUR
Tuhan lebih
tahu. Biarkan aku tidur sekarang dan jangan bangunkan , sang surya lebih tahu
kapan saatnya membangunkanku
KETIKA MADEKUR
TIDUR, TARKENI MASIH MELEK SAJA, DIAM SAJA
TARKENI
Betul-betul di
luar dugaan sama sekali. Bau tanah pesawahan hanya bersisa dalam kenangan
samara-samar (Membaui dirinya sendiri)
MADEKUR
Tidurlah kau.
Tidak akan ada lagi yang tertarik menghampiri kamu
TARKENI
Kemarin malam
ada seseorang
MADEKUR
Aku tahu pasti.
Orang itu sangat tua, sangat kurus, sedikit bungkuk dan memerlukan tenaga
banyak dalam bernafas. Orang tua itu pensiunan juru rawat
TARKENI
Memang
MADEKUR
Tidurlah, malam
ini kamu tidak akan punya tamu lagi
TARKENI
Tuhan yang tahu
MADEKUR
Pensiunan itu
telah mati tadi pagi di selokan
TARKENI
Aku yakin masih
banyak lelaki tua dan bungkuk di dunia ini
MADEKUR
Semuanya sudah
mati di selokan
TARKENI
Kalau benar
begitu, anak-anak dungu dan sedikit sinting pasti sudah ada
MADEKUR
Banyak
TARKENI
Nah, biarkan aku
melek dan tidurlah kau
LALU SEMUA ORANG
TIDUR DAN KEMUDIAN SAYUP-SYAUP TERDENGAR SUARA WASKA MERAUNG TUA DAN KELIHATAN
SAMARA-SAMAR IA KOMING. DAN SEMENTARA ITU TARKENI MENYANYI, KEMUDIAN TARKENI
KELUAR. KEMUDIAN WASKA KELUAR, DAN SEMUA ORANG BANGKIT KARENA MATAHARI TELAH
MULAI NAIK.
IBU MAD
Ibu yakin kau cuma
sombong. Sejak kecil memang kau punya sifat itu
BAPAK MAD
Aku kira juga
selain itu kamu memang gampang patah hati
MADEKUR
Yang pasti aku cuma
jengkel
BAPAK TAR
Tapi bodoh kalau
kamu mengisi seluruh waktu dan
kesempatanmu hanya untuk berjengkel-jengkelan
IBU TAR
Kenapa mesti
jengkel sih?
MADEKUR
Sudahlah, tidak
usah kalian hiraukan aku. Semuanya, segalanya cuma persoalan najis, dan aku
tidak mau membungkus persoalan itu dengan segala macam hal-hal yang besar yang
agung
IBU MAD
Tapi nak
BAPAK MAD
Tapi nak
MADEKUR
Tapi tapi tapi.
Semuanya di seberang tetapi semuanya tetapi
IBU MAD
Masih ada
pilihan lain daripada apa yang sudah kamu pilih selama ini
MADEKUR
Aku tidak pernah
memilih sejak lamaran-lamaran kerjaku ditolak kantor demi kantor, pabrik demi
pabrik
BAPAK TAR
Kamu juga bisa
jadi penghulu atau ulama kalau mau
MADEKUR
Terlalu banyak
pejabat-pejabat macam gitu. Sudah, aku tak mau lagi membagi-bagi nafkah mereka
BAPAK MAD
Jadi gubernur
aku kira lebih cocok
MADEKUR
Jadi, apapun,
siapapun cocok atau tidak cocok. Dalam pengalamanku aku belum pernah menjumpai
soal cocok-cocokan
IBU MAD
Kalian semua
kejam dengan menyodorkan segala macam pekerjaan atau jabatan yang sudah jelas
tidak dapat dia capai. Dalam keadaan seperti itu kita harus menyarankan
kepadanya jalan lumrah sebagaimana umunya telah ditempuh banyak orang.
Mengemislah, anakkku. Jalan ini adalah jalan paling mulia diantara jalan-jalan
yang tidak mulia
MADEKUR
Pada waktu kecil
aku pernah bercita-cita menjadi guru atau seorang mantra kesehatan. Kalian
pasti masih ingat pak Guru Toha yang lembut itu. Aku masih bisa mengingat
wajahnya dengan jelas seperti juga wajah pak Mantri Barnas
IBU TAR
Tangan orang tua
itu selalu bersih seperti wajahnya
BAPAK TAR
Dia memang
muslim sejati seperti aku
BAPAK MAD
Aku ingat
seorang lagi yang mengesankan di desa kita, pensiunan lurah Wartama. Caranya
berjalan gagah sekali
IBU MAD
Ayam-ayam
minggir semua kalau ia lewat
BAPAK MAD
Bukan saja ayam.
Kerbau juga
BAPAK TAR
Guru itu
IBU TAR
Mantra itu
BAPAK MAD
Lurah itu
MADEKUR
Tuhan, kenapa
dikau tinggalkan daku. (Eli-eli lamma sabaktani)
IBU
Bangun
anak-anakku, pintu-pintu telah terbuka. Restoran-restoran telah dibuka.
Warung-warung juga, segala macam rezeki menanti kita
SEMUA TERJAGA
DAN BANGKIT
IBU
Alat-alat sudah
siap? Mental-mental sudah siap? Jangan lupa menangkap lalat dan kumpulkan lalu
tempelkan di borok kalian masing-masing
SEMUA
Semua sudah
siap, bu
IBU
Tuhan
membenihkan rezeki dimana-mana, bahkan
di antara sampah-sampah
SEMUA
Syukur
alhamdulillah
IBU
Memang kita
harus selalu bersyukur. Bagaimana pun kita berangkat sekarang. Bismillah.
SEMUA
Bismillah
BARU SAJA SATU
LANGKAH MEREKA PORAK PORANDA LANTARAN DIKEPUNG OLEH POLISI DAN TEAM PENETIB
KEINDAHAN KOTA. DAN AKHIRNYA SEMUA KELUAR, BEBERAPA SAAT KEMUDIAN SECARA
MENGENDAP-ENDAP MEREKA MUNCUL LAGI
SESEORANG
Ada apa tadi?
SESEORANG
Saya kira gempa
SESEORANG
Pemebrsihan apa?
SESEORANG
Pembersihan
sampah
SESEORANG
Sampah?
IBU
Mereka hanya mau
menyembunyikan dosa mereka sendiri
SESEORANG
Saya tidak bisa
tenang kalau selalu dibikin kaget begitu. Jantung saya lemah
IBU
Kalau begitu,
marilah saya hibur
POLISI-POLISI
DATANG LAGI DAN MEREKA BUYAR LAGI. DAN BEBERAPA SAAT LAMANYA PENTAS KOSONG.
KARENA TERLALU LAMA NGGAK ADA PERMAINAN NABI-NABI JADI CURIGA.
NABI
Kenapa mereka
nggak muncul?
NABI
Hilang lagi kayak
dulu?
SEMAR (Muncul)
Kalau pentas
kosong selalu membingungkan penonton, tuanku. Padahal maksud kami sekedar ingin
memberi tahu bahwa para pengemis itu semuanya tertangkap tanpa terkecuali dan
mereka disekap dalam rumah sosial
BEBERAPA ORANG
MUNCUL DAN LANGSUNG TIDUR DI SUDUT
NABI
Kenapa mereka?
SEMAR
Beberapa minggu
kemudian sebagian demi sebagian mereka lari
NABI
Apa sebabnya?
SEMAR
Seperti juga
orang-orang kaya, para pengemis juga punya sifat loba dan tamak. Mereka ingin
makan lebih banyak meskipun sisa dan bercampur kotoran
NABI
Begitu?
SEMAR
Begitulah adnya,
tuanku. Maaf, tuanku adegan selanjynya seudah siap dan akan dimainkan
NABI
Adegan yang mana
Semar?
SEMAR
Adegan Waska
sakit
KEMUDIAN WASKA
BERBARING DAN ORANG-ORANG MENGERUMUNINYA
SESEORANG
Jangan mati dulu
bapak
WASKA MENYEMBUR
ORANG ITU
WASKA
Kalau aku mati
memangnya kenapa?
SESEORANG
Saya sedih,
bapak
WASKA
Alaaaah, sudah.
Jangan berpura-pura
SESEORANG
Tapi
setidak-tidaknya sempatkan berpidato dulu, bapak.
SEMUA ORANG
MENGIYAKAN
WASKA
Umang-umang
anakku, soal mati itu urusan Tuhan yang maha kuasa. Karenanya tidak perlu lagi
kita pusingkan, persoalan terpenting hanyalah soal stasiun tua ini. Aku ingin
kita sudah pindah sebelum saya mati.
SESEORANG
Beres bapak
WASKA
Kembali soal
mati, dapat saya katakana bahwa pada umumnya orang mengisi waktu dan usianya
dengan segala macam kegiatan yang mengarah pada suatu angan-angan yang gila,
yaitu…. Eh, begini sederhananya: hidup bagi sebagian besar orang adalah
persiapan untuk menghadapi cara mati. Untuk saya pribadi….
SESEORANG DAN
LAIN-LAIN
Nanti dulu
bapak, nanti dulu
WASKA
Belum, belum.
Saya bicara apa tadi?
SESEORANG
Untuk saya
pribadi
WASKA
Untuk saya
pribadi hidup adalah hidup, mati adalah mati
SESEORANG
Maksud bapak?
WASKA
Aku sendiri
tidak begitu jelas
WASKA LALU
BANGKIT DAN BERGERAK
SESEORANG
Kemana bapak?
WASKA
Mau ngopi
NYANYIAN ANGIN
BERGELOMBANG, WASKA MUNCUL LAGI MERAUNG MARAH. NYANYIAN LAGI. WASKA MUNCUL
LAGI, MARAH, NYANYI DAN TERUS NYANYI SAMPAI TERDENGAR SUAR TEMBAKAN YANG SANGAT
MEMEKAKAN TELINGA YANG MENJADIKAN SEMUA ORANG TERDIAM DAN FIRASAT MASING-MASING
MENGATAKAN BAHWA ITU PASTI KEMATIAN WASKA
DAN BENAR
KEMUDIAN MUNCUL SEMAR DENGAN SAPU TANGAN SEDIHNYA.
NABI
Siapa yang mati,
Semar?
SEMAR
Waska
SESEORANG
Polisi yang
nembak? Karena ia melarikan diri? Atau salah seorang di antara kita yang
dengki? (Baris ini menyebabkan Madekur merasa nggak enak) jelaskan kalau
memang jelas, Semar!
NABI
Siapa yang
menembaknya?
SEMAR
Mula-mula
begini…..
SESEORANG
Tidak perlu
bagaimana permulaannya, yang penting siapa yang menembak. Kalau ada persoalan,
itu urusan mereka berdua. Kita hanya perlu tahu siapa yang menembaknya.
SEMUA ORANG
MENDUKUNG ORANG TADI
SESEORANG
Bagaimana pun,
kita banyak berhutang kepada Waska. Bukan saja ia telah memberikan jalan terang
kepada kita ketika kita luntang-lantung meraba-raba hampir putus asa dalam
kegelapan dan kesemrawutan jalan-jalan Jakarta.
SESEORANG
Ia juga menuntun
kita setiap kali kita tersesat ke dalam sikap putus asa
SESEORANG
Ia juga
memutuskan tali yang telah dipersiapkan buat menggantung leher kita sendiri
SESEORANG
Ia yang
mengurungkan telunjuk kita menarik pelatuk pistol yang akan ditembakkan atas
kepala kita
SESEORANG
Dan ia yang
menyadarkan dan membangunkan harga diri kita
SESEORANG
Dan ia juga yang
membelokkan kita dari jalan hina para pengemis
SESEORANG
Singkat kata,
dialah ‘api nan tak kunjung padam’ bagi barisan para penganggur yang memenuhi
kota-kota yang gemerlap namun gelap, yang gelap namun gemerlap
SESEORANG
MENANGIS SANGAT MEMILUKAN SEKALI
SESEORANG
Tangis yang
panjang yang paling panjang yang pilu yang paling pilu tak akan juga seimbang
untuk menghormati jenazah yang mulia itu. Tuhan, Tuhan…
NYANYIAN
Angin berwarna ungu
Angin berwarna ungu
Menghembus perlahan batang-batang
Cemara yang kelabu
Dan sepi menunggunya
Dan sepi menunggunya
Waska
Lelaplah dalam senyap
Lelap lelap senyap senyap
Angin berwarna ungu
NABI
Sebentar, Semar.
Saya kira orang-orangmu sudah keterlaluan menanggapi tokoh Waska
SEMAR
Saya kira juga,
tuanku. Malah lebih dari itu, mereka sudah menyimpang dari teks
SESEORANG
Sebentar,
sebentar, jangan ngobrol yang tidak-tidak dulu. Pertanyaan kami belum dijawab.
Siapa yang menembak Waska?
SEMAR
Waska ditembak
tepat pada pelipisnya dengan lubang peluru yang mengagumkan lurusnya dan
penembaknya adalah Waska sendiri.
SEMUA ORANG
MENGATAKAN BAHWA PERBUATAN ITU TIDAK MUNGKIN DILAKUKAN OLEH WASKA
SEMAR
Coba, tenang
sebentar. Jangan bicara sendiri-sendiri. Kalau terus kalian bicara begini,
penonton yang sebenarnya dan nanti mereka menduga-duga secara berlebihan
seperti bisaanya
SESEORANG
Saya tahu motif
serta alas an mengapa Waska bunuh diri
SEMAR
Kamu tidak tahu.
Yang tahu Cuma Arifin, saya dan Tuhan. Sebab itu dengarkan. Waska bunuh diri
karena malu
SESEORANG
Lantaran hutang?
SEMAR
Selebihnya bukan
urusan kamu dan siapapun. Itu semata-mata urusan Waska sendiri, pribadi
SEMUA ORANG
SEKETIKA MUNDUR KETIKA MUNCUL TARKENI
YANG EMRAYAP-RAYAP SECARA MENGERIKAN SEKALI. SELURUH TUBUHNYA PENUH DENGAN
BOROK KECIL-KECIL YANG SEMUANYA BERNANAH. SETIAP BOROK KECIL ITU DIBUMBUI OLEH
BEBERAPA EKOR LALAT, SEMENTARA DARAH KERING DI PINGGIR-PINGGIRNYA DAN NANAH
KENTAL MELELEH. TARKENI DENGAN SUSAH PAYAH MENDEKATI MADEKUR YANG MASIH TIDUR
SANGAT NYENYAK.
NABI
Sejuta borok
kecil mengerumuni keindahanmu. Berjuta lalat singgah mengerumuni borok-borokmu.
Dan darah dan nanah meleleh-leleh
SESEORANG
Bagaimana pun
perasaan kita, hidung kita tetap tidak tahan akan baunya
SESEORANG
Seharusnya kamu
berobat
TARKENI
Jelas
SESEORANG
Kenapa tidak?
TARKENI
Nggak punya duit
SESEORANG
Cari dong
TARKENI
Tidak usah
nyocot. Tanpa kamu bilang aku sudah berusaha, hanya saja aku belum dapat
SESEORANG
Saya kira lebih
baik dia pergi ke rumah sosial
TARKENI MELUDAH
SESEORANG
Atau dia bisa datang
ke rumah pastur atau dokter atau sosiawan atau….
TARKENI
Aku tidak akan
pernah datang ke rumah-rumah mereka. Penyakit dan kelaparan yang sekarang
kutanggung adalah penyakitku dan kelaparanku, bukan penyakit mereka kelaparan
mereka
SESEORANG
Tempo hari
pernah ada seorang pelacur yang menderita seperti dia datang ke rumah seorang
dokter-pastur dan beberapa bulan kemudian dia sudah kembali cantik seperti
keluar dari kap salon dan kemudian ia aktif lagi sebagai pelacur
SESEORANG
Kemarin pernah
orang cerita….
DAN KEMUDIAN
SETIAP ORANG BERCERITA MENGENAI PENGALAMANNYA YANG HAMPIR SERUPA ITU, MENDENGAR
ITU SEMUA, TARKENI JADI JENGKEL DAN IA PUN SEGERA MELEMPARI
ORANG-ORANG ITU DENGAN APA SAJA YANG DIDAPAT
DAN ORANG-ORANG ITU PUN MNEYINGKIR SEMUA.
SETELAH ITU,
TARKENI MEMBANGUNKAN MADEKUR DENGAN MESRA SEKALI, SEPERTI IA MEMBANGUNKAN
MADEKUR DI KAMAR YANG INDAH DI SEBUAH RUMAH KAMPUNG DI DESANYA.
TARKENI
Mad, Mad….
MADEKUR (Sambil bangun menggeliat enak sekali)
Ah, matahariku
TARKENI
Menyenangkan
mimpimu?
MADEKUR
Luar biasa, tapi
mencapekkan pinggang
TARKENI
Aku juga mimpi
yang sama
MADEKUR
Sebentar lagi
luka-lukamu kering, sayang. Jangan kecil hati
TARKENI
Aku tidak pernah
kecil hati seperti kau tahu
MADEKUR
Memang, dan
itulah yang membuatku tergila-gila padamu
TARKENI
Bagaimana pun,
samar-samar aku masih bisa membayangkan ketika pada suatu sore kau mengintip
aku mandi
MADEKUR
Waktu itu aku
masih bocah dan aku malu karena tertangkap basah
TARKENI
Mad….
MADEKUR
Tar….
KEDUANYA SALING
MENATAP SAMA TERSENYUM, TAMPAK BETAPA KEDUANYA SALING MENCINTA
MADEKUR
Waktu tidak
berhasil merusak keheningan matamu, sayang. Matamu tetap bulat bening seperti
ketika untuk pertama kalinya aku memperhatikanmu
TARKENI
Ketika aku
belajar mengaji di rumah Nyi Rohmah?
MADEKUR
Ya, kau pakai
kerudung….
TARKENI
Oh, tiba-tiba
aku ingin berkerudung sekarang
MADEKUR
Sapu tangan ini bisa
kau gunakan sebagai kerudung
LALU TARKENI
MEMAKAI KERUDUNG
MADEKUR
Siapa bilang kau
busuk?
TARKENI
Jangan hiraukan
omongan orang
MADEKUR
Kau tetap cantik
mengagumkan
TARKENI
Aku selalu
gemetar setiap mendengar suaramu
MADEKUR
Kita berbahagia,
bukan
TARKENI
Sangat, sangat
MADEKUR
Ya, karena
ternyata kita berhasil dan selalu berhasil mengatasi penderitaan demi penderitaan
TARKENI
Mad, aku merasa
sebentar lagi aku akan mati
MADEKUR
Aku juga merasa
begitu
TARKENI
Kalau begitu,
setubuhi aku. Aku ingin….
MADEKUR
Aku mengerti,
aku mengerti.
ANGIN PUN
BERDESIR
TARKENI
Mad….
MADEKUR
Tar….
NYANYIAN
Bunga-bunga plastik warna-warni
Tidak bergoyang, tidak bergoyang
Sementara angin menghembusnya
Hanya debu-debu yang menari-nari
Nanah yang meleleh
Dosa yang meleleh
Langit pun terbuka
Memberkas cahaya
Cahaya perak kemerlap
Bumi pucat senyap
Dedaun perak kemeralp
Melayang meratap
Nanah yang meleleh
Dosa yang meleleh
Menyerbu angkasa
Menggedor cahaya
Madekur mandi cahaya
Semua jadi bunga
Tarkeni mandi cahaya
Semua jadi doa
IBM
Para penonton
yang berbahagia – semoga. Amien.
Bertahun-tahun
lamanya Ibu Madekur mengembara sebagai pengemis di jalan-jalan Jakarta, mencari
dan mencari Madekur dan Tarkeni. Tidak seorang pun tahu. Tidak seorang pun yang
tahu. Dan pada suatu dini hari di bawah jembatan Semanggi perempuan tua itu,
yang sedang kedinginan dalam tidur sepinya dibangunkan oleh seorang anak lelaki
dan seorang anak perempuan – sepasang kuda putih. Kedua anak kecil itu
membisikan di telinganya bahwa Madekur dan Tarkeni telah wafat. Mendnegar itu,
Ibu Madekur bangkit dan kedua anak itu kemudian gaib menjelma dua titik embun.
Begitulah
perempuan tua itu kembali mengembara dan mengembara dan kali ini bermaksud
menziarahi kuburan anak-anaknya; Madekur dan Tarkeni. Tapi tidak seorang pun
tahu. Tidak seorang pun yang tahu. Dan pada suatu senja di sebuah tong sampah
perempuan tua itu mengais-ngais, tapi tong itu kosong. Tong itu kosong. Tapi ibu it terus mengais
dan mengais, lantaran percaya di bawah tong itulah pasti Madekur dan Tarkeni
terkubur. Dan benar, perempuan itu menemukan Madekur dan Tarkeni yang sedang
nyenyak tidur berpelukan. Dipandanginya anak-anak itu, diciuminya anak-anak
itu, direstuinya anak-anak itu. Dan seketika Madekur dan Tarkeni gaib menjelma
dua lembar daun kering yang siap menjadi debu.
Para penonton
yang bahagia – semoga, Amin.
Kemudian ibu itu
berbisik pada daun-daun kering itu
“Bagaimana pun
kalian adalah putra-putra ku yang terbesar bagiku….”
TAMAT
Post a Comment
Post a Comment