Guru sekarang memang repot. Hampir tidak ada satu
kelas dengan jumlah murid kurang dari empat puluh anak. Itu berarti dalam
setiap kali masuk kelas ia harus menghafal sekian puluh kepala. Dan kalau mau
jadi guru yang baik, sekaligus harus mengingat tugas-tugas yang diberikannya
serta catatan prestasi mereka. Padahal, kalau mau asap dapur terus mengepul, ia
harus mengajar belasan kali dalam sehari, pagi sore. Jadi, rasanya kurang layak
menurut perhatian guru yang seringkali sudah teler terlalu letih.
Sementara itu, dalam kelas yang
berbeda, guru harus selalu mengulang mata pelajaran yang sama. Artinya, ia
bagaikan ’kaset hidup’ yang tiap kali masuk kelas memutar lagu yang sama. Bisa
dibayangkan kalau ‘kaset’ ini lama-kelamaan bunyinya sumbang. Apalagi hampir
tidak ada lagu baru yang diisikan, atau tidak ada kesempatan bagi guru untuk
menambah ilmu yang terus-menerus berkembang. Idealnya, seorang guru harus
selalu bisa mengikuti perkembangan dunia yang berlangsung di luar dunianya.
Dengan cara seperti ini materi pelajaran yang disampaikannya akan terasa lebih
hidup dan menyegarkan. Lalu apa jalan keluarnya?
Guru masa depan tampaknya hanya akan
setengah berfungsi. Fungsi yang setengah lagi digantikan oleh teknologi
pendidikan. Di beberapa negara maju, sebagian sudah menggunakan teknologi
pendidikan secara maksimal. Guru dijadikan ‘bintang TV’ karena ia harus
menyampaikan pelajarannya melalui video
cassette. Materi pelajaran dibuatkan skenario yang menarik, lalu ia bergaya
seperti biasa di depan kelas. Jadi, setiap kali masuk kelas tinggal putar
tombol TV dan video. Guru hanya tinggal ikut menonton bersama anak muridnya.
Inilah fungsi guru yang digantikan teknologi pendidikan.
Pada akhir ‘film seri’ pelajaran
guru, sisa waktu dipakai untuk berdiskusi. Murid-murid boleh bertanya mengenai
pelajaran atau bagian-bagaian pelajaran yang belum dimengertinya. Guru kemudian
menjelaskan secara lisan bagian-bagian yang belum tercakup di dalam pelajaran
video. Kalau perlu, video bisa diputar ulang pada bagian-bagian tertentu yang
dianggap cukup sulit. Inilah sebagian fungsi guru yang belum atau sulit
digantikan oleh mesin. Dan sementara, guru bisa memanfaatkan waktu luang
tersebut untuk memperdalam bidang ilmu yang diajarkannya, mengoreksi tugas
anak-anak, atau kegiatan lain yang bermanfaat.
Beberapa keuntungan jelas muncul
dari memanfaatkan teknologi pendidikan. Pertama, keseragaman materi pelajaran
bisa dipertahankan karena skenario pelajaran lebih baku dibandingkan dengan
jika pelajaran disampaikan secara lisan. Kedua, mengurangi kesalahan
penyampaian pelajaran sebanyak mungkin. Kalau direkam, kesalahan penyampaian
bisa diperbaiki melalui retake atau
pengambilan ulang atau melalui penyuntingan siaran. Ketiga, waktu bisa
dipergunakan dengan efisien. Pelajaran yang direkam dan diputar ulang akan
lebih mudah dihitung waktunya. Untuk menyampaikan materi pelajaran yang sama,
waktunya akan persis sama. Berbeda dengan pelajaran lisan karena waktunya bisa molor dan tergantung pada keadaan. Keempat, guru
tidak akan kehabisan energi karena harus ‘memutar kasetnya’ sering-sering dalam
tradisi pengajaran lisan. Bahkan untuk bidang-bidang pelajaran yang gurunya
sedikit, rekaman bisa disiarkan serentak bagi kelas-kelas paralel. Dengan
demikian, menghindari kemungkinan murid-murid keluyuran karena gurunya tidak
hadir, alias kelas kosong.
Kelemahan teknologi pendidikan ini untuk sementara,
tercatat dua. Pertama, pelajaran kurang hidup. Namun hal ini bisa dikurangi
melalui diskusi setelah siaran, atau perbaikan skenario pelajaran. Kelemahan kedua,
pemakaian teknologi pendiidkan memerlukan kemampuan merawat peralatan dengan
baik. Mungkin ini yang agak sulit bagi orang Indonesia, sebab kita terkenal
gampang memakai tetapi enggan merawat. Ketiga, biayanya cukup mahal. Maklum,
peralatan canggih. Yang pasti, untuk sekolah-sekolah di Indonesia, ini belum
terjangkau dan terpecahkan.
Akan tetapi, walaupun ada kelemahan-kelemahan
tersebut bukan berarti kita tidak akan sampai ke sana. Soalnya tinggal waktu
saja. Apabila sudah ada ‘guru-guru baru’ berupa rekaman video itu, keluhan guru
mungkin bisa dikurangi.
Selamat datang guru baru!
Sumber: Kikiek Haryodo
Mutiara 345 24 April- 7 Mei 1985
Post a Comment
Post a Comment