Alkisah, Sungai
Tulang Bawang sangat terkenal dengan keganasan buayanya. Setiap nelayan yang
melewati sungai itu harus selalu berhati-hati. Begitupula penduduk yang sering
mandi dan mencuci di tepi sungai itu. Menurut cerita, sudah banyak manusia yang
hilang begitu saja tanpa meninggalkan jejak sama sekali.
Pada suatu hari, kejadian yang
mengerikan itu terulang kembali. Seorang gadis cantik yang bernama Aminah
tiba-tiba hilang saat sedang mencuci di tepi sungai itu. Anehnya, walaupun
warga sudah berhari-hari mencarinya dengan menyusuri tepi sungai, tapi tidak
juga menemukannya. Gadis itu hilang tanpa meninggalkan jejak sedikit pun.
Sepertinya ia sirna bagaikan ditelan bumi. Warga pun berhenti melakukan pencarian,
karena menganggap bahwa Aminah telah mati dimakan buaya.
Sementara itu, di sebuah tempat di dasar
sungai tampak seorang gadis tergolek lemas. Ia adalah si Aminah. Ia baru saja
tersadar dari pingsannya.
“Ayah, Ibu, aku ada di mana? gumam
Aminah setengah sadar memanggil kedua orangtuanya.
Dengan sekuat tenaga, Aminah bangkit
dari tidurnya. Betapa terkejutnya ia ketika menyadari bahwa dirinya berada
dalam sebuah gua. Yang lebih mengejutkannya lagi, ketika ia melihat
dinding-dinding gua itu dipenuhi oleh harta benda yang tak ternilai harganya.
Ada permata, emas, intan, maupun pakaian indah-indah yang memancarkan sinar
berkilauan diterpa cahaya obor yang menempel di dinding-dinding gua.
“Wah, sungguh banyak perhiasan di tempat
ini. Tapi, milik siapa ya?” tanya Aminah dalam hati.
Baru saja Aminah mengungkapkan rasa
kagumnya, tiba-tiba terdengar sebuah suara lelaki menggema.
“Hai, Gadis rupawan! Tidak usah takut.
Benda-benda ini adalah milikku.”
Alangkah terkejutnya Aminah, tak jauh
dari tempatnya duduk terlihat samar-samar seekor buaya besar merangkak di sudut
gua.
“Anda siapa? Wujud anda buaya, tapi
kenapa bisa berbicara seperti manusia?” tanya Aminah dengan perasaan takut.
“Tenang, Gadis cantik! Wujudku memang
buaya, tapi sebenarnya aku adalah manusia seperti kamu. Wujudku dapat berubah
menjadi manusia ketika purnama tiba.,” kata Buaya itu.
“Kenapa wujudmu berubah menjadi buaya?”
tanya Aminah ingin tahu.
“Dulu, aku terkena kutukan karena
perbuatanku yang sangat jahat. Namaku dulu adalah Somad, perampok ulung di Sungai
Tulang Bawang. Aku selalu merampas harta benda setiap saudagar yang berlayar di
sungai ini. Semua hasil rampokanku kusimpan dalam gua ini,” jelas Buaya itu.
“Lalu, bagaimana jika Anda lapar? Dari
mana Anda memperoleh makanan?” tanya Aminah.
“Kalau aku butuh makanan, harta itu aku
jual sedikit di pasar desa di tepi Sungai Tulang Bawang saat bulan purnama
tiba. Tidak seorang penduduk pun yang tahu bahwa aku adalah buaya jadi-jadian.
Mereka juga tidak tahu kalau aku telah membangun terowongan di balik gua ini.
Terowongan itu menghubungkan gua ini dengan desa tersebut,” ungkap Buaya itu.
Tanpa disadarinya, Buaya Perompak itu
telah membuka rahasia gua tempat kediamannya. Hal itu tidak disia-siakan oleh
Aminah. Secara seksama, ia telah menyimak dan selalu akan mengingat semua
keterangan yang berharga itu, agar suatu saat kelak ia bisa melarikan diri dari
gua itu.
“Hai, Gadis Cantik! Siapa namamu?” tanya
Buaya itu.
“Namaku Aminah. Aku tinggal di sebuah
dusun di tepi Sungai Tulang Bawang,” jawab Aminah.
“Wahai, Buaya! Bolehkah aku bertanya
kepadamu?” tanya Aminah
“Ada apa gerangan, Aminah? Katakanlah!”
jawab Buaya itu.
“Mengapa Anda menculikku dan tidak
memakanku sekalian?” tanya Aminah heran.
“Ketahuilah, Aminah! Aku membawamu ke
tempat ini dan tidak memangsamu, karena aku suka kepadamu. Kamu adalah gadis
cantik nan rupawan dan lemah lembut. Maukah Engkau tinggal bersamaku di dalam
gua ini?” tanya Buaya itu.
Mendengar pertanyaan buaya itu, Aminah
jadi gugup. Sejenak, ia terdiam dan termenung.
“Ma… maaf, Buaya! Aku tidak bisa tinggal
bersamamu. Orangtuaku pasti akan mencariku,” jawab Aminah menolak.
Agar Aminah mau tinggal bersamanya,
buaya itu berjanji akan memberinya hadiah perhiasan.
“Jika Engkau bersedia tinggal bersamaku,
aku akan memberikan semua harta benda yang ada di dalam gua ini. Akan tetapi,
jika kamu menolak, maka aku akan memangsamu,” ancam Buaya itu.
Aminah terkejut mendengar ancaman Buaya
itu. Namun, hal itu tidak membuatnya putus asa. Sejenak ia berpikir mencari
jalan agar dirinya bisa selamat dari terkaman Buaya itu.
“Baiklah, Buaya! Aku bersedia untuk
tinggal bersamamu di sini,” jawab Aminah setuju.
Rupanya, Aminah menerima permintaan
Buaya itu agar terhindar dari acamana Buaya itu, di samping sambil menunggu
waktu yang tepat agar bisa melarikan diri dari gua itu.
Akhirnya, Aminah pun tinggal bersama
Buaya Perompak itu di dalam gua. Setiap hari Buaya itu memberinya perhiasan
yang indah dan mewah. Tubuhnya yang molek ditutupi oleh pakaian yang terbuat
dari kain sutra. Tangan dan lehernya dipenuhi oleh perhiasan emas yang
berpermata intan.
Pada suatu hari, Buaya Perompak itu
sedikit lengah. Ia tertidur pulas dan meninggalkan pintu gua dalam keadaan
terbuka. Melihat keadaan itu, Aminah pun tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan.
“Wah, ini kesempatan baik untuk keluar
dari sini,” kata Aminah dalam hati.
Untungnya Aminah sempat merekam dalam
pikirannya tentang cerita Buaya itu bahwa ada sebuah terowongan yang
menghubungkan gua itu dengan sebuah desa di tepi Sungai Tulang Bawang. Dengan
sangat hati-hati, Aminah pun keluar sambil berjingkat-jingkat. Ia sudah tidak
sempat berpikir untuk membawa harta benda milik sang Buaya, kecuali pakaian dan
perhiasan yang masih melekat di tubuhnya.
Setelah beberapa saat mencari, Aminah
pun menemukan sebuah terowongan yang sempit di balik gua itu dan segera
menelusurinya. Tidak lama kemudian, tak jauh dari depannya terlihat sinar
matahari memancar masuk ke dalam terowongan. Hal itu menandakan bahwa sebentar
lagi ia akan sampai di mulut terowongan. Dengan perasaan was-was, ia terus
menelusuri terowongan itu dan sesekali menoleh ke belakang, karena khawatir
Buaya Perompak itu terbangun dan membututinya. Ketika ia sampai di mulut
terowongan, terlihatlah di depannya sebuah hutan lebat. Alangkah senangnya hati
Aminah, karena selamat dari ancaman Buaya Perompak itu.
“Terima kasih Tuhan, aku telah selamat
dari ancaman Buaya Perompak itu,” Aminah berucap syukur.
Setelah itu, Aminah segera menyusuri
hutan yang lebat itu. Setelah beberapa jauh berjalan, ia bertemu dengan seorang
penduduk desa yang sedang mencari rotan.
“Hai, Anak Gadis! Kamu siapa? Kenapa
berada di tengah hutan ini seorang diri?” tanya penduduk desa itu.
“Aku Aminah, Tuan!” jawab Aminah.
Setelah itu, Aminah pun menceritakan
semua peristiwa yang dialaminya hingga ia berada di hutan itu. Oleh karena
merasa iba, penduduk desa itu pun mengantar Aminah pulang ke kampung
halamannya. Sesampai di rumahnya, Aminah pun memberikan penduduk desa itu
hadiah sebagian perhiasan yang melekat di tubuhnya sebagai ucapan terima kasih.
Akhirnya, Aminah pun selamat kembali ke
kampung halamannya. Seluruh penduduk di kampungnya menyambutnya dengan gembira.
Ia pun menceritakan semua kejadian yang telah menimpanya kepada kedua
orangtuanya dan seluruh warga di kampungnya. Sejak itu, warga pun semakin
berhati-hati untuk mandi dan mencuci di tepi Sungai Tulang Bawang.
Demikian cerita Buaya Perompak dari
darah Tulang Bawang, Lampung, Indonesia. Cerita di atas termasuk kategori
dongeng yang mengandung pesan-pesan moral yang dapat dijadikan pedoman dalam
kehidupan sehari-hari. Setidaknya ada dua pesan moral yang dapat dipetik dari
cerita di atas yaitu, keutamaan sifat tidak mudah putus asa dan keburukan sifat
suka merampas hak milik orang lain.
Pertama, keutamaan sifat tidak mudah
putus asa. Sifat ini ditunjukkan oleh sikap dan perilaku Aminah yang tidak
mudah putus asa menghadapi ancaman Buaya Perompak. Dengan kecerdikannya, ia pun
berhasil mengelabui Buaya Perompak itu dan berhasil menyelamatkan diri. Dari
hal ini dapat dipetik sebuah pelajaran bahwa sifat tidak mudah putus asa dapat
melahirkan pikiran-pikiran yang jernih.
Kedua, keburukan sifat suka merampas hak
milik orang lain. Sifat ini ditunjukkan oleh sikap dan perilaku Somad
(perompak) yang senantiasa merampas harta benda setiap penduduk yang melewati
Sungai Tulang Bawang. Akibat perbuatan jahatnya tersebut, ia pun terkena
kutukan menjadi seekor buaya.
Post a Comment
Post a Comment