Salah satu novel yang
membuat hati kita trenyuh kepada orang tua adalah novel Ibuk. Novel ini
merupakan buah karya dari Iwan Setyawan. Novel yang diterbitkan pada tahun 2012
ini dapat menjadi inspirasi bagi kita sebagai anak. Anak yang selalu ini
berbakti kepada kedua orang tua kita, terutama kepada ibu kita. Simak sinopsis novel
Ibuk berikut ini.
Ibuk
Tinah,
seorang gadis putus sekolah. Seorang gadis yang hidupnya tidak pernah pergi
dari Gang Buntu, Batu, Malang. Seorang gadis yang lugu, berambut panjang tanpa
poni, berkulit kuning langsat, mata sesegar pagi di kaki Gunung Panderman dan
wajah yang sederhana namun menenangkan.
Ketika usianya menginjak 16 tahun, Tinah diajak untuk membantu
neneknya, Mbok Pah untuk berjual baju bekas di Pasar Batu. Mbok Pah mempunyai
kios di Pasar Batu dan berharap Tinah dapat menggantikannya nanti. Di pasar,
Tinah jarang bergaul. Padahal, wajah Tinah yang tenang dapat membuat siapa saja
yang melihatnya langsung suka. Seperti Cak Ali, penjual tempe yang kiosnya
bersebelahan dengan kios Mbok Pah. Sebelum pulang, Cak Ali sering memberikan
tempe kepada Tinah, Tinah juga sering mengantarkan sarapan masakannya sendiri
kepada Cak Ali. Namun, belum ada ikatan apapun diantara mereka meski Mbok Pah
sudah mengetahuinya dan tidak keberatan.
Umur
Tinah kini 17 tahun, Mbok Pah mewanti-wanti Tinah untuk segera berumah tangga.
Mbok Pah malah berniat menjodohkannya dengan Cak Ali, Tinah hanya menunduk
malu. Tetapi keliru, bukan Cak Ali yang berhasil memikat hati Tinah, melainkan
seorang playboy pasar yang hanya seorang kenek angkot. Seorang pemuda
berusia 23 tahun. Matanya melankonis tapi tajam, badannya tidak tinggi tapi
gagah, gayanya flamboyan dengan alis tebal dan bibir penuh. Abdul Hasyim
namanya. Pemuda yang dekat dengan semua orang di pasar dari ibu-ibu sampai
preman pasar. Ketika Sim menyapa Mbok Pah, matanya yang melankonis bertemu
dengan mata Tinah yang menenangkan. Sim terseret dengan keluguan di wajah
Tinah. Pandangan keduanya saling membekas di hati masing-masing. Esok paginya,
kala Sim berjalan menuju warung langganannya matanya bertemu tatap dengan
Tinah, seolah berbicara lewat mata.
Namun
malam harinya, entah tahu dari mana Hasyim menemui Tinah di rumahnya. Mbok Pah
yang ikut menemani undur diri. Kini tinggal Tinah dan Sim yang mengobrol
ditemani teh hangat yang Tinah buat. Obrolan mereka bergulir pada asal-usul Sim
yang hanya diasuh oleh orang tua angkat dan sudah meninggal lama, sementara Sim
belum pernah mengetahui bagaimana rupa orang tua kandungnya di Yogyakarta.
Sekarang Sim ikut kakak perempuannya dan ikut membantu kakak iparnya menjadi
kenek angkot. Sebelum Sim pamit, Sim meminta izin untuk datang lagi besok
menemui Tinah. Ada kehangatan yang tertinggal di ruang tamu. Sim ingin menemui
Tinah lagi.
Semua
berjalan seperti biasa. Cak Ali masih memberikan tempe kepada Tinah meski Cak
Ali tahu, playboy kampung telah memenangkan hati Tinah. Hubungan Tinah
dan Sim terus berkembang, terjalin semakin erat. Kemarin Sim mengajak Tinah
untuk menonton layar tancep dan berjalan-jalan dengan angkotnya. Maka
berlabuhlah cinta mereka berdua. Orang tua Sim datang untuk melamar Tinah dan
memutuskan tanggal untuk pernikahan mereka yakni bulan depan. Tepat satu minggu
sebelum Tinah melangsungkan pernihakan, Mbok Pah meninggal dunia karena sakit.
Tinah merasa terpukul namun pernikahan tetap mereka gelar. Kini, Tinah dan Sim
tinggal bersama keluarga Mbak Gik, kakak perempuan Sim.
Waktu
berjalan begitu cepat, kini keluarga Sim dan Tinah dikaruniailima buah hati.
Empat perempuan dan satu laki-laki.Anak sulung perempuan bernama Isa, Nani,
Bayek, Rini dan Mira. Bayek adalah satu-satunya anak laki-laki yang begitu
dibanggakan oleh Sim. Bapak dan Ibuk (Sim dan Tinah) pindah ke rumah baru
mereka sejak kehamilan Rini. Rumah yang dibangun Bapak dengan penuh keringat,
walaupun kecil asal bisa untuk berpulang dan berteduh, mereka sangat
menikmatinya.
Bapak
dan Ibuk sangat memperhatikan gizi dan pendidikan anak-anaknya kelak. Maskipun
Bapak hanyalah seorang supir angkot, tapi Bapak dan Ibuk ingin anak-anaknya
sekolah setinggi-tingginya. Tidak seperti Ibuk yang hanya SD tidak tamat, bukan
juga seperti Bapak yang hanya sampai SMP saja. Tetapi, mereka ingin melihat
anak-anaknya berkuliah dan mendapat pekerjaan yang kepenak. Tidak
seperti mereka.
Isa,
Nani, Bayek dan Rini kini bersekolah, kecuali Mira karena jarak umurnya cukup
jauh dengan kakak-kakaknya. Mereka berempat adalah anak yang pintar di sekolah.
Mereka adalah yang selalu masuk ke dalam jajaran 10 besar di sekolah. Biaya
makan sehari-hari sampai biaya SPP keempat anaknya, Ibuk sangat bijak dalam
mengaturnya.
Isa,
Nani, Bayek dan Rini mengerti bagaimana keadaan keluarga mereka. Mereka juga
bisa prihatin. Mereka akan meminta sesuatu jika mereka memang butuh. Khususnya
Nani, dia adalah putri yang paling tabah. Bukan berarti yang lainnya tidak
demikian. Ketika sepatu mereka rusak, dan memang sudak benar-benar rusak
terkonyak. Ibuk menyisihkan uang untuk membelinya, jika tidak cukup maka Ibuk
akan meminjam pada Mang Udin, tukang kredit yang sering mengunjunginya. Dari
Mang Udinlah Ibuk membeli segala peralatan dapur hingga peralatan mandi, dengan
kredit tentunya.
Isa
akan masuk ke SMP, Ibuk semakin irit menggunakan uang yang Bapak berikan.
Impian Ibuk yang ingin menyekolahkan anak-anaknya hingga ke Perguruan Tinggi
harus tercapai. Setelah Ibu berhasil meminta surat keterangan kurang mampu di
kantor kelurahan, Isa dapat bersekolah di SMP. Seperti itu seterusnya, hingga
mereka dapat melanjutkan ke jenjang SMA. Isa, Nani, Banyek , Rini dan kini Mira
sering mengerjakan tugas bersama-sama. Tak ada meja belajar. Isa adalah guru
yang handal bagi mereka. Mereka sering berkumpul di ruang tamu sambil makan
pisang goreng buatan Ibuk. Satu pisang untuk satu orang. Terkadang mereka hanya
memakan setengah sedang setengahnya mereka sisakan untuk nanti malam, begitu
pun jika Ibu membuat empal goreng juga ketika Bapak membawa pulang roti coklat.
Mereka membagi rata. Seperti telur dadar yang dipotong sesuai dengan jumlah
mereka. Keluarga mereka hidup dalam kesederhanaan dan penuh keprihatinan, tidak
ada diantara mereka yang mengeluh. Mereka terus berjuang untuk mendapat
kelayakan hidup.
Dulu,
ketika Bapak dan Ibu membangun rumah. Mbah Carik pernah berkata kepada Ibu
bahwa anak lelaki dalam keluarganya akan mengubah nasib mereka, mengantarkan
keluarga mereka menuju kebaikan dan kesejahteraan. Ibu hanya mengucapkan terima
kasih kepada Mbah Carik. Benarkah Bayek, anak laki-lakinya akan membawa harapan
bagi keluarganya? Semoga saja. Mbah Carik adalah nenek yang terkenal di
kampungnya. Nenek yang sangat disegani oleh penduduk setempat. Tak jarang jika
ada yang sakit, mereka beminta Mbah Carik untuk mengobatinya. Begitu pun Bayek,
ketika Bayek mati suri, Ibuk membawanya ke Mbah Carik.
Bayek
adalah satu-satunya anak laki-laki di keluarga mereka. Dialah anak kebanggaan
Bapak. Bayek adalah anak yang pintar di sekolahnya, Bayek selalu pendapat
peringkat lima besar di sekolahnya. Bayek juga prihatin terhadap keadaan
keluarganya. Namun, Bayek adalah anak yang penyendiri, ia tidak terbiasa hidup
jauh dari keluarganya. Bayek juga sangat menyayangi kakak-kakak dan
adik-adiknya. Bayek berjanji untuk membahagiakan Ibunya. Bayek juga berjanji
untuk membahagiakan saudara-saudaranya.
Beberapa
tahun pun berlalu, Isa sudah lulus SMA dan Isa kursus komputer di
Malang dan memberikan les privat di Batu. Isa juga yang membantu biaya kuliah
Nani di Universitas Brawijaya. Isa rela menjadi jembatan bagi adik-adiknya. Ibu
merasa sedih karena Isa belum berhasil kuliah. Dua tahun kemudian Bayek lulus
SMA dan mendapatkan PMDK di IPB jurusan statiska. Bayek akan pergi kuliah.
Namun keraguan menyelimuti hati Bayek, bagaimana cara dia ke Bogor.
Akhirnya,
keputusan Bapak mengejutkan mereka semua yang sedang berkumpul di ruang tamu.
Bapak akan menjual angkotnya, menjual angkot yang Bapak beli dengan susah payah
menyisikan untuk membelinya. Semuanya bertanya, jika angkot itu dijual mereka
akan makan apa, tapi Bapak akan bekerja menjadi supir truk di tetangga sebelah.
Dengan berat hati, semua melepas kepergian Bayek untuk berkuliah di Bogor. Ibu
sangat khawatir pada Bayek. Bayek tidak pernah tinggal sendiri. Tapi, semua
meyakinkan bahwa Bayek pasti akan bisa bertahan.
Sejak
mereka SD Hingga sekarang, mereka tidak lupa untuk meminta doa dari Ibuk, doa
Ibuklah yang menjaga mereka, mengantarkan mereka pada keberhasilan. Ketika
ujian, ketika akan berangkat ke sekolah, berangkat ke suatu tempat. Setiap
waktu, mereka selalu dijaga oleh doa Ibuk.
Selama
empat tahun Bayek menyimpan kerinduan, kini Bayek lulus bahkan menjadi lulusan
terbaik. Ibu dan Isa yang menghadiri upacara wisuda Bayek merasa sangat bangga
dan bahagia. Bayek maju ke atas panggung disaksikan ribuan wisudawan. Dalam
langkahnya, Bayek ingin berkata bahwa angkot yang mereka jual tidak kemana-mana
karena itulah investasi untuk hidup mereka. Angkot yang dijual adalah hidup
mereka.
Bayek
kini sudak bekerja di salah satu perusahaan di Jakarta. Ketika Bayek stresskarena
pekerjaan menumpuk juga merasa sangat lelah, Bayek akan menelpon Ibuk. Suara
Ibu memberikan kesejukan bagi Bayek. Semenjak menerima gaji pertama, Bayek
rajin mengirim sedikit dari penghasilannya untuk membantu keluarga di Batu.
Cahaya
mulai menerangi rumah Ibuk. Isa masih memberikan les privat. Rini bekerja
membantu adik Ibu yang bidan desa. Nani bahkan bisa melanjutkan S2nya.
Sedangkan Mira kecil sudah kelas 2 SMA.
Di
hari pertama kerja, Bayek mengingat perjuanagn Bapaknya yang hanya lulusan SMP.
Pertama Bapak bekerja sebagai kenek angkot, lalu menjadi supir angkot. Tak
cukup baginya untuk menjadi supir angkot untuk orang lain, Bapak pun membeli
angkot bekas. Bapak tidak pernah berhenti berjuang untuk menghidupi kelima
anaknya. Bapak selalu memikul tanggung jawab dengan berani, itu yang
menginspirasi Bayek untuk selalu maju. Demikian juga Ibuk. Perempuan yang
sangat bijak serta tabah. Yang rela memberikan obat kepada anak-anaknya yang
sakit tetapi hanya obat alam yang dia berikan untuk dirinya sendiri. Memberi
anak-anaknya makan dahulu, baru dia makan yang ada. Melihat anak-anaknya
bahagia adalah kebahagiaannya yang tiada tara.
Tiga
tahun bekerja di Jakarta, Bayek mendapat tawaran untuk bekerja di New York.
Bayek tidak melewatkan kesempatan yang akan memabawa keluarganya di Batu menuju
kehidupan yang lebih baik. Inilah awal karirnya. Tak lupa Bayek meminta doa
kepada Ibunya. Setelah sampai di apartemen, Bayek memberikan kabar kepada
Ibunya di Batu. Bayek tinggal di apartemen milik Mbak Ati, di Westcheste
Avenue. Mbak Ati juga yang membuka jalan untuk Bayek menuju New York. Mbak Ati
membimbing Bayek dalam bekerja juga mengajak Bayek untuk mengenal New York,
tempat tinggal Bayek yang baru.
Bayek
sangat merindukan Indonesia, merindukan Kota Batu. Apalagi, Isa kakak sulungnya
akan menikah. Bayek mengikuti upacara pernikahan lewat telepon. Bayek dan empat
saudara perempuan, hidup dalam satu hati empat detak jantung, dalam satu garis
perjuangan. Kebahagiaan Isa adalah kebahagiaan Bayek. Air mata Bayek adalah air
mata Isa. Mereka saling menguatkan perjalanan masing-masing.
Sudah
tiga bulan Mbak Ati membimbing Bayek. Mbak Ati berencana untuk pindah ke
Australia. Setelah Mbak Ati pindah, Bayek memulai hidup baru, sendiri. Di musim
dingin. Bayek masih mendapat kendala dalam pekerjaannya yaitu kendala bahasa.
Bayek berikrar untuk memperbaiki Bahasa Inggrisnya, Bayek sering menonton TV,
belajar mendengarkan percakapan dan berita Bahasa Inggris.
Di
bulan keempat, Bayek mendapat penghargaan “Employee of the Month” di rapat
mingguan bersama semua rekan kantornya. Bayek mentransfer sejumlah uang ke
Indonesia untuk bayar hutang ke Tante Bewah, uang yang Bayek pakai untuk
berangkat ke New York. Sisanya, untuk Bapak dan Ibu. Rasa percaya diri Bayek
pun mulai tumbuh. Di bulan ke delapan Bayek mendapat penghargaan yang sama.
Rekan-rekan kerja Bayek pun dapat melihat kehandalan Bayek dalam mengolah data
meskipun Bahasa Inggrisnya kurang lancar. Di tanggal 4 juli 2001 Bayek dirampok
ketika memasuki stasiun kereta api Fleetwood di Westchenster. Belum cukup,
salah satu tower di World Trade Center telah ditabarak pesawat.
Kejadian itu langsung menggemparkan seluruh dunia. Bayek mencoba menelpon
keluarganya di Batu agar mereka tidak khawatir karena jarak kantornya ke WTC
jauh, tapi jaringan komunikasi telah terputus. Setelah jaringan telpon kembali
normal, Bayek langsung menelpon keluarga di Batu.
Setelah
kejadian yang terjadi di WTC, Bayek kembali menyusun hatinya. Di winter kedua,
Bayek mentransfer uang kepada Ibu, kali ini untuk membayar hutang kepada
Lek Tukeri untuk biaya kuliah dan sisanya untuk biaya kuliah Mira dan nabung
untuk membuat rumah mereka nanti. Hutang mereka telah lunas semua, mata Ibu dan
Isa sampai berkaca-kaca.
Bayek
kembali mendapat promosi sebagai Data Processing Executive lalu
menjadi Manager Data Processing Executive. Dari hasil jerih payahnya,
Bayek membangun rumah mereka yang dulu menjadi rumah yang berwajah baru. Rumah
berlantai dua dengan empat kamar tidur. Sekian waktu berselang, Bayek juga
membelikan rumah untuk, Isa, Nani, Rini dan Mira yang ada di Karawang. Misi Bayek
terselesaikan. Isa juga sudah bisa melanjutkan kuliah. Semua kakak dan adiknya
sudah berkeluarga. Bapak dan Ibu sekarang bisa bernafas lega. Bayek pun kembali
ke Indonesia. Mencari aktivitas baru yaitu menulis buku.
Bayek
belum mau kembali ke dunia korporat untuk mengolah data meskipun banyak tawaran
yang Bayek terima. Bayek ingin mengabdi dulu lewat tulisan agar kelak ada
Bayek-Bayek lain lahir. Kini Bayek banyak menghadiri talkshow. Jika Bayek
harus pergi keluar kota, Bapak akan setia mengantarnya ke Bandara menggunakan
mobil panternya, anaknya yang ke enam.
Lambat
laun kondisi Bapak memburuk. Bapak sering sakit-sakitan dan itu membuat
semuanya khawatir. Bapak yang dulu sehat, sering membantu Ibu memasak,
mengantarkan cucu-cucunya ke sekolah, membersihkan got di jalan, berkebun,
mengepel rumah, dll. Kini terbaring tak berdaya di tempat tidur. Sudah banyak
obat yang Bapak konsumsi, Bapak juga rajin melakukan terapi. Dokter
pun bilang bahwa organ Bapak sudah berfungsi dengan normal. Tetapi, badan Bapak
masih tersa lemas. Ibuk merawat Bapak dengan penuh kasih sayang.
Ketika
kondisi Bapak mulai membaik, Bayek pamit untuk ke Jakarta menghadiri talkshow yang
tidak bisa Bayek batalkan. Bayek pergi dengan penuh kegundahan. Bayek sempat
mengunjungi Mira yang ada di Karawang. Bayek berencana pulang pada hari sabtu
bersama Mira untuk menjenguk Bapak. Namun, sekitar pukul 2.30 malam, Rini
menelpon Bayek menyuruhnya untuk segera pulang, Bapak.... telah tiada. Bayek
langsung menghubungi Mira dan Bayek langsung ke Bandara mencari penerbangan
paling pagi. Rini langsung menelpon Isa dan Nani. Nani segera ke rumah sakit.
Banyak pelayat yang datang ke rumah. Mereka berkata bahwa Bapak adalah sosok
yang sangat baik. Bapak bahkan pernah mengajari Lek Giono menyetir. Ibuk, Isa,
Rini, Bayek dan Nina bersedih, tidak, semuanya turut sedih, berkabung. Mira
masih dalam perjalanan. Hanya Nina yang masih nampak tabah mengabadikan
kepulangan bapak lewat kamera mungilnya. Sesekali air mata tumpah membasahi
pipinya.
Ibuk
sendiri di rumah, anak-anak dan cucu-cucunya sering menengok ke rumah agar Ibuk
tidak kesepian. Sebuah foto ukuran 60 cm X 50 cm dengan pigura berwarna emas
terpajang di ruang tamu. Ibu, tidak lagi kesepian. Rasa rindunya langsung
lenyap kala memandang foto Bapak. Itulah cinta Ibuk, cinta tulus Ibuk pada sang playboy pasar.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeletenovel kesukaan banget dari jaman smp sampe lulus smk
ReplyDeleteadmin pun begitu min.. novelnya menyentuh hati.
ReplyDeleteIzin copy ya kak buat tugas
ReplyDeleteTerima kasih
jangan lupa disertakan sumbernya ya. terima kasih
Delete