Gaya bahasa
kiasan ini pertama-tama dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan.
Membandingkan sesuatu dengan sesuatu hal yang lain, berarti mencoba menemukan
ciri-ciri yang menunjukkan kesamaan antara kedua hal tersebut. Perbandingan
sebenarnya mengandung dua pengertian, yaitu perbandingan yang termasuk dalam
gaya bahasa yang polos atau langsung, dan perbandingan yang termasuk dalam
bahasa kiasan. Kelompok pertama dalam contoh berikut termasuk gaya bahasa langsung
dan kelompok kedua termasuk bahasa kiasan:
a.
Dia
sama pintar dengan kakaknya.
b.
Kerbau
itu sama kuat dengan sapi.
c.
Matanya
seperti bintang timur.
d.
Bibirnya seperti delima merekah.
Pada mulanya,
bahasa kiasan berkembang dari analogi. Mula-mula, analogi dipakai dengan
pengertian proporsi; sebab itu, analogi hanya menyatakan hubungan kuantitatif.
Misalnya hubungan antara 3 dan 4 dinyatakan sebagai analog dengan 9 dan 12.
Secara lebih umum dapat dikatakan bahwa hubungan antara x dan y sebagai analog
dengan hubungan antara nx dan ny. Dalam memecahkan banyak persamaan, dapat
disimpulkan bahwa nilai dari suatu kuantitas yang tidak diketahui dapat
ditetapkan bila diberikan relasinya dengan sebuah kuantitas yang diketahui. Berikut
jenis dari bahasa kiasan menurut Keraf.
1.
Persamaan
(Simile)
Persamaan atau
simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Maksudnya ialah lansung
menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Untuk itu, memerlukan upaya
secara eksplisit menunjukkan kesamaan itu, yaitu kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, dan
sebagainya. Misal:
e.
Kikirnya seperti kepiting batu
f.
Matanya seperti bintang timur.
Kadang-kadang
diperoleh persamaan tanpa menyebutkan objek pertama yang akan dibandingkan,
misal:
g.
Seperti
menating minyak penuh.
h.
Bagai
air di daun talas.
Persamaan masih
dapat dibedakan menjadi persamaan tertutup dan persamaan terbuka. Persamaan
tertutup adalah persamaan yang mengandung perincian mengenai sifat persamaan
itu. Sedangkan persamaan terbuka adalah persamaan yang tidak mengandung
perincian mengenai sifat persamaan itu.
2.
Metafora
Metafora adalah
semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk
yang singkat: bunga bangsa, buaya darat,
buah hati, cindera mata, dan sebagainya.
Metafora sebagai
perbandingan langsung tidak mempergunakan kata: seperti, bak, bagai, bagaikan, dan sebagainya. Sehingga pokok
pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua. Proses terjadinya sebenarnya
sama dengan simile tetapi secara berangsur-angsur keterangan mengenai persamaan
dan pokok pertama dihilangkan, misalnya:
i.
Pemuda
adalah seperti bunga bangsa. -> Pemuda adalah bunga bangsa, Pemuda
->
Bunga bangsa.
Metafora tidak
selalu harus menduduki fungsi predikat, tetapi dapat juga menduduki fungsi lain
seperti subjek, objek, dan sebagainya. Dengan demikian, metafora dapat berdiri
sendiri sebagai kata, lain halnya dengan simile. Konteks bagi sebuah simile
sangat penting, karena akan membantu makna persamaan itu; sebaliknya, makna
metafora justru dibatasi oleh sebuah konteks.
Bila dalam
sebuah metafora, kita masih dapat menentukan makna dasar dan konotasinya
sekarang, maka metafora itu masih hidup. Namun, jika kita tidak dapat
menentukan konotasinya lagi, maka metafora itu sudah mati, sudah merupakan
klise.
j. Perahu
itu menggergaji ombak.
k. Mobilnya
batuk-batuk sejak pagi tadi.
l.
Pemuda-pemudi
adalah bunga bangsa.
Kata- kata menggergaji, batuk- batuk, bunga dan bangsa
masih hidup dalam arti aslinya. Sebab itu, penyimpangan makna seperti terdapat
dalam kalimat- kalimat di atas merupakan metafora yang hidup. Namun proses
penyimpangan semacam itu pada suatu saat dapat membawa pengaruh lebih lanjut
dalam perubahan makna kata. Kebanyakan perubahan makna kata mula- mula terjadi
karena metafora. Sehingga suatu saat orang tidak memikirkan lagi tentang
metafora itu, sehingga arti yang baru itu dianggap sebagai arti yang kedua atau
ketiga kata tersebut: berlayar,
berkembang, jembatan, dan sebagainya. Metafora semacam ini adalah metafora
mati. Dengan matinya sebuah metafora, kita berada kembali di depan sebuah kata
yang mempunyai denotasi baru. Metafora semacam ini dapat berbentuk sebuah kata
kerja, kata sifat, kata benda, frasa atau klausa: menarik hati, memegang jabatan, mengembangkan, menduga, dan
sebagainya. Sekarang tidak orang yang berpikir bahwa bentuk- bentuk itu tadinya
adalah metafora.
3.
Alegori,
Parabel, dan Fabel
Bila sebuah
metafora mengalami perluasan, maka ia dapat berwujud alegori, parabel, dan fabel.
Ketiga bentuk perluasan ini biasanya mengandung ajaran- ajaran moral dan sering
sukar dibedakan satu dengan yang lainnya.
Alegori adalah
suatu cerita singkat yang mengandung kiasan. Makna kiasan ini harus ditarik
dari bawah permukaan ceritanya. Dalam alegori, nama- nama pelakunya adalah
sifat- sifat yang abstrak, serta tujuannya selalu jelas tersurat.
Parabel
(parabola) adalah suatu kisah singkat dengan tokoh- tokoh biasanya manusia,
yang selalu mengandung tema moral. Istilah parabel dipakai untuk menyebut
cerita-cerita fiktif di dalam Kitab Suci yang bersifat alegoris, untuk
menyampaikan suatu kebenaran moral atau kebenaran spiritual.
Fabel adalah
suatu metafora berbentuk cerita mengenai dunia binatang, di mana binatang-
binatang bahkan mahkluk-mahkluk yang tidak bernyawa bertindak seolah-olah
sebagai manusia.
4.
Personifikasi
atau Prosopopoeia
Personifikasi
adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau
barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan.
Personifikasi (penginsanan) merupakan suatu corak khusus dari metafora, yang
mengiaskan benda-benda mati bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia.
m. Angin yang mengaung di tengah
malam yang gelap itu menambah lagi ketakutan kami.
n. Matahari baru saja kembali ke
peraduannnya, ketika kami tiba di sana. Kelihat ada bulan di kotamu lalu turun
di bawah pohon belimbing depan rumahmu barangkali ia menyeka mimpimu.
Seperti halnya
dengan simile dan metafora, personifikasi mengandung suatu unsur persamaan.
Kalau metafora (sebagai istilah umum) membuat perbandingan dengan suatu hal
lain, maka dalam penginsanan hal yang lain itu adalah benda-benda mati yang
bertindak dan berbuat seperti manusia, atau perwatakan manusia. Pokok yang
dibandingkan itu seolah-olah berwujud manusia, baik dalam tindak-tanduk,
perasaan, dan perwatakan manusia lainnya.
5.
Alusi
Alusi adalah
semacam acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antara orang, tempat, atau
peristiwa. Biasanya, alusi ini adalah suatu referensi yang eksplisit atau
implisit kepada peristiwa-peristiwa, tokoh-tokoh, atau tempat dalam kehidupan
nyata, mitologi, atau dalam karya-karya sastra yang terkenal. Misal:
o. Bandung adalah Paris Jawa.
o. Bandung adalah Paris Jawa.
6.
Eponim
Eponim adalah
gaya di mana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat
tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu. Misalnya: Hercules dipakai untuk menyatakan
kekuatan; Hellen dari Troya untuk
menyatakan kecantikan.
7.
Epitet
Apitet adalah
semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang
atau sesuatu hal. Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang menjelaskan
atau menggantikan nama seseorang atau suatu barang. Misalnya:
p. Lonceng pagi
untuk ayam jantan.
q. Puteri malam
untuk bulan.
r.
Raja rimba untuk
singa.
8.
Sinekdoke
Sinekdoke
merupakan suatu istilah yang diturunkan dari kata Yunani synekdechesthai yang berarti menerima
bersama-sama. Sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan
sebagian untuk seluruh (pars pro toto)
dan seluruh untuk sebagian (totum to parte).
9.
Metanomia
Metanomia
merupakan gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal
lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat.
s.
Ayah pergi ke sekolah naik kijang.
10.
Antonomasia
Antonomasia
merupakan sebuah bentuk khusus dari sinekdoke yang berwujud penggunaan sebuah
epiteta untuk menggantikan nama diri, atau gelar resmi, atau jabatan untuk
menggantikan nama diri. Misal:
t.
Yang Mulia tak dapat menghadiri pertemuan ini.
11.
Hipalase
Hipalase adalah
semacam gaya bahasa di mana sebuah kata tertentu dipergunakan untuk menerangkan
sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata yang lain. Misal:
u. Ia berbaring di atas sebuah
bantal yang gelisah. (yang gelisah adalah manusianya,
bukan bantalnya).
12.
Ironi, Sinisme,
dan Sarkasme
Ironi merupakan
suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan
dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya.
Sinisme
merupakan suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan
terhadap keikhlasan dan ketulusan hati.
Sarkasme
merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme.
13.
Satire
Satire merupakan
ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Bentuk ini tidak harus ironis.
Satire mengandung kritik tentang kelemahan manusia.
14.
Inuendo
Inuendo adalah
semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Ia menyatakan
kritik dengan sugesti yang tidak langsung, dan sering tampaknya tidak
menyakitkan hati kalau dilihat sambil lalu. Misal:
v.
Setiap kali ada pesta, pasti ia akan sedikit mabuk,
karena terlalu banyak minum.
15.
Antifrasis
Antifrasis
adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna
kebalikannya, yang bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri, atau kata-kata
yang dipakai untuk menangkal kejahatan, roh jahat, dan sebagainya. Misal:
w.
Lihatlah sang Raksasa telah tiba. ( maksudnya si Cebol)
16.
Pun atau
Paronomasia
Pun atau
paronomasia adalah kiasan dengan menggunakan kemiripan bunyi. Misal:
x. Tanggal dua gigi saya tanggal
dua.
y.
“Engkau orang kaya!” “Ya, kaya monyet!”
Makasih bgt bro info nya, sangat bermanfaat buat anak saya. hehe
ReplyDeleteJangan Lupa mampir ke blog EXPO Lowongan Kerja Terbaru ane ya Lowongan Kerja PT. INKA Multi Solusi
Iya sama sama bapak. Semoga berkunjung kembali. Semoga informasi yang dijabarkan dalam blog ini memberikan manfaat.
ReplyDelete