Bahasa Indonesia merupakan bahasa baku. Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan, seperti yang tertuang dalam sumpah pemuda. Ragam bahasa orang yang berpendidikan,
yakni bahasa dunia pendidikan, merupakan pokok yang sudah agak banyak ditelaah
orang. Ragam itu jugalah yang kaidah-kaidahnya paling lengkap diberikan jika
dibandingkan dengan ragam bahasa yang lain. Ragam itu tidak saja ditelaah dan
diberikan, tetapi juga diajarkan disekolah. Apa yang dahulu disebut bahasa
Melayu Tinggi dikenal juga sebagai bahasa sekolah. Sejarah umum perkembangan
bahasa menunjukkan bahwa ragam itu memperoleh gengsi dn wibawa yang tinggi
karena ragam itu juga yang dipakai oleh kaum yang berpendidikan dan kemudian
dapat menjadi pemuka di berbagai bidang kehidupan yang penting. Pemuka
masyarakat yang berpendidikan umumnya terlatih dalam ragam sekolah itu. Ragam
itulah yang dijadikan tolok bandingan bagi pemakaian bahasa yang benar.
Fungsinya sebagai tolok menghasilkan nama bahasa
baku atau bahasa standar baginya.
Ragam
bahasa standar memiliki sifat kemantapan dinamis, yang berupa kaidah dan aturan
yang tetap. Baku atau standar tidak dapat berubah setiap saat. Kaidah
pembentukkan kata yang memunculkan bentuk perasa
atau perumus dengan taat asas harus
dapat menghasilkan bentuk perajin dan
perusak, bukan pengrajin dan pengrusak. Kehomoniman yang timbul akibat penerapan
kaidah itu bukan alasan yang cukup kuat untuk menghalalkan penyimpangan itu.
Bahasa mana pun tidak dapat luput dari kehomoniman. Di pihak lain, kemantapan
itu tidak kaku, tetapi cukup luwes sehingga memungkinkan perubahan yang
bersistem dan teratur di bidang kosakata dan peristilahan serta mengizinkan
perkembangan berjenis ragam yang diperlukan di dalam kehidupan modern.
Ciri
kedua yang menandai bahasa baku ialah sifat kecendekiaan-nya.
Perwujudannya dalam kalimat, paragaraf, dan satuan bahasa lain yang lebih besar
mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur, logis, dan masuk akal.
Proses pencendekiaan bahasa itu amat penting karena pengenalan ilmu dan
teknologi modern, yang kini umumnya masih bersumber pada bahasa asing, harus
dapat dilangsungkan lewat buku bahasa Indonesia. Akan tetapi, karena proses
bernalar secara cendekia bersifat semesta dan bukan monopoli suatu bangsa
semata-mata, pencendekiaan bahasa Indonesia tidak perlu dartikan sebagai
pembaratan bahasa.
Baku
atau standar berpraanggapan adanya keseragaman. Proses pembakuan sampai taraf
tertentu berarti proses penyeragaman kaidah,
bukan penyamaan ragam bahasa, atau penyeragaman variasi bahasa. itulah ciri
ketiga ragam bahasa yang baku.
Post a Comment
Post a Comment