Bahasa adalah sistem
bunyi ujar yang sudah disadari oleh linguis. Oleh karena itu, objek utama
kajian linguistik adalah bahasa lisan, yaitu bahasa dalam bentuk bunyi ujar.
Kalau toh dalam praktik berbahasa dijumpai ragam bahasa tulis, dianggap
sebagai bahasa sekunder, yaitu rekaman dari bahasa lisan. Oleh karena itu,
bahasa tulis bukan menjadi sasaran utama kajian linguistik.
Konsekuensi logis
dari anggapan- bahkan keyakinan- ini adalah dasar analisis cabang-cabang
linguistik apa pun (fonologi, morfologi, sintaksis, semantik,
leksikologi, dan lainnya) berkiblat pada korpus data yang bersumber dari bahasa
lisan, walaupun yang dikaji sesuai dengan konsentrasinya masing-masing.
Misalnya, fonologi berkonsentrasi pada persoalan bunyi, morfologi pada
persoalan struktur internal kata, sintaksis pada persoalan susunan kata dalam
kalimat, semantik pada persoalan makna kata, dan leksikologi pada persoalan
pembendaharaan kata.
Material bahasa
adalah bunyi-bunyi ujar. Kajian mendalam tentang bunyi-bunyi ujar ini
diselidiki oleh cabang linguistik yang disebut fonologi. Oleh fonologi,
bunyi-bunyi ujar ini dapat dipelajari dengan dua sudut pandang.
Pertama, bunyi-bunyi
ujar dipandang sebagai media bahasa semata, tak ubahnya seperti benda atau zat.
Dengan demikian, bunyi-bunyi dianggap sebagai bahan mentah, bagaikan batu,
pasir, semen sebagai bahan mentah bangunan rumah. Fonologi yang memandang
bunyi-bunyi ujar demikian lazim disebut fonetik.
Kedua, bunyi-bunyi
ujar dipandang sebagai bagian dari sistem bahasa. Bunyi-bunyi ujar merupakan
unsur-unsur bahasa terkecil yang merupakan bagian dari struktur kata dan yang
sekaligus berfungsi untuk membedakan makna. Fonologi yang memandang bunyi-bunyi
ujar itu sebagai bagian dari sistem tanda bahasa lazim yang disebut fonemik.
Dari dua sudut
pandang tentang dua bunyi ujar tersebut dapat disimpulkan bahwa fonologi
mempunyai dua cabang kajian, yaitu (1) fonetik, dan (2) fonemik.
Post a Comment
Post a Comment